28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan vakum rotari evaporator pada suhu 50
o
C. Tujuannya adalah untuk memekatkan ekstrak dan memisahkan antara pelarut dengan senyawa aktif dalam
rimpang temu putih dan buah mahkota dewa. Hasil ekstraksi diperoleh ekstrak etanol rimpang temu putih berwarna coklat kehitaman dan ekstrak etanol daging
buah mahkota dewa berwarna kecoklatan. Ekstrak pekat yang didapat dari rimpang temu putih sebanyak 467,21 g dari
1300 g simplisia kering 35,93 dan ekstrak daging buah mahkota dewa sebanyak 298,76 g dari 1000 g simplisia kering 29,88. Sebagaimana standar
yang ditetapkan dalam Farmakope Herbal Indonesia yakni rendemen ekstrak daging buah mahkota dewa tidak kurang dari 29,3. Ekstrak rimpang temu putih
dan buah mahkota dewa ini kemudian di tempatkan dalam sebuah botol kaca dan di masukkan ke dalam wadah dus untuk persiapan proses iradiasi. Masing-masing
ekstrak diiradiasi pada dosis 10 kGy dengan laju dosis 7 kGyjam selama 80 menit dan disiapkan pula ekstrak yang tidak diiradiasi sebagai kontrol untuk mengetahui
efektivitas antibakteri ekstrak hasil iradiasi. Tujuan dari iradiasi adalah untuk mengurangi jumlah cemaran mikroba sehingga dapat mempertahankan kualitas
ekstrak.
4.3 Standardisasi Ekstrak
Hasil standarisasi yang telah dilakukan terhadap ekstrak didapatkan hasil seperti terlihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data Standarisasi Ekstrak
Standarisasi Ekstrak
Temu Putih Mahkota Dewa
0 kGy 10 kGy
0 kGy 10 kGy
Susut pengeringan 19
19,5 24
24,5 Kadar abu total
1,73 1,76
2,96 2,97
Kadar abu tidak larut asam 0,41
0,42 0,71
0,73 Kadar sari larut air
37,5 26,5
72 68,5
Kadar sari larut etanol 47
62,5 19,5
17
Sebelum dilakukan uji aktivitas antibakteri, terlebih dahulu dilakukan uji mutu ekstrak yang terdiri dari susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
larut asam, kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol. Pengujian susut pengeringan bertujuan untuk memberikan gambaran batasan besarnya senyawa
yang hilang selama proses pengeringan. Hasil uji susut pengeringan menunjukkan ekstrak etanol rimpang temu putih non iradiasi sebesar 19 dan temu putih hasil
iradiasi sebesar 19,5. Sedangkan untuk mahkota dewa non iradiasi sebesar 24 dan untuk mahkota dewa hasil iradiasi sebesar 24,5. Uji selanjutnya adalah
pemeriksaan kadar abu total. Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui gambaran jumlah mineral internal dan eksternal yang terbentuk dari proses awal hingga
terbentuknya ekstrak. Kadar abu total ekstrak temu putih non iradiasi sebesar 1,73 dan ekstrak temu putih hasil iradiasi sebesar 1,76. Sedangkan untuk
mahkota dewa non iradiasi sebesar 2,96 dan mahkota dewa hasil iradiasi sebesar 2,97. Hasil ini telah memenuhi standar yang ditetapkan dalam the ayurvedic
pharmacopeia of india untuk ekstrak temu putih kadar abu total tidak lebih dari 7 dan untuk ekstrak mahkota dewa kadar abu total tidak lebih dari 6,8 sesuai
dengan farmakope herbal indonesia. Pemeriksaan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui gambaran jumlah mineral internal dan eksternal tak
larut asam yang terbentuk dari proses awal hingga terbentuknya ekstrak. Kadar abu tak larut asam ekstrak temu putih non iradiasi sebesar 0,41 dan ekstrak temu
putih hasil iradiasi sebesar 0,42. Sedangkan untuk mahkota dewa non iradiasi sebesar 0,71 dan untuk mahkota dewa hasil iradiasi sebesar 0,73. Hasil
pemerikasaan tersebut juga telah memenuhi standar yakni kadar abu tak larut asam ekstrak temu putih tidak lebih dari 2 dan mahkota dewa tidak lebih dari
2,9 Ratiasa et al., 2000. Berdasarkan pemeriksaan kadar sari larut air pada tabel 4.2 diketahui bahwa
kandungan senyawa terlarut dalam air ekstrak temu putih lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak buah mahkota dewa. Sebaliknya kandungan senyawa terlarut
dalam etanol ekstrak rimpang temu putih lebih besar dibandingkan dengan ekstrak buah mahkota dewa. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat kecendrungan
kelarutan ekstrak terhadap pelarut yang digunakan sehingga dapat mempermudah proses pelarutan zat aktif sebelum uji antibakteri dilaksanakan.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4 Penapisan Fitokimia Ekstrak