PENDIDIKAN
ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER
30
berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan adat yang melekat dalam kodrat manusia yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk”
suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan
menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
A. Merunut Perkembangan Etika dan Budi Pekerti
Sebelumnya kita ketahui bahwa sejarah merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
Sedangkan perkembangan etika adalah pertumbuhan secara terus- menerus, bercabang dan hidup sepanjang waktu mengenai perubahan
tingkah laku atau segala sesuatu yang mengatur kegiatan manusia. Jadi maksud dari sejarah teori perkembangan etika dan budi pekerti
adalah suatu wacana yang membahas tentang kegiatan manusia mulai kapan mengenal etika dan budi pekerti. Sedangkan budi pekerti
mengacu pada pengertian bahasa Inggris yang diterjemahkan sebagai moralitas, yang berarti; adat istiadat, sopan santun, dan perilaku.
18
Pada sebuah museum di Konstantinopel terdapat koleksi benda kuno berupa lempengan tanah liat berasal dari tahun 3800 SM,
yang bertuliskan: “We haven fallen upon evil times and the world has waxed very
old and wicked. Politics are very corrupt. Children are no longer respectful to their parent.”
Makna yang terkandung dari tulisan tersebut adalah kita mengalami zaman edan dan dunia telah diliputi kemiskinan dan kejahatan.
Politik sangat korupsi. Anak-anak sama sekali tidak hormat kepada orang tuanya.
19
Kalau kita runut dari sejarahnya, masalah budi pekerti telah lama menjadi masalah hidup manusia seperti tercermin pada lempengan
18 Departemen Pendidikan, 1997, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 9, Balai Pustaka:
Jakarta, hlm. 891 19
Cahyoto, 2002. Budi Pekerti dalam Perspektif Pendidikan. Malang: Depdiknas-Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah-Pusat Penataran Guru IPS dan PMP Malang, hlm. 1
PENDIDIKAN
ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER
31
tanah liat tersebut, yang merunut beberapa pakar sejarah berasal dari zaman Babilonia, namun demikian tidak dijelaskan secara rinci
faktor penyebabnya. Dengan memperhatikan aspek politik yang disebut-sebut itu menunjukkan bahwa sistem pemerintahan negara
kurang baik sehingga mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyatnya.
20
Jika kita kaitkan dengan masa sekarang penduduk atau rakyat hidup miskin, sengsara tidak mengenal kerukunan atau toleransi
hidup karena pejabat pemerintahan yang tidak cerdas memegang amanah sebagai perwakilan rakyat. Sistem pemerintahan yang
sentralistik berdampak pada pengelolaan birokrasi yang carut marut dan membingungkan atau menelantarkan rakyat bawah buruh baik
dalam segala bidang.
Dalam filsafat Yunani hedonisme sudah ditemukan pada awal Aristippos dari Kyrene sekitar 433-355 S.M., seorang muridnya
bernama Sokrates telah bertanya tentang tujuan terakhir bagi kehidupan manusia atau apa yang sungguh-sungguh baik bagi manusia, tapi
ia sendiri tidak memberikan jawaban yang jelas atas pertanyaan itu dan hanya mengeritik jawaban-jawaban yang diberikan oleh orang
lain. Aristippos menjawab: yang sungguh baik bagi manusia adalah kesenangan. Hal itu telah terbukti karena sudah sejak masa kecilnya
manusia merasa tertarik akan kesenangan dan bila telah tercapai ia tidak mencari sesuatu yang lain lagi. Sebaliknya, ia selalu menjauhkan
diri dari ketidaksenangan.
21
Pembahasan filosofis tentang budi pekerti khususnya dari segi pendidikan moral sebagaimana dikemukakan oleh Kilpatrick
1948:470-486 terus berkembang dengan berbagai pendapat dan aspek budi pekerti itu sendiri. Ia mengutip beberapa pendapat
tentang hal ini, baik yang menyangkut perkembangan maupun latar belakang sulitnya pengembangan budi pekerti. Ajaran budi
pekerti di sekolah yang ditempuh melalui proses panjang itu dapat menghasilkan semangat pada diri siswa untuk memberontak atau
melawan tatanan budi pekerti. Salah satu penyebab adalah siswa
20 Nurul Zuriah, 2007, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan,
Penerbit. Bumi Aksara : Jakarta, hlm; 1 21
K. Bertens, 1999, ETIKA, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, hlm. 236
PENDIDIKAN
ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER
32
mencampakkan norma moral atau budi pekerti yang diajarkan dalam bentuk himpunan perintah dan larangan. Keadaan ini menjadikan
siswa melawan norma yang disebabkan oleh hal mendasar, yaitu siswa tidak percaya lagi kepada norma moral, yang ternyata tidak dapat
mengatasi masalah kemasyarakatan yang terus berkembang.
Etika pada masa zaman Arab Jahiliyah, manusia tidak ada yang membimbing. Mereka bebas berbuat menurut hawa nafsunya.
Mereka hidup tanpa mengenal Allah. Mereka hanya mempercayai dan menyembah berhala, menyembah matahari, menyembah bulan,
dan menyembah binatang. Keadaan mereka yang seperti ini sudah sangat jauh dari kebenaran. Selain itu, mereka juga menyembah
pecahan-pecahan batu, kayu dan onggokan pasir. Mereka tidak mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa, kematian manusia
dan juga hari kiamat. Dalam setiap kota mempunyai Tuhan-tuhan sendiri seperti Hubal, latta, Manna, dan Uza. Tuhan-tuhan itulah
yang sangat mereka hormati.
22
Ada beberapa fenomena Arab Jahiliyah yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam, di antaranya:
23
1. Berdo’a meminta kepada orang yang dianggap saleh. Ketika
memohon dan beribadah kepada Tuhan mereka, mereka minta pada orang saleh, dan mengharap syafa’at dari mereka.
2. Mengikuti jejak kefasikan orang yang berilmu dan ahli ibadah
yang hanya merunutkan hawa nafsunya. 3.
Percaya sepenuh hati terhadap sihir dan kurafat. 4.
Menyucikan makhluk seperti layaknya sang Khalik. 5.
Munafik dalam akidah. Masalah etika dan budi pekerti telah lama menjadi masalah
hidup manusia. Pembahasan filosofis tentang etika dan budi pekerti khususnya dari pendidikan moral terus berkembang dengan berbagai
pendapat dan aspek yang menyangkut perkembangan maupun latar belakang sulitnya perkembangan budi pekerti. Hal ini menjadikan
22 M. Yatimin Abdullah, Ibid, hlm. 493.
23 Ibid, hlm. 496-498
PENDIDIKAN
ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER
33
norma moral atau budi pekerti mengalami krisis kewibawaan. Dan pada kenyataannya juga menyeret kewibawaan seorang pendidik.
Sebagai pendidik guru yang diistilahkan suatu profesi yang dianggap aman karena orang dulu menyebut guru “digugu lan ditiru” , saat ini
sudah mulai hilang. Banyak guru yang tidak mempunyai etos kerja dan modal sebagai seorang guru.
24
Namun demikian, etika dan budi pekerti seseorang sebenarnya dapat dikembangkan dengan menggunakan landasan kemampuan
dan kebiasaan hidup berdasarkan norma yang ada dalam masyarakat. Penerapan tindakan untuk memperoleh pengalaman tentang dunia
nyata atau lingkungan hidup sangat berperan dalam pembelajaran etika dan budi pekerti. Dengan demikian, perkembangan etika dan
budi pekerti merupakan aneka ragam pengalaman peran berdasarkan situasi tertentu.
Ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa istilah budi pekerti atau moral dalam pengertian yang terluas adalah pendidikan. Dengan
kata lain, budi pekerti mempelajari arti diri sendiri kesadaran diri dan penerapan arti diri itu dalam bentuk tindakan. Dengan penerapan
tersebut orang akan memperoleh pengalaman tentang dunia nyata atau lingkungan hidup yang sangat berperan dalam pembelajaran
budi pekerti. Sehingga seyogyanya pendidik bisa membantu siswa untuk mencari dan memperoleh unsur budi pekerti serta memotivasi
untuk perkembangan dirinya.
Pendapat ini yang mendasari prinsip bahwa lembaga pendidikan dapat memberikan sumbangan yang matang tentang budi pekerti
dan memberi kesempatan kepada anak didiknya untuk melaksanakan peran etika dan budi pekertinya dalam kehidupan sehari harinya
baik sebagai individu, masyarakat dan bangsa.
Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan siswa yang berasal dari keluarga yang mendidik kejujuran dengan keluarga yang mendidik penuh dengan pelanggaran. Keluarga
yang penuh pelanggaran menampilkan sosok siswa yang juga senang melakukan pelanggaran karena orang tua yang berpenampilan
24 Abdul karim, Guru Digugu lan Ditiru, Surabaya: hlm. 3
PENDIDIKAN
ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER
34
memberi contoh buruk, sering bertengkar, disiplin rendah sekali, sikap yang tidak mematuhi norma masyarakat, karena faktor kemiskinan
maupun kemampuan ekonomi yang tidak menentu. Bagi siswa yang berasal dari keluarga dengan kejujuran menampakkan hal
yang sebaliknya. Sikap yang senantiasa memegang tanggung jawab pada setiap kegiatan atau perbuatan yang dilakukannya. Senantiasa
mementingkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Sikap yang demikian inilah perlu dibiasakan kepada anak sejak usia dini,
25
baik melalui pendidikan etika dan budi pekerti dalam keluarga, sekolah, serta di lingkungan masyarakat.
Penyimpangan perilaku dari budi pekerti yang terjadi pada seseorang akan terkena sanksi atau ancaman hukuman oleh lingkungan
masyarakatnya, misalnya sekolah, sanksi dijatuhkan secepatnya kepada siswa karena melanggar disiplin sekolah dengan cara ditegur
atau diperingatkan. Seyogyanya hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang siswa perlu dipertimbangkan lagi keefektifannya dengan
mengacu pada tujuan yang sebaik-baiknya.
B. Teori Pengembangan Moral dalam Pendidikan Budi Pekerti