Unsur-Unsur Dakwah Konsep Dakwah

yang ideal menurut A. Ilyas harus memiliki kekuatan intelektual knowledge, keterampilan skill, sikap dan moral attitude, dan kekuatan spiritual spiritual power. 21 Keberadaan seorang da’i dalam masyarakat luas mempunyai fungsi yang cukup menentukan. Fungsi da’i diantaranya : 1 Meluruskan aqidah Aqidah adalah dasar dari segalanya. Semua dakwah Rasul SAW. bertugas untuk merealisasikannya. Melihat kenyataan saat ini, masih banyak ritual-ritual perbuatan musyrik yang dilakukan sebagaian orang Muslim. Maka keberadaan para da’i sangat dibutuhkan untuk meluruskan kembali akidah mereka. Agar mereka dapat kembali kepada fitrahnya, yakni percaya kepada Dzat Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT. 2 Memotivasi umat untuk beribadah dengan baik dan benar Allah SWT menciptakan semua mahkluknya di muka bumi untuk beribadah menyembah-Nya. Namun, masih banyak pelaksanaan ibadah yang belum sesuai dengan syariat Islam sebenarnya. Oleh karena itu, da’i hadir sebagai pembimbing yang memotivasi umat untuk beribadah dengan benar dan baik. 3 Menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar Dalam aktivitasnya sehari-hari, manusia hidup sebagai mahkluk sosial. Konsep Islam yang luhur menganjurkan umatnya untuk saling berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan. 21 Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 77 Prinsip ini harus ditegakkan karena akan menciptakan umat Islam yang harmonis, dan erat tali persaudaraannya. 4 Menolak kebudayaan yang menyimpang Seorang da’i harus pandai menganalisa dan memberikan alternatif jika terdapat budaya yang bertentangan. Sebagai umat Islam seharusnya jangan mudah menerima aspek baru tersebut, harus terlebih dahulu di analisa, apakah itu baik atau tidak. 22 b. Mad’u Mad’u ialah orang yang menerima pesan-pesan dakwah, baik yang beragama Islam ataupun non Islam. Dakwah yang ditujukan kepada non muslim bertujuan untuk mengajak mereka agar mengikuti agama Islam. Sedangkan untuk umat muslim dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, islam, dan ihsan. 23 Pernyataan ini sesuai dengan QS. Saba’ ayat 28, yaitu :              Artinya : “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” 24 Menurut Prof. Dr. Husul Aqib Suminto dalam bukunya, mad’u dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa lapisan atau tingkatan, diantaranya : 1 Mayarakat umum yakni kelompok yang biasanya berada di tempat- tempat umum, seperti masjid, madrasah, lapangan terbuka, dan 22 Samsul Munir Amin, Ilmu dakwah, hlm. 75 23 M. Munir, Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, cet. ke-1, hlm. 21-22. 24 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 688 sebagainya. Da’i dapat menyampaikan dakwahnya melalui ceramah. 2 Masyarakat penguasa yakni orang-orang yang mempunyai keduduk an tinggi. Pada lapisan ini, para da’i hendaklah menggunakan cara personal approach, yaitu menggalang hubungan pribadi. Melalui pendekatan ini diharapkan para da’i memperoleh dukungan dari pihak penguasa, sehingga dapat membantu kelancaran pelaksanaan dakwah. 3 Masyarakat terpelajar yaitu masyarakat yang mempunyai pendidikan tinggi atau biasanya terdapat di perguruan tinggi. Pada kalangan ini harus dihadapi melalui pendekatan ilmiah. Berdakwah di kalangan intelektual, cendikiawan dan masyarakat kampus dituntut keilmuan yang cukup, analisis serta rasional, sehingga pesan- pesan dakwah yang disampaikan da’i dapat diterima. 4 Masyarakat desa yakni masyarakat yang mempunyai kesederhanaan, baik dalam pola hidup maupun cara berpikir. Dalam menghadapi mad’u dari kalangan ini, da’i harus memilih materi dakwah yang sederhana dengan penyampaian yang mudah dipahami. 25 Mad’u penerima dakwah sebagai objek dakwah harus diklasifikasi oleh da’i dalam aktivitas dakwahnya. Dengan klasifikasi tersebut, akan memudahkan da’i dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. Klasifikasi objek dakwah ini penting, agar pesan-pesan Islam dapat diterima dengan baik oleh mad’u. Kegiatan dakwah juga akan menjadi lebih terarah. 26 c. Materi Dakwah Materi dakwah adalah pesan-pesan dakwah Islam yang disamp aikan da’i kepada mad’unya. Sumber materi dakwah adalah Al- Qur’an dan Hadis. Secara umum, materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga pokok, yaitu: 25 H. A. Suminto, Problematika Dakwah, Jakarta: Tinta mas, 1973, cet. ke-1, hlm. 114- 115. 26 Samsul Munir Amin, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, Jakarta: Amzah, 2008, hlm. 28 1 Masalah keimanan Aqidah Akidah adalah pokok kepercayaan dalam agama Islam. Aqidah diibaratkan sebagai pondasi awal dalam sebuah bangunan. Akidah Islamiyah itu berkaitan dengan rukun iman. Di luar dari rukun iman yang enam itu, umat Islam tidak wajib untuk mempercayainya. 2 Masalah keislaman Syariat Syariat mempunyai dua pengertian yakni mengatur tentang hubungan manusia dengan Tuhan vertikal yang disebut dengan ibadah, dan mengatur human relation dan human activity di dalam masyarakat horizontal, disebut muamalah. 27 3 Masalah budi pekerti Akhlaqul karimah Ajaran akhlak dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia yang merupakan ekspresi dari kondisi kejiwaannya. Islam mengajarkan kepada manusia agar berbuat baik dengan ukuran yang bersumber dari Allah SWT. Maka seseorang yang memiliki akidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan Tuhannya dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermuamalat baik dengan sesamanya. 28 Menyampaikan materi dakwah pada dasarnya bukanlah ajaran yang semata-mata berkaitan dengan wujud eksistensi wujud Allah SWT namun bagaimana menumbuhkan kesadaran mendalam agar 27 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam Jilid 1 : Akdah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993, cet ke-3, hlm. 8 28 Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam, Yogya: LPII,1955, cet. ke-3, hlm. 10 mampu memanifestasikan akidah, syariah, dan akhlak dalam amalan sehari-hari. d. Metode Dakwah Kata metode memiliki pengertian suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia. 29 Maka metode dakwah dapat diartikan sebagai cara yang digunakan seorang da’i dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada mad’u. Al- Qur’an telah meletakkan dasar-dasar metode dakwah dalam sebuah ayat yang berbunyi :                            A rtinya : “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan berdiskusilah dengan mereka menurut cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalanNya, dan lebih mengetahui siapa orang- orang yang mendapat petunjuk” QS. An-Nahl: 125. 30 Dalam ayat tersebut, terdapat tiga metode dakwah, diantaranya : 1 Bi Al-Hikmah Bi Al-Hikmah adalah berdakwah yang dilakukan dengan benar dan tepat. Kebenaran dan ketepatan yang dicakup harus mempunyai tiga unsur. Pertama, menyangkut situasi dan kondisi 29 M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah, Jakarta: Wijaya, 1992, cet. ke-1, hlm. 160 30 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 211 mad’u. Kedua, menyangkut kadar materi yang disampaikan. Dan ketiga, menyangkut metode dan teknik yang digunakan. 31 Dalam metode hikmah, seorang juru dakwah tidak menggunakan satu bentuk metode saja. Mereka harus menggunakan berbagai metode dakwah yang sesuai dengan realitas yang dihadapinya. 32 Al Hikmah adalah bekal da’i menuju sukses. Tidak semua orang dapat meraih hikmah, sebab Allah memberikannya untuk orang-orang yang layak mendapatkannya, Firman Allah :                    Artinya: “Allah menganugerahkan Al Hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah” Al- Baqoroh: 269. 33 2 Mau’izatul Hasanah Mau’izatul Hasanah adalah berdakwah dengan memberikan nasihat yang baik. Menurut Ali Musthafa Yakub, metode dakwah ini berisi ucapan nasihat yang baik dan bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen yang memuaskan sehingga mereka dapat menerima apa yang 31 Ahmad Ilyas Islmail, Paragdigma Dakwah Sayyid Quthub Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah, Jakarta: Penamadani, 2006, hlm.248 32 M. Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, cet. ke-2. hlm. 13 33 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 67 disampaikan oleh da’i. 34 Metode dakwah ini mengandung arti yaitu kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain. 35 3 Mujadalah Billati Hiya Ahsan Metode ini mempunyai arti berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan kepada sasaran dakwah. 36 Mohammad Natsir mengutip pendapat dari Syekh Muhammad Abduh dalam menyimpulkan QS. An-Nahl: 125, bahwa umat yang dihadapi seorang da’i dibagi tiga golongan, yaitu: 1 Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dan dapat berpikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan. Mereka ini dapat dipanggil dengan hikmah. Karena dalil yang disampaikan dapat diterima oleh kekuatan akal mereka. 2 Golongan awam yaitu orang yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian yang tinggi. Mereka dipanggil dengan Mauizah Hasanah, dengan bimbingan yang baik dan ajaran yang mudah dipahami mereka. 3 Golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan tersebut, belum dapat dicapai dengan hikmah, akan tetapi tidak akan sesuai pula bila dilayani seperti golongan awam. Mereka suka membahas sesuatu, tetapi tidak terlalu mendalam. 37 Tujuan da’i memilih metode dakwah yang tepat adalah untuk mempengaruhi objek dakwah. Mempengaruhi untuk menuju pribadi yang lebih baik dan mampu mengamalkan ajaran Islam dengan benar. 34 Ali Mustafa Yakub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997, hlm. 21 35 M. Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006, cet. ke-2. hlm. 17 36 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 244 37 Mohammad Natsir, Fiqhud Da’wah, Jakarta: Media Da’wah, 2000, cet. ke-11, hlm.162 e. Media Dakwah Kata media merupakan jamak dari bahasa Latin yakni medion, yang berarti alat perantara. Secara istilah media berarti segala sesuatu yang dapat digunakan utuk mencapai tujuan tertentu. Maka media dakwah dapat diartikan dengan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dakwah yang telah direncanakan. 38 Menurut Zaini Muhtarom, media yang dapat dijadikan sebagai media dakwah, diantaranya: 1 Media lisan Media ini merupakan media yang sering digunakan karena sifatnya yang praktis dan ekonomis. Termasuk di dalamnya media lisan adalah diskusi, khutbah, ramah tamah, dan sebagainya. 2 Media cetak Ide-ide pemikiran tentang Islam dituangkan dalam bentuk tulisan seperti surat kabar, bulletin, spanduk, majalah, dan sebagainya. 3 Media elektronik Media ini merupakan media yang lahir karena pemikiran manusia dalam bidang teknologi modern. Segala perbuatan, perkataan, dan tingkah laku dapat dimunculkan pada media ini. Media elektronik dapat berupa radio, televisi, film, dan sebagainya. 4 Media organisasi Organisasi dakwah merupakan alat pelaksanaan dakwah agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui organisasi, dakwah dapat dilaksanakan dalam kegiatan intern dan ekstern. 5 Media seni dan budaya Dakwah lewat seni dan budaya dilakukan oleh para guru dan d a’i terdahulu sampai sekarang, seperti gamelan, wayang, sastra, dan sebagainya. 39 Seiring dengan kemajuan zaman saat ini, dakwah tidaklah cukup jika disampaikan dengan lisan tanpa bantuan berbagai alat modern canggih. Dengan menggunakan media massa tersebut maka 38 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, hlm.163 39 Zaini Muhtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah Islam, Yogyakarta: Al-Amin Press, 1996, hlm. 115 jangkauan dakwah tidak lagi terbatas pada ruang dan waktu. Untuk berdakwah pada masyarakat yang majemuk tidak lagi membutuhkan waktu lama, pesan-pesan ajaran agama Islam yang disampaikan dapat diterima secara serempak dan bersama-sama. Tentu sarana ini dapat memudahkan tugas para aktivis dakwah. Dengan demikian, keahlian dan kepandaian seorang da’i sangat dituntut dalam melihat peluang media dakwah yang benar-benar dapat dimanfaatkan keberadaannya untuk menunjang keberhasilan dakwah yang dilakukan hingga mencapai hasil yang maksimal.

B. Pemikiran Dakwah

1. Pengertian Pemikiran Dakwah

Pemikiran berasal dari kata dasar “pikir” yang berarti proses, cara, atau perbuatan memikir. 40 Pemikiran menurut Samsul Nizar dapat diartikan sebagai upaya cerdas ijtihadiy dari proses kerja akal dan kalbu untuk melihat fenomena dan berusaha untuk mencari penyelesaiannya secara bijaksana. 41 Definisi pemikiran dapat disimpulkan sebagai proses pendayagunaan kerja akal dan otak seseorang untuk memecahkan persoalan demi melahirkan sesuatu yang baru. Jadi pengertian pemikiran dakwah ialah proses memfungsikan akal yang merupakan kemampuan rasional manusia untuk mentelaah apa itu dakwah sebenarnya dan sebagai upaya asimilasi nilai-nilai Islam dalam 40 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 2007, cet ke-4. hlm. 872 41 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta:Gaya Media Pratama, 2001, cet ke-1, hlm. 6 kehidupan sehari-hari kaum muslimin baik yang bersifat individual maupun kolektif guna membentuk konsepsi masyarakat yang Islami. 42 Pemikiran dakwah Islam adalah suatu keaktifan pribadi manusia untuk menemukan pemahaman dan pengertian tentang konsep dakwah dan berdasarkan fenomena yang terjadi, serta berusaha untuk memberikan solusi dari problematika dakwah yang ada secara nyata dan bijaksana. 43

2. Aliran-aliran Pemikiran dan Gerakan Dakwah

a. Dakwah Paradigma Tabligh Tabligh artinya menyampaikan yakni menyampaikan ajaran Allah dan Rasul kepada orang lain yang penyajiannya menurut apa adanya objektif, mengemukakan fakta-fakta, tanpa adanya unsur paksaan untuk diterima atau diikuti. Orang-orang yang menyampaikan disebut muballigh. 44 Tabligh dari segi pendekatannya apabila mengacu pada definisi dan contoh yang telah dilakukan oleh Rasullah SAW dapat dibedakan menjadi dua yaitu tabligh yang melalui tulisan Tabligh bi al-Kitaabah dan tabligh melalui khutbah atau ceramah Tabligh al-Khithaabah. 45 Pendekatan dakwah yang dilakukan menurut paradigma ini adalah mengajak melalui nasihat-nasihat al- mawa’izh dan membujuk mereka untuk berhijrah dari lingkungan yang melalaikan kepada lingkungan masjid, mengembalikan mereka dari lembah maksiat 42 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah Jakarta: PT Grafindo Persada, 2011,cet ke-1, hlm. 185 43 Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, Jakarta: Grafindo, 2005, cet- 1, hlm. 58 44 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, hlm. 8 45 Tata Sukayat, Quantum Dakwah, hlm. 8 kepada ketaatan Allah dan menjalani kehidupan sesuai dengan syariat Allah dan sunah Rasul-Nya. Dalam hubungan mereka dengan Allah maupun dengan sesama makhluknya. Pendekatan seperti ini dikenal dengan sebutan bayan penjelasan. 46 Para muballigh dalam paradigma tabligh harus mengenal pokok-pokok dakwah yang enam usul al da’wah al-sittah yang disarikan dari enam karakter mulia para sahabat. Enam sifat tersebut diantaranya kembali kepada komitmen tauhid, sholat dengan khusyu dan khudhu’, ilmu beserta zikir, memuliakan muslim, meluruskan niat, dan dakwah tabligh khuruj fii sabilillah. Para pendukung dakwah tabligh meyakini bahwa dengan mengingat keenam sifat tersebut, dan berusaha mempraktikannya untuk diri sendiri dan orang lain, merupakan jalan untuk membuka pintu agama dan menyebarkannya ke seluruh pejuru manusia. 47 b. Dakwah Paradigma Pengembangan Masyarakat Dakwah paradigma pengembangan masyarakat lebih mengutamakan aksi ketimbang wacana atau retorika. Kegiatannya biasanya beraksi dalam bidang-bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan seperti pengembangan SDM dan pendidikan madrasah atau pesantren. Dari segi metode dakwah, paradigm dakwah pengembangan masyarakat berusaha mewujudkan Islam dengan cara atau jalan menjadikan Islam sebagai pijakan pengembangan dan perubahan sosial yang bersifat transformative-emansipatoris. 48 46 Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 218-219 47 Ibid. 219 48 Ibid. hlm. 226