25
2 Gaya pengasuh, yaitu gaya kepemimpinan yang bersifat kebapakan. Pemimpin dengan gaya seperti ini bertindak sebagai seorang bapak yang selalu
melindungi bawahannya dalam batas-batas yang wajar. 3 Gaya otoriter, yaitu gaya kepemimpinan yang menempatkan kekuasaan
ditangan satu orang. 4 Gaya birokrasi, yaitu gaya kepemimpinan yang menempatkan peraturan
organisasi sebagai orientasi dalam pelaksanaan tugas. 5 Gaya yang berorientasi pada tugas, yaitu gaya kepemimpinan yang
memandang bahwa pelaksanaan tugas adalah yang paling utama dalam suatu organisasi. Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan seperti ini akan
berupaya untuk bekerja sesuai target dan tepat waktu, meskipun dalam kondisi yang sulit.
2.1.4. Budaya Organisasi
Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat
anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya
waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektifitas organisasi secara
keseluruhan. Budaya yang kuat juga bisa dimaknakan sebagai budaya yang dipegang secara intensif, secara luas dianut, semakin jelas disosialisasikan dan
diwariskan serta berpengaruh terhadap lingkungan dan perilaku manusia. Budaya yang kuat akan mendukung terciptanya sebuah prestasi yang positif bagi
anggotanya dalam hal ini budaya yang diinternalisasikan pihak pimpinan akan
Universitas Sumatera Utara
26
berpengaruh terhadap sistem perilaku para pendidik dan staf di bawahnya baik di
dalam organisasi maupun di luar organisasi Ndraha, 2003.
Idealnya setiap perusahaan memiliki budaya, yakni suatu sistem nilai yang merupakan kesepakatan kolektif dari semua yang terlibat dalam perusahaan. Yang
dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah dalam hal cara pandang tentang bekerja dan unsur-unsurnya. Suatu sistem nilai merupakan konsepsi nilai yang
hidup dalam alam pemikiran sekelompok manusiakaryawan dan manajemen. Lalu persepsi itu melahirkan makna dan pandangan hidup yang akan
memengaruhi sikap dan tingkah laku karyawan dan manajemen. Pada hakikatnya, bekerja dapat dipandang dari berbagai perspektif seperti bekerja merupakan
bentuk ibadah, cara manusia mengaktualisasikan dirinya, bentuk nyata dari nilai- nilai dan sebagai keyakinan yang dianutnya. Semua pandangan itu dapat menjadi
motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian tujuan organisasi dan individu. Karena itu setiap karyawan dan manajemen seharusnya
memiliki sudut pandang atau pemahaman yang sama tentang makna budaya kerja dan batasan bekerja.
Seperti halnya pengertian motivasi dan kepemimpinan, pengertian budaya organisasi banyak diungkapkan oleh para ilmuwan yang merupakan ahli dalam
ilmu budaya organisasi, namun masih sedikit kesepahaman tentang arti konsep budaya organisasi atau bagaimana budaya organisasi harus diobservasi dan diukur
Brahmasari, 2004. Lebih lanjut Brahmasari 2004: 16 mengemukakan bahwa hal tersebut dikarenakan oleh kurangnya kesepahaman tentang formulasi teori
tentang budaya organisasi, gambarannya, dan kemungkinan hubungannya dengan dampak kinerja. Ndraha 2003: 4 mengemukakan bahwa budaya perusahaan
Universitas Sumatera Utara
27
corporate culture merupakan aplikasi dari budaya organisasi organizational culture terhadap badan usaha atau perusahaan. Kedua istilah ini sering
dipergunakan untuk maksud yang sama secara bergantian. Marcoulides dan Heck 1993 mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai suatu konsep yang dapat
menjadi suatu sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan organisasi, strategi dan organisasi tugas, serta dampak yang dihasilkan. Tanpa ukuran yang valid dan
reliabel dari aspek kritis budaya organisasi, maka pernyataan tentang dampak budaya pada kinerja akan terus berdasarkan pada spekulasi, observasi personal
dan studi kasus. Glaser et al. 1987 mengemukakan bahwa budaya organisasi seringkali
digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari kepercayaan, simbol-simbol, ritual-ritual, dan mitos-mitos yang berkembang dari waktu ke
waktu dan berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Koesmono 2005: 9 mengemukakan bahwa budaya dapat didefinisikan sebagai berbagai
interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang memengaruhi kelompok-kelompok orang dalam lingkungannya. Tika 2006: 16 mengemukakan bahwa dalam
pembentukan budaya organisasi ada dua hal penting yang harus diperhatikan yaitu unsur-unsur pembentuk budaya organisasi dan proses pembentukan budaya
organisasi itu sendiri. Sementara itu Robbins 2003 menjelaskan mengenai 3 tiga kekuatan
untuk mempertahankan suatu budaya organisasi sebagai berikut: 1 praktek seleksi, bertujuan mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang
mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses dalam organisasi. 2 manajemen puncak, tindakan
Universitas Sumatera Utara
28
manajemen puncak mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Ucapan dan perilaku mereka dalam melaksanakan norma-norma sangat berpengaruh
terhadap anggota organisasi. 3 sosialisasi, dimaksudkan agar para pegawai baru dapat menyesuaikan diri dengan budaya organisasi. Proses sosialisasi ini meliputi
tiga tahap yaitu tahap kedatangan, tahap pertemuan dan tahap metromofi. Selanjutnya Tika 2006: 21 memberikan kesimpulan tentang proses pembentukan
budaya organisasi melalui 4 empat tahapan, yaitu tahap pertama terjadinya interaksi antar pimpinan atau pendiri organisasi dengan kelompokperorangan
dalam organisasi. Pada tahap kedua adalah dari interaksi menimbulkan ide yang ditransformasikan menjadi artifak, nilai, dan asumsi. Tahap ketiga adalah bahwa
artifak, nilai, dan asumsi akan diimplementasikan sehingga membentuk budaya organisasi. Tahap terakhir adalah bahwa dalam rangka mempertahankan budaya
organisasi dilakukan pembelajaran learning kepada anggota baru dalam organisasi.
Wutun 2004: 20 mengemukakan bahwa budaya organisasi mempunyai 5 lima ciri-ciri pokok yaitu: 1 budaya organisasi merupakan satu kesatuan yang
integral dan saling terkait, 2 budaya organisasi merupakan refleksi sejarah dari organisasi yang bersangkutan, 3 budaya organisasi berkaitan dengan hal-hal
yang dipelajari oleh para antropolog, seperti ritual, simbol, ceritera, dan ketokohan, 4 budaya organisasi dibangun secara sosial, dalam pengertian bahwa
budaya organisasi lahir dari konsensus bersama dari sekelompok orang yang
mendirikan organisasi tersebut, 5 budaya organisasi sulit diubah.
Menurut Tampubolon, 2008, menyimpulkan indikator budaya organisasi menjadi 6 yaitu:
Universitas Sumatera Utara
29
1 Inovatif memperhitungkan risiko, norma yang dibentuk berdasarkan kesepakatan menyatakan bahwa setiap karyawan akan memberikan perhatian
yang sensitif terhadap segala permasalahan yang mungkin dapat membuat risiko kerugian bagi kelompok dan organisasi secara keseluruhan. Perilaku
karyawan yang demikian dibentuk apabila berdasarkan kesepakatan bersama sehingga secara tidak langsung membuat rasa tanggung jawab bagi karyawan
untuk melakukan tindakan mencegah terjadi kerugian secara konsisten. Kerugian ini lebih pada waktu dari rasa sensitifnya karyawan dapat
mengantisipasi risiko yang mengakibatkan kerugian lain, seperti merusak nama baik perusahaan yang kemungkinan larinya konsumen ke produk lain.
2 Memberi perhatian pada setiap masalah secara detail, memberikan perhatian pada setiap masalah secara detail di dalam melakukan pekerjaan akan
mengambarkan ketelitian dan kecermatan karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Sikap yang demikian akan menggambarkan tingkat kualitas
pekerjaan yang sangat tinggi. Apabila semua karyawan memberikan perhatian secara detail terhadap semua permasalahan yang ada dalam pekerjaaan, maka
tingkat penyelesaian masalah dapat digambarkan menjadi suatu pekerjaan yang berkualitas tinggi dengan demikian kepuasan konsumen akan terpenuhi.
3 Berorientasi terhadap hasil yang akan dicapai, supervisi seorang manejer terhadap bawahannya merupakan salah satu cara manajer untuk mengarahkan
dan memberdayakan staf. Melalui supervisi dapat diuraikan tujuan organisasi dan kelompok serta anggotanya, dimana tujuan dan hasil yang hendak
dicapai. Apabila persepsi bawahan dapat dibentuk dan menjadi satu kesatuan
Universitas Sumatera Utara
30
di dalam melakukan tugas untuk mencapai hasil. Dengan demikian semua karyawan berorientasi pada pencapaian tujuanhasil.
4 Berorientasi kepada semua kepentingan karyawan, keberhasilan atau kinerja organisasi salah satunya ditentukan ke kompakan tim kerja team work, di
mana kerjasama tim dapat dibentuk jika manajer dapat melakukan supervisi dengan baik. Kerjasama tim yang dimaksud adalah setiap karyawan
bekerjasama dalam persepsi dan sikap yang sama di dalam melakukan pekerjaannya dan secara tidak langsung, sesama karyawan akan selalu
memerhatikan permasalahan yang dihadapi masing-masing. Dengan demikian karyawan selalu berorientasi kepada sesama agar dapat tercapai target tim dan
organisasi. 5 Agresif dalam bekerja, produktivitas yang tinggi dapat dihasilkan apabila
performa karyawan dapat memenuhi standard yang dibutuhkan untuk melakukan tugasnya. Performa yang baik dimaksudkan antara lain:
kualifikasi keahlian ability and skill yang dapat memenuhi persyaratan produktivitas serta harus diikuti dengan disiplin dan kerajinan yang tinggi.
Apabila kualifikasi ini telah dipenuhi, maka masih dibutuhkan ketahanan fisik dan keagresifan karyawan untuk menghasilkan kinerja yang baik.
6 Mempertahankan dan menjaga stabilitas kerja, performa yang baik dari karyawan harus didukung oleh kesehatan yang prima. Performa yang baik
tidak akan dapat tercipta secara kontinui apabila karyawan tidak dalam kondisi kesehatan yang prima. Kesehatan yang prima akan membentuk
stamina yang prima, dengan stamina yang prima akan terbentuk ketahanan fisik yang akurat endurance dan stabil, serta dengan endurance yang prima,
Universitas Sumatera Utara
31
maka karyawan akan dapat mengendalikan drive semua pekerjaan dengan baik. Dengan tingkat pengendalian yang prima, menggambarkan performa
karyawan tetap prima dan stabilitas kerja dapat dipertahankan.
2.1.5. Kepuasan Kerja