Visi dan Misi Pendidikan Budi Pekerti Tujuan dan Sasaran Pendidikan Budi Pekerti

PENDIDIKAN ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER 43 intelegensia. Kedua, afektif, yang berkenaan dengan perasaan, emosional, pembentukan sikap di dalam diri pribadi seseorang dengan terbentuknya sikap, simpati, antipati, mencintai, membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua dapat digolongkan sebagai kecerdasan emosional. Ketiga, psikomotorik, adalah berkenaan dengan aktion, perbuatan, prilaku, dan seterusnya. Apabila disinkronkan ketiga ranah tersebut dapat disimpulkan bahwa dari memiliki pengetahuan tentang sesuatu, kemudian memiliki sikap tentang hal tersebut dan selanjutnya berprilaku sesuai dengan apa yang diketahuinya dan apa yang disikapinya. Pendidikan budi pekerti, adalah meliputi ketiga aspek tersebut. Seseorang mesti mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk. Selanjutnya bagaimana seseorang memiliki sikap terhadap baik dan buruk, dimana seseorang sampai ketingkat mencintai kebaikan dan membenci keburukan. pada tingkat berikutnya bertindak, berprilaku sesuai dengan nilai-nilai kebaikan, sehingga muncullah akhlak dan budi pekerti mulia.

B. Visi dan Misi Pendidikan Budi Pekerti

1. Visi Visi pendidikan budi pekerti dalam konteks ini adalah kemampuan untuk memandang arah pendidikan budi pekerti ke depan dengan berpijak pada permasalahan saat ini untuk disusun perencanaan secara bijak dan mewujudkan proses pengembangan budi pekerti siswa yang terarah kepada kemampuan berpikir rasional, memiliki kesadaran moral, berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas perilakunya berdasarkan hak dan kewajiban warga Negara yang pada gilirannya mampu bekerja sama dengan anggota masyarakat lainnya. Selain itu visi pendidikan budi pekerti adalah mewujudkan budi pekerti sebagai bentuk pendidikan nilai, moral, etika yang berfungsi menumbuhkembangkan individu warga Negara Indonesia yang berakhlak mulia dalam berpikir, sikap dan perbuatannya sehari- hari, yang secara kurikuler benar-benar menjiwai dan memaknai PENDIDIKAN ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER 44 semua mata pelajaran yang relevan serta system sosial cultural dunia pendidikan sehingga dari dalam diri setiap lulusan setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan terpancar akhlak mulia. 2. Misi Adapun misi adalah harapan pendidikan budi pekerti untuk mencapai tujuan pembelajaran. lebih lanjut misi pendidikan budi pekerti adalah sebagai berikut; a Membantu siswa memahami kecenderungan masyarakat yang terbuka dalam era globalisasi, tuntutan kualitas dalam segala bidang, dan kehidupan yang demokratis dengan tetap berdasarkan norma budi pekerti warga Negara Indonesia. b Membantu siswa memahami disiplin ilmu yang berperan mengembangkan budi pekerti diperoleh wawasan keilmuan yang berguna untuk mengembangkan penggunaan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara. c Membantu siswa memahami arti demokrasi dengan cara belajar dalam suasana demokratis sebagai upaya mewujudkan yang lebih demokratis.

C. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Budi Pekerti

Dalam Sistem Pendidikan Nasional, rumusan tujuan pendidikan baik tujuan Kurikuler maupun tujuan Instruksional menggunakan klasifikasi belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar dibagi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, ranah afektif berkenaan dengan sikap, dan ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan untuk bertindak. Menurut Haidar Putra Daulay, mengatakan bahwa tujuan pendidikan Budi Pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap dan prilaku siswa yang memancarkan akhlak muliabudi pekerti luhur. Dengan kata lain dalam pendidikan Budi Pekerti, nilai-nilai yang ingin dibentuk adalah nilai-nilai akhlak yang mulia. yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia kedalam diri peserta didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya. Adapun tujuan PENDIDIKAN ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER 45 Pendidikan Budi Pekerti sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro adalah “ngerti-ngerasa-ngelakoni” menyadari, menginsyafi dan melakukan. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa Pendidikan Budi pekerti adalah bentuk pendidikan dan pengajaran yang menitikberatkan pada prilaku dan tindakan siswa dalam mengapresiasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai budi pekerti kedalam tingkah laku sehari-hari. Implementasi nilai budi pekerti: Basa Jawi mengandung nilai-nilai budaya dan adat istiadat masyarakat Jawa yang sangat menghargai perbedaan dan menghormati tata krama dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti, terdapat tatanan Bahasa Jawa Ngoko kasarbiasa, Krama halussopan dan Krama Inggil sangat sopansangat halus. Strata dalam berkomunikasi dalam Bahasa Jawa tersebut mengandung unsur pendidikan budi pekerti dengan menghargai perbedaan dan menghormati seseorang misalnya kepada orang tua, guru, atasan, kawan, dan sesuai asas norma kehidupan bermasyarakat Jawa pada umumnya. Misalnya:  Penggunaan unsur kata “Panjenengan” Krama Inggil untuk menghormati orang yang dianggap lebih tua, dan itu harus sering dipakai apabila menyapa seseorang yang lebih senior atau untuk para pejabat Yang Dipertuan Agung. Namun begitu, unsur kata “Sampeyan” yang artinya sama Krama, Koen atau Kowe Ngoko, model Bahasa Jawa Timuran, tetap menjadi unsur komunikasi sehari-hari di masyarakat. Bedanya, “Panjenengan” itu lazim digunakan menghormati orang dengan sangat halus Jawa Mataraman dan “Koen” sifatnya datar seperti dalam komunikasi kehidupan di masyarakat Jawa Timuran Dialek Jawa Timur.  Implementasi pendidikan budi pekerti ini juga diterapkan kepada siswa TK dan SD, disaat siswa memberikan penghormatan kepada guru ketika bertemu di sekolah yaitu dengan mencium tangan guru sebagai rasa hormat. Dan rasa patuh kepada orang yang lebih senior juga diterapkan di sekolah agar siswa tersebut terbiasa menghargai budaya unggah-ungguh dalam kehidupannya sehari-hari. PENDIDIKAN ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER 46  Kemudian dalam pengembangannya, mapel Bahasa Jawa ini telah masuk dalam kategori KTSP yang mesti dikembangkan oleh masing-masing sekolah.  Proses pembelajaran budi pekerti harus diupayakan agar menarik, menantang, dan menyenangkan siswa dan guru. Untuk itu, berbagai metode belajar yang mengaktifkan siswa secara mental dan sosial seperti simulasi, analisis, media massa, proyek, aksi sosial, pemecahan masalah secara kelompok, pertunjukan, dll, perlu diterapkan dan dikelola secara efektif. Dari sudut guru dan pengelola pendidikan perlu diupayakan untuk menjadikan guru dan unsur pengelola pendidikan sebagai teladan insan yang berbudi pekerti. Dengan demikian para siswa akan dapat melakukan proses identifikasi dan pembiasaan berperilaku yang baik. Artikel ini disarikan dari makalah seminar pendidikan budi pekerti di Denpasar, 27 Maret 2004 Untuk mengimplementasikan pendidikan budi pekerti diperlukan optimalisasi peran dan tanggungjawab berbagai pihak: Pertama, peran sekolah. Hal ini bisa diwujudkan melalui 1 keteladanan guru. Guru merupakan panutan dalam segala hal, termasuk pembinaan akhlak. Keteladanan merupakan strategi dan metode efektif untuk pembelajaran dan pendidikan. Guru yang menjadi pendidik harus memenuhi kriteria, a bertakwa kepada Allah SWT; b ikhlas berkorban karena merindukan rida-Nya; c berilmu pengetahuan luas mengenai kekuasaan Allah; d santun, lemah lembut sabar, dan pemaaf, serta e memiliki rasa tanggung jawab tinggi dan berlaku adil. Adapun tujuan Pendidikan Budi Pekerti sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro adalah “ngerti-ngerasa- ngelakoni” menyadari, menginsyafi dan melakukan. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa Pendidikan Budi pekerti adalah bentuk pendidikan dan pengajaran yang menitikberatkan pada prilaku dan tindakan siswa dalam mengapresiasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai budi pekerti ke dalam tingkah laku sehari-hari. Pertama: Pengintegrasian pendidikan budi pekerti dengan mata pelajaran lainnya. Sebab, pendidikan budi pekerti tidak hanya PENDIDIKAN ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER 47 tugas bagi guru pendidikan agama Islam PAT, tetapi tugas semua guru. Guru harus mampu mengaitkan pendidikan budi pekerti dengan mata pelajarannya. Guru geografi, geologi, dan astronomi, misalnya, menjelaskan kepada peserta didik bahwa alam yang kita tempati ini, dengan langit dan buminya, teratur dengan sangat rapi. Ini menunjukkan alam ini diciptakan Pencipta Yang Mahabijaksana dan Mahatahu. Guru matematika menjelaskan perhitungan dengan contoh-contoh perhitungan zakat harta atau perhitungan warisan. Guru bahasa dan sastra berusaha agar tema-tema yang diajarkan, baik pada bagian mengarang, cerita, maupun puisi, mengandung ide-ide Islami. Kedua; Membentuk lingkungan sekolah sebagai laboratorium pengamalan nilai-nilai agama. Misalnya, salat fardu berjamaah, salat Dhuha saat istirahat tada-rus Al-quran di awal kegiatan be-lajar- mengajar, membiasakan puasa sunah senin dan kamis, mengucapkan salam, serta menggelar kantin kejujuran.Kedua, peran keluarga. Melalui keluarga, pendidikan prasekolah bisa didapatkan. Selain itu, pengembangan kecerdasan afektif dan psikomotorik pun membutuhkan peran keluarga dalam pengembangannya. Keluarga juga berperan dalam pemberian gizi yang cukup dalam menjamin tumbuh kembang anak. Dan yang paling utama adalah pembentukan sikap dan mental anak. Ketiga, peran masyarakat; hal ini bisa diwujudkan melalui kontrol sosial masyarakat. Kontrol sosial ini haruslah membangun nilai-nilai religius, serta menciptakan mental yang sehat diharapkan masyarakat turut memberikan teguran pada pelajar saat menjumpai mereka berkeliaran setelah pulang sekolah atau pada saat jam-jam sekolah. Keempat, peran pemerintah. Bisa dibilang pemerintah kurang serius dalam pembangunan pendidikan. Mulai dari kebijakannya sampai pengawasannya. Sebagai contoh, masih ada sekolah kekurangan guru, belum lagi tidak meratanya penyebaran guru. Pemerintah juga masih sangat minim perhatiannya dalam pemenuhan sarana dan fasilitas pembelajaran. Penyelenggaraan pendidikan adalah amanah PENDIDIKAN ETIKA DAN BUDI PEKERTI BERBASIS KARAKTER 48 negara bagi pemerintah. Hal ini tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan juga termaktub dalam UUD itu sendiri. Demikian pula UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas Pasal 49 ayat 1 yang menegaskan, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN dan minimal 20 persen dari APBD. Dengan kata lain dalam pendidikan Budi Pekerti, nilai-nilai yang ingin dibentuk adalah nilai-nilai akhlak yang mulia. yaitu ertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia kedalam diri peserta didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.

D. Kegunaan dan Fungsi Pendidikan Budi Pekerti