68
serta sajian makanan yang dihidangkan juga cenderung berkombinasi dengan dua budaya yang bersatu namun masih terlihat lebih mendominankan adat karonya
sendiri.
4.6.2. Bentuk-bentuk Amalgamasi di Desa Tengah
Berdasarkan data yang dikumpulkan penulis di lapangan, dalam masyarakatt multi kultural di Desa Tengah meliputi tiga etnis dominan
yang berlainan yakni etnis Kro, Jawa , Batak toba dengan Melayu. Kawin campur antar suku yang berbeda tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga bentuk, yakni sebagai berikut:
4..6.2.1. Amalgamasi etnis Karo dengan etnis Jawa.
Perkawinan antara etnis Karo dengan etnis Jawa di Desa Tengah sudah terjadi dalam tempo waktu yang lama. Orang Jawa yang menikah dengan
penduduk asli di Desa Tengah terdiri dari berbagai latar belakang, seperti yang diungkapkan oleh pak Sudaryono:
“Saya menikah dengan penduduk asli di desa ini karena dulu saya ikut orangtua saya pidah ke sini karena orang tua saya
bertransmigrasi kesini karena pekerjaan, jadi saya sebenarnya dibesarkan disini, karena saya sudah lama tinggal disini jadi saya
banyak bergaul dengan masyarakat karo di desa ini dan kebetulan saya bertemu dengan orang karo yang menjadi istri saya sekarang
karena merasa cocok kemudian memutuskan untuk menikah.pak Sudaryono,
Dari penjelasan narasumber di atas dapat dilihat bahwa amalgamasi antara etnis Karo dengan etnis Jawa dilatar belakangi karena factor transmigrasi suku
Jawa ke Desa Tengah. Di samping itu dalam penyesesuaian latar belakang budaya
Universitas Sumatera Utara
69
yang berbeda antara etnis Karo sebagai etnis asli di desa ini, dan etnis Jawa sebagai etnis pendatang tentunya memiliki banyak perbedaan khususnya bagi
keluarga amalgamasi. Berikut wawancara dengan salah satu narasumber yang beretnis Karo beramalgamasi dengan etnis Jawa:
“memang sulit untuk menyesuaikan diri awalnya karena kebiaaan disini sangat berbeda dari tempat asal saya ditambah lagi suami
saya masuk agama saya juga, jadi kami saling belajar pelan-pelan dari mulai perbedaan kebiasaan beribadah, dia tentunya belum
terbiasa untuk sholat atau ibadah lainnya. Kadang ya saya ingatkan juga cuman kan namanya orang udah dari dulu dia Kristen pasti
agak janggal lah rasanya kalau mau sholat. Kalau nikah dengan yang berbeda suku pasti banyak perbedaan apalagi kalau tinggal di
daerah yang bukan asal kita, kayak aku ginilah mau ngomong pun sama orang sini dulu susah, karena mereka ngomong pakai Bahasa
karo, kalau pun pakai Bahasa Indonesia pasti dicampurnya pakai Bahasa karo, belum lagi makanannya orang sini kalau masak terlalu
pedas, tajam kali rasa masakannya, biasanya di rumah kan saya makannya manis-manis, suami saya sukanya yang pedas-pedas, jadi
musti belajar lagilah kalau masak. bu Dewi Sartika
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwasanya terjadi perkawinan amalgamasi yang berbeda agama antara etnis Karo dengan etnis Jawa, hal ini
terjadi karena mayoritas etnis Karo di Desa Tengah beragama Kristen sedangkan etnis Jawa beragama Islam. Amalgamsi yang dilakukan bu Dewi Sartika dengan
suaminya yang beretnis Karo, dengan latar belakang agama mereka yang berbeda menyebabkan penyesuaian diri suami bu Dewi sartika ke agama istrinya yaitu
Islam. Di samping itu, untuk menyatukan perbedaa dari mulai Bahasa dan makanan yang dilakukan bu Dewi tidak hanya kepada keluarganya tetapi juga ke
lingkungan tempat tinggalnya, karena beliau sebagai orang pendatang di desa ini. Amalgamasi yang dilakukan antara etnis Karo dengan etnis Jawa di des Tengah,
malalui suatu ikatan perkawinan yang berdasarkan agama dan adat, berikut wawancara singkat dengan salah satu narasumber:
“ saya dulu menikah secara agama dek, terus istri kan orang karo, saya orang jawa, waktu nikah sih sekalian di adatin adat jawa aja,
adat karonya belum karna biayanya kan agak mahal, tapi mungkin nanti di adatin kalo ada uang dulu mikirnya, cuman kami sepakat
pake adat jawa aja kemarin karena lebih irit” Pak Sudaryono,
Universitas Sumatera Utara
70
Perkawinan campur antara suku karo dengan suku jawa di desa tengah terjadi disebabkan oleh karena masing-masing mereka yang menikah dengan latar
belakang suku dam budaya yang berbeda tersebut tidak melandaskan perkawinannya kepada budaya melainkan karena unsur suka sama suka,
transmigrasi dan saling ketergantungan kepada satu mata pencaharian dengan adanya perbedaan latar belakang tersebut maka dalam upacara pernikahan antara
suku karo dan suku jawa di desa tengah dilakukan menggunakan adat karo dan ada juga yang mengguna
kan adat Jawa tergantung dari kesepakatan masing- masing pihak yang menikah.Perbedaan adat, Bahasa, agama dan perilaku antara etnis Karo dengan
etnis Jawa di Desa Tengah dapat dilihat dalam table berikut: Tabel 4.8 Amalgamasi Etnis Karo Dan Etnis Jawa
Amalgamasi antara:
etnis Karo etnis Jawa
adat dan budaya memilki adat yang
kuat, dan mempertahankan
adatnya fleksible, dan adat
tidak terlalu kuat
agama tidak terlalu kuat
megikuti agama pasangannya
memiliki kepercayaan agama yang kuat dan
mayoritas Islam
Bahasa tetap memakai Bahasa
Karo memakai Bahasa karo
dan Bahasa Indonesia perilaku
bicara dengan nada keras
tidak ada eksen “medok” lagi, lemah
lembut
4.6.2.2.Amalgamasi etnis Karo dengan etnis Melayu
Perkawinan campuran antara etnis Karo dengan etnis Melayu di Desa Tengah juga terjadi karena dilatar belakangi oleh transmigrasi etnis Melayu yang
Universitas Sumatera Utara
71
datang dan bermukim di Desa Tengah. Berikut wawancara dengan salah satu narasumber pendatang yang beretnis Melayu:
“saya pindah ke desa tengah karena pekerjaan, dulu tinggal dimedan, dan pindah kesini karena kerja di balai Desa Tengah
sebagai sekertaris desa, tinggal disini sudah dari umur 20an, keluarga besar masih dimedan, cuman saya kan sudah punya
keluarga sendiri disini, jadi ya ga balek kemedan lagi, kebetulan alm istri saya asli orang sini, jadi keluarganya udah anggap saya
seperti anak sendiri lah,desa ini pun sudah seperti kampung halaman sendiri untuk saya,” pak Nazir, Oktober 2016.
Berdasarakan wawancara dengan narasumber di atas terlihat bahwa amalgamasi keluarga pak Nazir dengan istrinya yang beretnis Karo di awali
karena perpindahannya ke Desa Tengah, faktor menetap disuatu wilayah dengan kurun waktu yang lama seperti pak Nazir tersebut dapat memicu terjadinya
Amalgamasi antar etnis pada masyarakat multi kultural. Di samping itu juga proses penyesuaian etnis Karo dengan Melayu dan sebaliknya sebagaimana
halnya yang dialami pak Nazir tentunya melewati proses penganalan dan adaptasi antar budaya yang berbeda juga, dari sisi Bahasa, sikap dan juga budaya etnis
Karo di Desa Tengah berikut wawancara dengan beliau: “saya memang cepat berbaur orangnya, jadi mudah aja lah untuk
bergaul dengan orang-orang sini, Bahasa karo saya fasih sekali, karena kan kawan kawan semua orang karo, sampek adat karo pun
saya faham, sering malah orang minta tolong ke saya untuk mengadati nikahan anaknya, tapi kalau ditanya orang sampe
sekarang saya selalu bilang saya ini orang melayu, karenaa dlu nikah sm istri tidak di adati, jadi sebenarnya belum sah saya jadi
orang karo” pak Nasir, Oktober 2016
Berdasarkan wawancara di atas dapat diliat penyesuaian diri yang dilakukan pak Nasir sebagai etnis pendatang di desa ini berlangsung cepat, dan mudah, dimana
beliau dapat dengan cepat mempelajari Bahasa Karo dan melebur dengan masyarakat di Desa Tengah, dan bahkan dipercayai oleh masyarakat dilingkingan
Desa untuk mengemban tugas adat Karo. Meskipun begitu, beliau tetap mempertahankan etnis aslinya, ia masih mengatakan dirinya sebagai etnis Melayu,
Universitas Sumatera Utara
72
walaupun Bahasa yang digunakannya sehari-hari adalah Bahasa Karo, tetapi kebiasaan dan budaya Melayu masih tertanam di dalam dirinya yaitu sifat bawaan
suku Melayu yang biasanya mudah dalam melakukan penyesesuaian terhadap suku mana pun, karena etnis Melayu merupakan etnis pertama yang ada di
Indonesia dan yang paling banyak tersebar di provinsi Sumatra Utara pada umumnya.
Amalgamasi yang dilakukan antara etnis Karo dengan etnos Melayu juga bukan hanya berlatarbelakang budaya yang berbeda saja tetapi juga agama yang
berbeda pada awalnya, sesuai dengan wawancara dengan salah satu narasumber berikut:
“dari kecil saya sudah tinggal disini, dan di asuh ole nenek saya, orang tua saya sudah meninggal, dulu sebelum menikah saya
Islam, cuman sekarang sudah ikut suami pindah agama Kristen, suami kan orang Karo dan keluarganya taat sekali sm adat dan
agama, jadi saya pun diberi marga di karo, dan masuk kejamaat gereja suami saya, puji Tuhan lama lama bisa terbiasa jugaa
sekarang, tidak terasa sudah 10 tahun usia pernikahan kami” bu Maria, Oktober2016.
Dari hasil wawancara di aats dapat dilihat bahwa pernikahan bu Maria yang beretnis Melayu dengan suaminya yang beretnis Karo bukan hanya
berlatarbelakang budaya yang berbeda tetapi juga agama yang berbeda, walaupun pada akhornya bu Maria memutuskan untuk ikut masuk agama suaminya yaitu
Kristen Protestan. Dalam hal ini penyesesuain dilakukan bu Maria dimulai dari sisi agama dengan cara ikut aktif dalam jemaat gereja suaminya, dan banyak
mengikuti upacara adat Karo. Perbedaan adat, Bahasa, agama dan perilaku antara etnis Karo dengan
etnis Melayu di Desa Tengah dapat dilihat dalam table berikut:
Universitas Sumatera Utara
73
Tabel 4.9 Amalgamasi Etnis Karo Dan EtnisMelayu Amalgamasi
antara etnis Karo dengan
etnis Melayu
adat dan budaya kuat dan
mempertahankan adat hampir sudah mengikuti
budaya Indonesia pada umumnya
agama beragama Islam
beragama Islam Bahasa
menggunakan Bahasa karo sehari-hari
mmakai Bahasa Karo sehari- hari
perilaku gaya bicara spontan, dan
tidak rapi gaya bicara sopan, dan rapi
4.6.2.3.Amalgamasi etnis Karo dengan etnis Batak Toba
Perkawinan campur etnis Karo dengan etnis batak toba merupakan suatau bentuk peleburan dua budaya yang berbeda dan sama-sama memiliki adat dan
kepercayaan yang sangat kuat. Dimana individu beretnis Batak Toba juga memiliki marga yang telah dimilikinya sejak kecil yang diperoleh dari silsilah
keturunan demikian halnya juga dengan etnis Karo. Terdapat kesulitan- kesulitan bagi keluarga amalgamasi yang beretnis Batak Toba dengan etnis Karo
dalam menyesesuaikan perilaku dan kebiasaan masing-masing pasangan khususnya dalam hal adat dan budaya. Berikut wawancara dengan salah satu
keluarga amalgamasi yang beretnis Karo dengan Batak Toba: “pernikahan saya dnegan suami saya dulu awalnya tidak direstui
orang tua kami,apalagi bapak saya paling menentang, soalnya
Universitas Sumatera Utara
74
kalau orang batak ini kawin sm orang karo kalo diadati mesti dikasih marga, sama halnya juga sm kami pun gitu mesti dikasih
marga, tapi untunglah lama lama mereka jadi setuju karna diliatnya kami berumah tangga baik-baik saja, Cuma ya karna hal itu jadi
kami belum di adati secaea adat masing-masing, hanya secara agama Kristen saja” bu Modesta Rumapae, Oktober 2016.
Dapat dilihat dari wawancara di atas dengan salah satu narasumber beretnis Batak Toba yang menikah dengan etnis Karo, penerimaan masing-masing
dari keluarga tidak terlalu baik jika dibandingkan dengan etnis Karo yang menikah dengan etnis Jawad an Melayu, karena adat dan budaya etnis Batak toba
dan etnis Karo sama-sama kuat dan saling mempertahankan budaya masing- masing. Tetapi, hal tersebut tidak memperngaruhi keharmonisan keluarga
amalgamasi bu Modesta Rumapae dengan suaminya, mereka tetap saling menerima perbedaan dan hidup rukun.
Disamping itu pula, terdapat perbedaan bahasa, perilaku, adat, dan kebiasaan yang sangat bertolak belakang antara etnis Karo dengan etnis Batak
Toba, berikut wawancara dengan salah satu narasumber: “ kalau penyesuaiannya dek, dijelaskan satu satu banyaklah, udah
35 tahun pun kami berumah tangga ada aja kejanggalan- kejanggalan kayak kebiasaan yang masih terasa asing, cuman kan
itu mesti disikapi sama sama, aku pun belajar dari mertuaku, kalo ada adat batak keluarga suami, dulu awal ikut aku pernah salah
pake ulos, jadi bahan perbincangan juga, cuman mertuaku pelan- pelan diajarinnya ulos mana aja yang dipakai sesuai dengan
acaranya, Bahasa batak aja sampe sekarang aku ga mengerti, suamiku yang tau Bahasa karo, kalo dirumah ngomong sama anak
kami pake Bahasa karo sm Bahasa Indonesia aja, kalo sisi positif orang batak ini kuliat mereka sm sanak saudara itu pehatian sekali,
gak pernah mandang kaya miskin, semua sama rata, salut aku litany, kalo makananyaa enak enak kok cocok sama lidahku,
dirumah kami masak makanan karo juga kadang batak sesuai selera dan tidak ada masalah disitu” bu Ana Bangun, Oktober
2016.
Universitas Sumatera Utara
75
Dalam wawancara di atas dapat dilihat bagaimana awal dari penyesesuaian yang dilakukan oleh bu Ana dengan suaminya yang beretnis Batak Toba. Dimana,
usaha beliau dalam emmpelajari adat suaminya dengan cukup sering mengikuti acara adat batak dan mempelajari tata cara pemakaian ulos di Batak Toba.
Meskipun terdapat banyak perbedaan dalam perkawinan campur antara etnis Batak Toba dengan etnis karo tetapi keluarga yang melakukan amalgamasi
menerima masing-masing perbedaan tersebut, dan saling memahami satu sama lain, hal tersebut dapat disimpulkan dari wawancara di atas.
Perbedaan adat, Bahasa, agama dan perilaku antara etnis Karo dengan etnis Batak Toba di Desa Tengah dapat dilihat dalam table berikut:
Tabel 4.10 Amalgamasi Etnis Karo Dan EtnisBatak Toba amalgamasi
antara etnis Karo
etnis Batak Toba
adat dan budaya
kuat dan mempertahankan
adat. kuat, dan
mempertahankan adat.
Bahasa menggunakan
Bahasa karo menggunakan
Bahasa karo dan batak
agama Kristen
Kristen perilaku
bicara dengan suara lebih
rendah, gengsian, irit
bicara dengan nada tinggi, pkerja keras.
4.7. Pola Adaptasi keluarga amalgamasi di Desa Tengah.