PENDIDIKAN
ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER
13
BAB II HAKIKAT ETIKA DAN BUDI PEKERTI
A. Pengertian Etika dan Budi Pekerti
1. Apakah Etika itu?
13
Etika adalah bagian filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi orang yang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik
dalam hidup. Sering kita mendengar istilah etika, estetika, dan etiket. Dalam rangka menjernihkan istilah tersebut, kita artikan secara bahasa
etika berarti adat istiadat, estetika; keindahan, dan etiket berarti sopan santun. Ketiga istilah tersebut mempunyai persamaan arti, pertama;
menyangkut perilaku manusia. Kedua, mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya, memberi norma bagi perilaku manusia
dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
14
Hal ini tidak hanya didapatkan pada kaum intelektual tapi juga para pedagang maupun profesi yang lain.
Seperti contoh dalam majalah atau media cetak sering kita dapatkan kata-kata itu sebagai obrolan, dalam dunia bisnis etika
merosot terus dan hal itu harus segera dikendalikan. Akan tetapi di TV banyak ditanyangkan gambar-gambar yang kurang etis hal itu
kurang menunjukkan kebesaran etika. Dalam ceramah atau pidato banyak dibahas atau ditekankan pada masalah pentingnya etika dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari, baik di masyarakat maupun di lingkungan pejabat atau formal.
Buku ini membahas tentang etika dan dalam hal ini “etika” dimengerti sebagai filsafat moral. Kata “etika” tidak selalu dipakai
dalam arti itu saja, untuk lebih jelasnya maka kita pelajari arti dari beberapa istilah lain yang dekat dengan makna “etika”.
13 Robert C. Solomon, Etika Suatu Pengantar, 1984, Penerbit Erlangga, hlm; 2-3
14 K. Bertens, ETIKA, 1999, Gramedia Pustaka: Jakarta, hlm.8-9
PENDIDIKAN
ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER
14
a. Etika dan Moral Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani
ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak;
perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak “ta etha” artinya adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi
terbentuknya istilah “etika” yang oleh filsuf Yunani Besar Aristoteles 384-322 S.M. sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.
Kata yang cukup dekat dengan “etika” adalah “moral”. Kata ini berasal dari bahasa latin mos jamak: mores yang berarti juga:
kebiasaan, adat. Jadi secara etimologi kata “etika” sama dengan kata “moral”, karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat
kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda; yang pertama berasal dari bahasa Yunani, sedang yang kedua dari bahasa latin.
Etika lebih condong kearah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode etik. Moralitas adalah sifat
moral atau keseluruhan asas atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk.
Dua kaidah dasar moral adalah : ∙
Kaidah Sikap Baik. Pada dasarnya kita mesti bersikap baik terhadap apa saja. Bagaimana sikap baik itu harus
dinyatakan dalam bentuk yang kongkret, tergantung dari apa yang baik dalam situasi kongkret itu.
∙ Kaidah Keadilan. Prinsip keadilan adalah kesamaan yang
masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Kesamaan beban yang terpakai harus dipikulkan harus
sama, yang tentu saja disesuaikan dengan kadar anggota masing-masing.
b. Amoral dan Immoral Kata Inggris amoral berarti; tidak berhubungan dengan konteks
moral, di luar suasana etis, “non-moral”. Dalam kamus yang sama immoral dijelaskan sebagai “opposed to morality; morally evil”, jadi,
PENDIDIKAN
ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER
15
kata Immoral berarti: “bertentangan dengan moralitas yang baik”, “secara moral buruk”, “tidak etis”.
15
c. Etika dan Etiket Kerap kali dua istilah ini dicampur adukkan begitu saja, padahal
perbedaan diantaranya sangat hakiki. “Etika“ disini berarti “moral” dan “etiket” berarti “sopan santun”. Disamping ada perbedaan
juga ada juga persamaan. Pertama, etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah ini hanya kita pakai mengenai manusia.
Hewan tidak mengenal etika dan etiket.
16
Sedangkan perbedaan istilah tersebut adalah;
Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya, cara
yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu. Misalnya kita memberikan sesuatu kepada orang lain dengan
menggunkan tangan kanan. Dianggap melanggar etiket jika kita menggunakan tangan kiri.
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku.
Misalnya, ada banyak perarturan etiket yang mengatur cara kita makan. Dianggap melanggar etiket, bila kita makan sambil
berbunyi atau dengan meletakkan kaki diatas meja, dsb.
Etiket bersifat relative. Yang dinggap tidak sopan dalam satu kebudayan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
Misalnya makan dengan tersendawa. lain halnya dengan “etika”. Etika jauh lebih absolute. “jangan mencuri”, “jangan
berbohong” dll ini merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar atau mudah diberi “dispensasi”.
Jika kita berbicara tentang etiket, kita hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedang etika menyangkut manusia dari
segi dalam. Bisa saja orang tampil sebagai “musang berbulu ayam:; dari luar sangat sopan dan halus, tapi di dalam penuh
15 K.Bertens, ETIKA, 1999, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, hlm; 7
16 Ninik Indawati, 2009. Buku Ajar Etika dan Budi Pekerti, Diterbitkan di Universitas
Kanjuruhan Malang.hlm.6-7
PENDIDIKAN
ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER
16
kebusukan. Banyak penipu berhasil dengan maksud jahat mereka, justru karena penampilannya begitu halus dan menawan hati,
sehingga mudah menyakinkan orang lain.
d. Moral dan Hukum Sebenarnya antara keduanya terdapat hubungan yang cukup
erat. Karena antara satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas hukum ditentukan oleh moralnya.
Karena itu hukum harus dinilaidiukur dengan norma moral. Undang- undang moral tidak dapat diganti apabila dalam suatu masyarakat
kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Sebaliknya moral pun membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja
apabila tidak dikukuhkan, diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum dapat meningkatkan dampak
social moralitas. Walaupun begitu tetap saja antara Moral dan Hukum harus dibedakan. Perbedaan tersebut antara lain :
∙
Hukum bersifat obyektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab undang-undang. Maka hukum lebih memiliki
kepastian yang lebih besar.
∙ Norma bersifat subyektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh
pertanyaan atau diskusi yang menginginkan kejelasan tentang etis dan tidaknya.
∙ Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku
lahiriah manusia saja. ∙
Sedangkan moralitas menyangkut perilaku batin seseorang. ∙
Sanksi hukum bisanya dapat dipaksakan. ∙
Sedangkan sanksi moral satu-satunya adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya akan merasa tidak tenang.
∙ Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak
masyarakat. ∙
Sedangkan moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat Etika dan Agama
PENDIDIKAN
ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER
17
e. Etika dan agama Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup
membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Perbedaan antara etika dan ajaran moral
agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri
pada wahyu Tuhan dan ajaran agama.
Kedudukan etika sangatlah penting dalam kehidupan manusia, sebagai makhluk individu, maupun sosial dan bangsa. Sebab jatuh
bangunnya suatu masyarakat tergantung pada bagaimana etikanya. Apabila etikanya baik, sejahteralah lahir batinnya; bila etikanya rusak,
rusaklah lahir dan batinnya.
Kejayaan seseorang terletak kepada etikanya yang baik. Etika yang baik selalu membuat seseorang menjadi aman, tenang dan tidak
ada perbuatan yang tercela. Seseorang yang beretika mulia selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Dia melakuakan kewajiban
terhadap dirinya sendiri yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhan yang menjadi hak Tuhannya, terhadap makhluk lain dan terhadap
sesama manusia.
17
B. Sumber-Sumber Nilai Etika