Aliran-aliran Pemikiran dan Gerakan Dakwah

Menurut A. Ilyas Ismail dalam bukunya bahwa sasaran utama dakwah paradigma ini adalah perbaikan kehidupan masyarakat dalam segala lini kehidupan, dengan memanfaatkan pengembangan potensi yang ada pada masyarakat itu sendiri. 49 c. Dakwah Paradigma Harakah Kata harakah secara harfiah berarti gerak atau gerakan. dikatakan gerak apabila seseorang berpindah atau mengambil posisi baru. Jadi, dakwah harakah adalah dakwah pergerakan. Dakwah ini lebih menekankan pada aspek tindakan atau aksi ketimbang wacana dan teori. 50 Menurut Al-Qathani, dakwah Harakah adalah sebuah gerakan dakwah yang berorientasi pada pembangunan masyarakat Islam yang sejatinya Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, dengan melakukan reformasi dan perbaikan sendi-sendi kehidupan manusia, mulai perbaikan individu, keluarga, masyarakat atau lingkungan sekitar, dan pemerintahan dan Negara. 51 Dari aspek metodologi, dakwah paradigma harakah meniscayakan adanya organisasi yang berfungsi sebagai intuisi atau wadah yang akan menghimpun dan menyatukan potensi-potensi dan kekuatan umat untuk dimanfaatkan dan diberdayakan bagi kepentngan dakwah. Ini berarti dakwah dalam paradigma ini, tidak lagi dipandang 49 Ibid. hlm. 232 50 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, hlm. 12 51 Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 233 sebagai tugas dan kewajiban individual, tetapi merupakan tugas dan kewajiban kolektif seluruh kaum mukmin. 52 D ilihat dari segi da’i, dakwah paradigma harakah meniscayakan adanya pelaku dakwah atau da’i yang berkualifikasi sebagai pejuang dakwah mujahid al- da’wah. Da’i haruslah merupakan seorang Muslim pejuang mujahid dan aktivis pergerakan Islam. Dengan demikian, dalam pengertian ini, tidak semua orang memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai da’i. Sebagai pejuang dan aktivis pergerakan Islam, da’i harus membekali diri dengan imu dan wawasan Islam yang memadai, mempersenjatai diri dengan bekal ibadah, keluhuran budi pekerti akhlak al-karimah, dan ketauladanan perilaku uswah hasanah. D a’i juga harus memiliki komitmen dan ghiroh keislaman yang kuat, sehingga mampu melaksanakan tugas- tugas dakwah dengan baik dalam menghadapi hinaan dan ejekan takdzib, siksaan fisik al-adza, maupun tekanan hidup menyangkut soal politik, ekonomi, dan keamanan. 53 d. Dakwah Paradigma Kultural Paradigma dakwah ini menempuh jalur lebih lunak dalam berdakwah yakni dengan dialog antara Islam dan budaya-budaya lokal. Sebab menurut mazhab ini, dakwah tidak boleh didakwahkan, kecuali sesuai dengan karakter mad’unya. Artinya, berdakwah harus menggunakan pendekatan-pendekatan yang familiar melalui kultur setempat seperti adat istiadat dan bahasanya. 54 52 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, hlm. 14 53 Ibid. 54 Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm.245 Mazhab dakwah kultural berpendapat, sejarah dakwah Islam dari pertama kelahirannya hingga saat ini selalu diwarnai dengan proses akulturasi timbal balik. 55 Dakwah semua Rasul tidak pernah lepas dari proses dialog dengan kultur setempat di mana mereka di utus. Sebagaimana firman Allah SWT QS. Ibrahim ayat 4, yaitu :                       Artinya: “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana” QS. Ibrahim: 4. 56 Dakwah yang dilakukan dengan dialog antara Islam dan budaya memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan dakwah harakah. Pertama, kehadiran dakwah Islam tidak akan dipandang sebagai ancaman terhadap eksistensi budaya lokal. Kedua, dengan menerima dakwah Islam tidak berarti suatu kaum terputus dari tradisi masa lampaunya. Dan ketiga, universalisme Islam tidak hanya dianggap sebagai wacana, karena kehadiran Islam tidak dirasakan sebagai yang lain, tetapi bagian yang integral dengan budaya lokal. 57 e. Dakwah Paradigma Multikulturalisme Dakwah dalam paradigma multikulturalisme ialah sebuah pemikiran dakwah yang fokus pada penyampaian pesan-pesan Islam dalam konteks masyarakat umum dengan berdialog untuk mencari titik 55 Nurcholis Majdid, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Paramadina, 2008, hlm.537 56 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, hlm 379 57 Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm 247 temu dan kesepakatan terhadap suatu keyakinan, nilai kelompok, dan agama. 58 Dakwah multikulturalisme melakukan pendekatan dakwah diantaranya, pertama, menekankan agar target dakwah lebih diarahkan pada pemberdayaan kualitas umat dalam ranah internal, dan kerja sama, serta dialog antar agama dan budaya dalam ranah eksternal. Kedua, dalam ranah kebijakan public dan politik, dakwah ini menggagas ide tentang kesetaraan hak-hak kelompok minoritas. Ketiga, dalam ranah sosial, dakwah ini mengambil pendekatan kultural dibandingkan harakah. Keempat, dalam pergaulan global, dakwah multikulturalisme merespon feomena globalisasi yang sedikit demi sedikit menghapus sekat antarbudaya dan agama sekarang ini. Dan kelima, para penggagas dakwah harus menyegarkan kembali tentang doktrin Islam klasik, dengan melakukan reinterpretasi dan rekonstruksi paham Islam. 59

C. Aktivitas Dakwah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata aktivitas mempunyai makna keaktifan, kegiatan, kesibukan atau kerja yang dilaksanakan dalam setiap bagian. 60 Aktivitas merupakan suatu kegiatan aktif untuk menghasilkan sesuatu. Jadi pengertian aktivitas dakwah adalah segala kegiatan subyek dakwah yang berhubungan dengan dakwah Islam demi terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia. 58 Ibid. hlm. 263 59 Ibid. 280 60 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, cet-3, hlm. 699 Samsul Munir Amin dalam bukunya, mengkatagorikan secara umum dakwah Islam menjadi tiga bentuk, diantaranya: 1. Dakwah bi Al-Lisan Dakwah bi Al-Lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan dengan lisan, seperti ceramah, khutbah, diskusi, nasihat, dan sebagainya. Metode dakwah ini memang sudah sering dilakukan oleh para juru dakwah. Dakwah ini mengutamakan kemampuan retorika yang baik didepan mad’u. Sehingga mad’u dapat mencerna isi dakwah dengan seksama. 2. Dakwah bi Al-Qolam Dakwah bi Al-Qolam yaitu berdakwah dengan mengunakan keterampilan tulis menulis, berupa artikel atau naskah yang dimuat dalam majalah, surat kabar, brosur, buletin, buku, blog, dan sebagianya. Dakwah seperti ini mempunyai kelebihan yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama. Jangkauan dakwah ini juga lebih luas jika dibandingkan dengan media lisan. Kapan saja dan di mana saja, mad’u atau objek dakwah dapat menikmati sajian dakwah bi al-qolam ini. Para aktivis dakwah haruslah menyiapkan dirinya tidak saja dengan kemampuan retorika yang baik, tetapi juga dengan kependaian menulis . Mad’u dapat mempelajari isi pesan dakwah secara berulang- ulang, sehingga pengetahuan mereka akan bertambah. 3. Dakwah bi Al-Hal Dakwah bi Al-Hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata yang melipuiti keteladanan. Dakwah ini dilakukan dengan berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek dakwah dengan karya nyata. Misalnya dengan amal yang hasilnya langsung dapat di rasakan oleh masyarakat mad’u. 61 Bentuk dakwah bi Al-Hal ini dilakukan sebagai solusi kebutuhan masyarakat banyak, misalnya membangun sekolah-sekolah Islam, perguruan tinggi Islam, membangun pesantren, rumah sakit, dan kebutuhan masyarakat lainnya. 62 Aktivitas dakwah harus terlebih dahulu mengetahui problematika yang dihadapi oleh penerima dakwah. Maka hal yang harus diperhatikan diantaranya : a. Aktivitas dakwah harus mengetahui adat dan tradisi penerima dakwah b. Aktivitas dakwah harus mampu menyesuaikan materi dakwah dengan masalah kontemporer yang dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. c. Aktivitas dakwah harus meninggalkan materi yang bersifat emosional d. Aktivitas dakwah harus mampu menghayati ajaran Islam dengan seluruh pesannya serta menguasai masalah-masalah yang berkembang dalam masyarakat agar antara ajaran agama dan masalah-masalah yang aktual dapat dikaitkan. e. Aktivitas dakwah harus menyesuaikan tingkah lakunya dengan materi dakwah yang disampaikannya. 63 Dakwah adalah suatu aktivitas yang mulia di mata Allah SWT. Di dalamnya mengandung suatu seruan atau ajakan keinsafan atau usaha mengubah situasi yang buruk menjadi lebih baik, yakni terhadap pribadi dan masyarakat disekitarnya. Aktivitas dakwah akan menghasilkan tujuan yang diharapkan jika dilakukan oleh para da’i yang memiliki kearifan. Ia harus tetap sabar, tabah, lapang dada menghadapi semua tanggapan dari para mad’u. 61 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, hlm. 11 62 Samsul Munir Amin, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, hlm. 12 63 Kusniati Rofiah, Dakwah Jamaah Tabligh dan Eksistensinya di Mata Masyarakat, Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2010, cet. ke-1, hlm.27