19
BAB 3 PENERAPAN ARSITEKTUR HIJAU PADA KAWASAN
3.1 Arsitektur Hijau Pendekatan arsitektur yang akan dipakai pada kawasan adalah Green
Architecture atau sering disebut sebagai Arsitektur Hijau. Arsitektur Hijau atau
„arsitektur berkelanjutan‟ adalah arsitektur yang didesain dengan keramahan lingkungan. Kemudian tujuan dari „berkelanjutan‟ atau „arsitektur hijau‟ adalah untuk menciptakan
struktur yang indah dan fungsional, akan tetapi juga memberikan kontribusi untuk keberlanjutan budaya dan kehidupan. Perhatian di dalam arsitektur keberlanjutan tumbuh
secara radikal di awal abad ke-21, hal ini terjadi akibat dari respon perkembangan lingkungan, tetapi pada kenyataannya masyarakat telah membangun keberlanjutan selama
ribuan tahun. Di sini „hijau‟ atau „berkelanjutan‟ berhubungan dengan efisiensi penggunaan bahan-bahan seperti air, energi, material, habitat alami yang disumbangkan
pada lingkungan dan kesehatan manusia yang ‘well being’. Banyak praktik yang
dilakukan pada saat sekarang ini cenderung buta arah karena tidak diikuti dengan teori atau tidak bersandar pada teori yang tidak mampu bertahan viable. Penggabungan teori
dengan praktik secara khusus mencolok di dalam arsitektur Skolimowski 2004:122. Perkembangan desain inilah yang membuat kesalahan dalam memahami
lingkungan dan alam serta kehidupan masyarakat urban dan tradisional. Lokasi menjadi sangat penting dalam mengungkapkan proses desainnya, sehingga pengalaman teori dari
pendidikan formal yang didapat para arsitek harus dapat diterjemahkan ke dalam pemikiran praksis lingkungan alamnya. Ditambahkan oleh Skolimowski 2004:122
bahwa arsitektur membangun suatu jembatan di antara logos dengan praksis; ia adalah suatu titik di mana kedua hal itu bertemu. Karena alasan ini arsitektur memperlihatkan
Universitas Sumatera Utara
secara nyata kebesaran visi-visi kita dan juga kegagalan konsep yang lebih besar. Singkatnya, di dalam arsitektur banyak ide yang didiskusikan di dalam bab-bab
sebelumnya sehingga menemukan suatu perwujudan yang dapat dilihat. Pendapat Wines 2008 menjadi sangat jelas bahwa bangunan-bangunan telah
mengkonsumsi seperenam sumber air bersih dunia, seperempat produksi kayu dunia, dan duaperlima bahan bakar dari fosil. Oleh karena itu arsitektur merupakan salah satu target
utama dari reformasi ekologi. Meskipun beberapa arsitek telah melakukan rancangan bangunannya yang katanya „environmental friendly’, namun kenyataanya masih banyak
yang belum sadar akan hal itu. Mereka tetap melakukan rancangannya baik dengan spirit teknologi maupun mengkopi masa lalu yang dikombinasikan dengan industrialisasi.
Sebenarnya pemikiran ke depan adalah bagaimana arsitek sebagai manusia tidak akan membiarkan sebuah bangunan yang secara estetika buruk meskipun bangunan itu dibalut
dengan nama arsitektur „hemat energi‟ atau arsitektur „ramah lingkungan‟. Radikalisme arsitektur mulai berkembang dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan, kemudian alam dijadikan tempat sebagai pelampiasan inspirasi untuk merepresentasikan model karya arsitekturnya, yang dikatakan arsitektur yang tanggap
terhadap kondisi alam dan bumi saat ini. Apakah arsitektur yang berkelanjutan itu merupakan spirit atau style yang dapat
terintegrasi dalam sutuasi dan kondisi lingkungan sekitarnya. “Hijau merupakan istilah yang menjadi konsep sustainable development atau pembangunan berkelanjutan
sebagaimana yang diterapkan pada bangunan industri. Arsitektur „hijau‟ ialah arsitektur yang memepertimbangkan konsep pembangunan berkelanjutan” Saraswati 2011:4.
Jawaban itu harus dimulai sejak awal rancangan bangunan itu, kemudian proses pembangunannya dan terakhir sesudah bangunan itu berdiri. Sebenarnya pengertian
bangunan „hijau‟ dalam konteks arsitektur bangunan gedung tidak terlepas denga
Universitas Sumatera Utara
pengertian arsitektur bioklimatik, arsitektur ramah lingkungan maupun arsitektur hemat energi Saraswati 2011:11. Arsitektur hijau atau desain hijau adalah sebuah pendekatan
pada bangunan yang meminimalkan efek kerusakan terkait dengan kesehatan manusia dan lingkungannya. Arsitek hijau atau perancang berusaha untuk melindungi udara, air
dan tanah dengan memilih material bangunan ramah lingkungan dan praktek konstruksi. Bangunan hijau menggunakan konstruksi nyata dan material yang bertanggung-jawab
pada lingkungan, dan efisiensi bahan dan fase desain melalui perawatan dan idealnya untuk merenovasi maupun dekonstruksi.
Keberlanjutan terkait dengan aspek lingkungan alami dan buatan, penggunaan energi, ekonomi, sosial, budaya, dan kelembagaan. Penerapan arsitektur hijau akan
memberi peluang besar terhadap kehidupan manusia secara berkelanjutan. Aplikasi arsitektur hijau akan menciptakan suatu bentuk arsitektur yang berkelanjutan
terhadap kawasan Kampung Hamdan ini. Untuk pemahaman dasar arsitektur hijau yang berkelanjutan, meliputi di
antaranya lansekap, interior, dan segi arsitekturnya menjadi satu kesatuan. Dalam contoh kecil, arsitektur hijau bisa juga diterapkan di sekitar lingkungan kita. Misalnya, dalam
perhitungan kasar, jika luas rumah adalah seratus meter persegi, dengan pemakaian lahan untuk bangunan adalah enam puluh meter persegi, maka sisa empat puluh meter persegi
lahan hijau, Jadi komposisinya adalah enam puluh banding empat puluh. Selain itu membuat atap dan dinding menjadi konsep roof garden dan green wall. Dinding bukan
sekadar beton atau batu alam, melainkan dapat ditumbuhi tanaman merambat. Selain itu, tujuan pokok arsitektur hijau adalah menciptakan eco desain, arsitektur ramah
lingkungan, arsitektur alami, dan pembangunan berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, arsitektur hijau diterapkan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan pemakaian bahan-bahan yang mereduksi dampak bangunan terhadap
kesehatan. Arsitektur hijau juga dapat direncanakan melalui tata letak, konstruksi, operasi dan pemeliharaan bangunan.
3.2 Aspek Berkelanjutan