Penyesuaian Prilaku Pola Adaptasi keluarga amalgamasi di Desa Tengah.

78 berAmalgamasi dalam penyesesuaian dirinya dalam Bahasa yang sering digunakan pasangannya: “ saya memang bukan orang karo, tapi kerna istri saya itu orang karo dan saya tinggal diwilayah karo, saya pelan pelan menyesesuaikanlah cara cakap ke orang sini, kadang pakai Bahasa Indonesia, kadang saya campur-campur dengan Bahasa karo sitik- sitik hehehe” Muhammad Nazir, September 2016. Hal yang serupa juga disampaikan informan ini: “kalok aku dulu dek, mau cakap pun segan sama mertua, kerna mertuaku ga tau dia Bahasa Indonesia, mau ngomong pun susah, jadi takut salam paham aku pun udah lama tinggal disini lama- lama bisa lah kumengerti Bahasa karo, walaupun masih susah aku kalo balas orang ngomong, tapi aku ngertilah aku yang dibilangnya” Modesta Rumapae, September 2016 Berdasarkan wawancara dengan informan di atas yang merupakan Etnis pendatang di desa Tengah yang menikah dengan Etnis Karo di desa ini, proses penyesuaian Bahasa yang dilakukan oleh pak Muhammad Nazir dengan Ibu Modesta Rumapae yang beretnis Batak dan Melayu ini di dalam keluarganya, demi tercipta suatu kesesuaian dan dapat diterima dengan baik oleh pasangannya, keluarganya, maupun lingkungannya.

4.7.3. Penyesuaian Prilaku

Penyesuaian perilaku merupakan salah satu dari pola adaptasi yang dilakukan Etnis pendatang kepada pasangannya, kerabat mertua, kakak dan ipar, dan masyarakat di Desa Tengah. Dimana etnis pendatang seperti Etnis Jawa, Batak Toba dan Melayu memiliki perilaku dan tingkah yang berbeda-beda sesuai dengan kebiasaan yang diterapkan pada keluarga inti mereka sejak kecil, atau dapat dikatakan sesuai dengan budaya asli mereka yang telah ditanamkan sejak kecil. Dalam hal ini, penyesuaian diri atau perilaku mereka pada lingkungannya Universitas Sumatera Utara 79 yang baru tentunya menemukan banyak perbedaan-perbedaan dan kecanggungan- kecanggungan. Hal ini seperti yang diperoleh dari wawancara oleh salah satu informan berikut: “ awalnya aku itu heran pas dengar mama mertua laki-laki” ngomong, dia kayak marah-marah disamping aku ndak tau dia ngomong apa hahha, rupanya nada bicaranya aja yang kayak orang marah, itupun aku tau pas udah lama, awalnya kalo ngomong sama dia aku takut kali, kusangka dia marah soalnya, memang orang karo ini suaranya besar-besar kalo ngomong, ga selo lah gitu dia ngomongnya walaupun baek-baek maksudnya,jadi sekarang kalo ngomong aku agak tegaslah sekarang, ya namanya orang jawa ya dek, kadang ngomong pelan, orang sini ga dengar, jadi mesti kuat- kuat juga hahha” Sudaryono, Oktober 2016. Berdasarkan wawancara dengan infroman tersebut, dapat dilihat perilaku pak Sudaryono yang beretnis Jawa juga merupakan etnis pendatang di Desa Tengah. Beliau yang dimana cenderung lemah-lembut dalam berbicara, dan berbicara dengan nada yang rendah menyesuaikan perilakunya dalam berbicara dengan keluargamertuanya yang beretnis Karo yang cenderung berbicara dengan nada yang tinggi. Hal ini menimbulkan penyesesuain perilaku bagi Etnis pendatang terhadap budaya aslinya dengan budaya dilingkungan tempat tinggalnya. Demi menghindari suatu perbedaan dari dirinya dengan penduduk setempat maupun keluarganya. Hubungan antara etnis Jawa, Batak Toba dengan etnis Karo di desa Tengah dengan latar belakang perkawinan campuran Amalgamasi yang terjadi, menyebabkan penyesuaian perilaku antar etnis pendatang tersebut dengan sendirinya memposisikan dirinya sebagai again dari penduduk si manteki kuta dnegan cara menyesuaikan perilaku mereka dengan kebiasaan yang dilihat, didengar dan dipelajarinya, begitu pun sebaliknya. Dalam suatu perkawinan Universitas Sumatera Utara 80 Amalgamasi suamiistri menyesuaikan perilakunya terhadap pasangannya satu sama lain.Hal ini juga disampaikan oleh informan berikut: “ kalo dibatak itu nak, sikapnya ke saudara itu sangat peduli sekali, itu kulihat buktinya langsung, kekerabatan orang itu erat kalok ada kelaurga yang miskin ga segan-segan orang itu nolong langsung, beda lah sama orang karo, ada keluarga yang miskin di “dicuraki” dulu baru dibantu hahha, makanya kuliat keluarga suamiku yang batak itu enak gitu nengoknya baik orang itu sama keluarganya, makanya dia sama keluargaku pun gitu jugak, jadi aku pun terikutlah” Ana Bangun, Oktober 2016. Etnis Batak yang di anggap sangat kuat tali persaudarannya dapat dilihat dari pendapat bu Ana mengenai suaminya yang beretnis Batak, beliau membandingkan perilaku suaminya dengan perilaknya berdasarkan budaya dan kebiasaan mereka masing-masing, yang dapat dilihatnya bahwa etnis Batak selalu membantu keluarga yang kekurangan. Hal yang dinilai baik bagi individu dalam penyesuaian perilakunya dengan pasangannya, maka secara tidak langsung individu tersebut akan meniru dan menyesesuaikan perilakunya terhadap pasangannya, sesuai dengan yang disampaikan oleh bu Ana Bangun. Hal yang sama juga disampaikan infroman berikut: “kalau di desa Tengah ini masyarakatnya pekerja keras, maklum kan orang karo memang gitu, jadi aku liatny terpacu untuk maju jugak, dulu kerja aja malas waktu awak kawin dulu, cuman mertuaku itu dek orangnya keras kali, diajaknya aku keladang nyangkul, jadi lama-lama terikut juga aku, tapi aku gak terlalu suka berladang, aku suka nulis, atau ngitung hehe, jadi ya sekarang bantu- bantulah dikantor kepala desa jadi seketarisnya, lumayan laahh.” Muhammad Nazir, Oktober 2016 Berdasarkan wawancara dengan infroman tersebut, Pak Nazir merupakan Etnis pendatang beretnis Melayu, dimana dalam perilakunya dalam bekerja beliau meniru kegigihan Etnis Karo sehingga beliau mengubah sikap aslinya Universitas Sumatera Utara 81 yang dimana etnis Melayu identik dengan “pemalas” dan jarang mau bekerja. Hal ini menjadi cara bagi etnis pendatang untuk menyesuaikan perilakunya dengan keadaan di sekitarnya yang ia lihat, amati dan pelajari.

4.7.4. Penyesuaian Lingkungan