Perkembangan Jumlah Bank Umum di Indonesia

Yustina Tambunan : Analisis Pengaruh Suku Bunga Libor, Suku Bunga Sbi, Dan Inflasi Terhadap Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Umum, 2007. USU Repository © 2009 Pada tahun 2004 perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5,13 dibanding tahun 2003. Pertumbuhan PDB ini lebih tinggi dari pertumbuhan yang ditargetkan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN dimana pertumbuhan PDB ditargetkan sebesar 4,8. Meningkatnya arus investasi masuk dianggap sebagai salah satu kontributor meningkatnya pertumbuhan ekonomi tahun 2004 ini. Investasi merupakan salah satu faktor produksi sebagaimana tercermin melalui laju pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, investasi menjadi penggerak atau lokomotif kegiatan ekonomi nasional. Peningkatan investasi tahun 2004 ini, lebih didasari oleh meningkatnya tingkat kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia akibat kondisi ekonomi Indonesia yang mulai stabil. Melalui indikator makro ekonomi, suku bunga juga merupakan faktor indikator terpenting yang mampu mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penurunan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI, dimana pergerakan suku bunga ini diikuti oleh suku bunga domestik lainnya berdampak bagi penurunan investasi, baik yang berasal dari dalam negeri PMDN maupun dari modal asing PMA

4.2 Perkembangan Jumlah Bank Umum di Indonesia

Tingkat inflasi yang tinggi serta kondisi ekonomi makro secara umum yang tidak bagus, bersamaan dengan kondisi perbankan yang tidak dapat memobilisasikan dana dengan baik, telah membuat pemerintah mengambil suatu kebijakan untuk mengatur situasi yang tidak menguntungkan itu, pemerintah Yustina Tambunan : Analisis Pengaruh Suku Bunga Libor, Suku Bunga Sbi, Dan Inflasi Terhadap Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Umum, 2007. USU Repository © 2009 melakukan serangkaian kebijakan berupa deregulasi di sektor riil dan moneter. Pada awal tahun 1980-an diluncurkan deregulasi perbankan yang pertama kali bersamaan dengan restrukturisasi ekonomi secara keseluruhan, terutama untuk memperbaiki sektor keuangan dan sektor produktif riil yang berorientasi ekspor. Deregulasi 1 Juni 1983 merupakan titik awal dari liberalisme ekonomi Indonesia yang mengikuti irama ”idiologi ekonomi” dunia yang cenderung menganut sistem pasar bebas. Perubahan orientasi menuju ke arah penciptaan pasar bebas tersebut makin terdorong terutama sejak diluncurkannya Paket Deregulasi 27 Oktober 1988 Pakto’88 dengan kebebasan pendirian bank-bank. Sejak Pakto’88 itulah pertumbuhan bank baik dari segi jumlah bank, volume usaha, kredit yang diberikan dengan dana masyarakat yang dihimpun mengalami perkembangan pesat. Akibatnya, tingkat persaingan antarbank semakin kuat. Industri perbankan memiliki peranan yang sangat strategis dan keberadaannya mutlak diperlukan dalam kegiatan dan pembangunan ekonomi. Lembaga ini berperan sebagai perantara keuangan yang melakukan pengerahan dana masyarakat, sekaligus menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit. Pakto’88 telah memungkinkan berdirinya bank-bank baru sebagai konsekuensi dari misi dan tujuan kebijakan itu sendiri, yakni ”pasarisasi” lembaga keuangan atau perbankan agar pelaku-pelakunya makin banyak. Secara kuantitatif kebijakan Pakto’88 dinilai berhasil dalam menghadirkan pemain-pemain baru di sektor perbankan. Setiap tahun jumlah terus bertambah, meskipun persentase Yustina Tambunan : Analisis Pengaruh Suku Bunga Libor, Suku Bunga Sbi, Dan Inflasi Terhadap Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Umum, 2007. USU Repository © 2009 pertumbuhannya makin menurun dan tidak secepat pada saat diberlakukannya kebijakan tersebut. Paket kebijakan ini selain memberi fasilitas kemudahan kepada bank untuk menambah kantor operasionalnya, juga memberi keringanan penyetoran modal yakni hanya Rp 10 Milyar. Pemerintah juga memberikan kesempatan untuk mendirikan bank campuran, dengan persyaratan bahwa bank asing tersebut telah memiliki kantor perwakilan di Indonesia. Hasil dari proses ini, yakni kehadiran kelembagaan yang tidak cukup kuat untuk mencapai tujuan ”pasarisasi” sektor keuangan atau perbankan itu sendiri, yakni efesiensi dan harga modal yang lebih rendah. Yang justru terjadi sebaliknya, yakni harga modal makin tinggi, seperti ditunjukkan oleh tingginya tingkat suku bunga sejak diberlakukannya Pakto’88 tersebut. Modal disetor bagi bank campuran ditetapkan sebesar Rp 50 Milyar dan kepada pihak asing tersebut diberikan kesempatan penyetoran modal maksimum sebesar 85, dan bank nasional sebagai mitranya sebesar 15. Syarat untuk bank campuran pun tidak terlalu ketat sehingga begitu mudah untuk masuk ke dalam sektor keuangan di Indonesia pada saat itu. Melihat perkembangan jumlah bank umum Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa Pakto’88 telah berhasil mengundang para pemilik modal untuk mendirikan sejumlah bank-bank baru. Keadaan itu sekaligus menunjukkan bahwa cukup banyak pemilik modal yang tidak berpengalaman masuk ke sektor ini. Tetapi yang terjadi kemudian, kaitan yang erat antara pengusaha yang terlibat dalam bisnis dengan usaha perbankan sulit dipisahkan. Yustina Tambunan : Analisis Pengaruh Suku Bunga Libor, Suku Bunga Sbi, Dan Inflasi Terhadap Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Umum, 2007. USU Repository © 2009 Tabel 4.1 Perkembangan Jumlah Bank Umum dan Jumlah Kantor Tahun Bank Persero JB JK Bank Pembangunan Daerah JB JK Bank Swasta Nasional JB JK Bank Asing dan Campuran JB JK Jumlah Bank Umum JB JK 1988 7 1034 27 270 66 631 11 22 111 1957 1994 7 1490 27 645 166 3203 40 86 240 6026 1995 7 1635 27 705 165 3458 41 90 240 6590 1996 7 1707 27 745 164 3964 41 94 239 7314 1997 7 1843 27 822 144 4150 44 100 222 7860 1998 7 1875 27 822 1304 4150 44 106 208 7661 1999 7 1853 27 825 92 4150 40 104 164 7113 2000 5 1739 26 825 81 3892 39 101 151 Yustina Tambunan : Analisis Pengaruh Suku Bunga Libor, Suku Bunga Sbi, Dan Inflasi Terhadap Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Umum, 2007. USU Repository © 2009 6547 2001 5 1807 26 857 80 3988 34 113 145 6765 2002 5 1885 26 909 76 4043 34 114 141 7001 2003 5 2072 26 1003 76 4523 31 126 138 7730 2004 5 2112 26 1064 72 4635 30 128 133 7939 2005 5 2133 26 1090 71 4777 29 132 131 8132 Sumber : Bank Indonesia Medan Jika diamati lebih lanjut dari penambahan jumlah bank tersebut, pertumbuhan yang cepat dialami oleh bank umum swasta nasional, bank asing dan campuran, sedangkan jumlah bank pemerintah tidak mengalami perubahan, kecuali jumlah kantor operasionalnya. Pada tahun 2000-2005 jumlah bank umum mulai mengalami penurunan baik untuk bank umum pemerintah, bank pembangunan daerah, bank swasta nasional, bank asing dan campuran. Secara nasional, jumlah bank umum sebelum Pakto’88 diluncurkan, jumlah bank mencapai 111 bank. Pada tahun 1995 penambahan jumlah bank umum mencapai angka tertinggi, yaitu 240 bank. Jumlah ini kemudian berlahan-lahan mengalami penurunan, sehingga pada tahun 2005 jumlah bank sebanyak 131 bank dengan jumlah kantor operasionalnya sebanyak 8132 kantor. Jumlah bank umum swasta nasional sebelum dicanangkan Pakto’88, sebanyak 66 bank dan jumlah kantor operasionalnya sebanyak 631 kantor. Sampai Yustina Tambunan : Analisis Pengaruh Suku Bunga Libor, Suku Bunga Sbi, Dan Inflasi Terhadap Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Umum, 2007. USU Repository © 2009 akhir tahun 1995 jumlahnya meningkat menjadi 165 bank dengan jumlah kantor operasionalnya sebanyak 3458 kantor. Sejak saat itu jumlah bank swasta mengalami penurunan karena merger dan likuidasi yang dilakukan pemerintah pada 1 November 1997. Sementara jumlah bank asing dan campuran sebelum Pakto’88 hanya sebelas bank dan jumlah kantor operasionalnya 22 bank. Jumlah ini meningkat menjadi masing-masing 44 bank dengan 100 kantor, pada tahun 1997. Jumlah itu berlahan mengalami penurunan hingga tahun 2005 mencapai 29 bank dengan 132 kantor operasionalnya. Sejak tahun 1997 tidak ada penambahan jumlah bank baru yang mencolok. Menurut beberapa kalangan pada saat itu bank-bank pemerintah sebaiknya digabung menjadi bank yang kuat. Alasan penggabungan ini agar bank-bank pemerintah mampu menghadapi persaingan global yang sudah mulai terasa pada tahun 1997.

4.3 Perkembangan Suku Bunga Deposito Berjangka