Tingkat Pendidikan Petani Agroforestri

42 Tabel 10. Klasifikasi Responden berdasarkan kelompok Umur Di Hutan Kemasyarakatan No Kelompok Umur Tahun Jumlah Responden Persentase 1 Umur Produktif Muda 15-34 4 10,53 2 Umur Produktif Tua 35-54 26 68,42 3 Umur Non Produktif 55 ke atas 8 21,05 Jumlah 38 100 Berdasarkan kelompok umur, responden petani agroforestri terbanyak terdapat pada umur produktif tua dengan persentase 68,42 . Sedangkan umur responden yang paling sedikit adalah pada kelompok umur produktif muda sebesar 10,53 dan umur non produktif 55 tahun keatas sebesar 21,05. Umur Produktif seseorang akan menentukan seberapa besar jumlah yang akan diproduksi, hal tersebut berkaitan dengan pola pikir dan kekuatan seseorang dalam mengelola lahan. Lahan garapan dikelola oleh suatu keluarga yang mengelola sumberdaya keluarga atau rumah tangga. Ketersediaan jumlah keluarga dan umur mempengaruhi sistem agroforestri yang akan diterapkan pada lahan mereka, pada kelompok umur produktif muda cenderung memilih tanaman semusim dengan tanaman industri dan tanaman kayu-kayuan di lahan mereka. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebutuhan akan uang sebagai sumber daya rumah tangga dalam waktu yang relatif singkat, tanaman semusim dapat dipanen tiga bulan sejak penanaman sehingga rotasi modal lebih cepat.

2. Tingkat Pendidikan Petani Agroforestri

Tingkat pendidikan dinilai dapat mempengaruhi besar pendapatan anggota kelompok tani karena tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan Universitas Sumatera Utara 43 berfikir seseorang. Tingkat pendidikan yang dimaksud merupaka jenjang pendidikan formal para responden anggota kelompok tani Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendidikan dapat dikelompokan dalam 3 kelompok yaitu: pendidikan rendah adalah mereka yang belum pernah sekolah atau tidak sekolah sampai pada mereka yang telah tamat dari tingkat Sekolah Dasar SD. Pendidikan menengah yaitu mereka yang tamat pada tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP dan tinggi adalah mereka yang tamat Sekolah Menengah Atas SMA. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Klasifikasi Responden berdasarkan tingkat pendidikan No Klasifikasi Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase 1 Rendah ≤ sekolah dasar 7 18,42 2 Menengah SLTP 17 44,74 3 Tinggi SLTA 14 36,84 Jumlah 38 100 Berdasarkan Tabel diatas, klasifikasi responden terbanyak terdapat pada tingkat pendidikan menengah SLTP yaitu 17 orang dengan persentase 44,74 , rendah ≤ sekolah dasar yaitu 7 orang dengan presentase 18,42 dan tingkat pendidikan tinggi SLTA yaitu 14 orang dengan presentase 36,84. Tingkat pendidikan responden akan mempengaruhi jenis kombinasi agroforestri dan kecepatan mereka dalam mengadopsi dan berinovasi dalam pengelolaan HKm. Petani pada tingkat pendidikan rendah akan mengelola lahan berdasarkan pengetahuan lokal yang mereka punya dan pengalaman mereka dalam mengolah lahan. Pada tingkat ini keadaan ekonomi petani akan sulit berkembang karena belum adanya inovasi dalam mengembangkan lahan. Pengetahuan petani Universitas Sumatera Utara 44 umumnya terbatas pada apa yang dapat mereka rasakan secara langsung, biasanya melalui pengamatan dan apa yang dapat dipahami berdasarkan konsep dan logika mereka. Konsep-konsep ini berkembang dari pengalaman mereka di masa lalu, oleh karena itu sulit bagi mereka untuk mengaitkan pengetahuan lokal ini dengan proses yang baru ataupun dengan faktor luar yang mempengaruhinya. Faktor- faktor tersebut dapat berpengaruh secara tidak langsung atau berlangsung secara bertahap, seperti halnya pertambahan penduduk, kemunduran kualitas sumber daya alam, perkembangan pasar. Tingkat pendidikan menegah lebih mudah dalam mengadopsi agroforestri dan akan terbiasa dalam pengkombinasian tanaman agroforestri, jika petani tingkat ini mengetahui bahwa kombinasi tanaman pangan dan kayu-kayuan telah sukses dilakukan oleh petani lain, mereka akan mengadopsinya. Tingkat pendidikan tinggi lebih mudah dalam berinovasi dalam pengelolaan lahan garapan dan mengkombinasikannya dengan pengelolaan tradisional agar kegagalan dalam pengembangan dapat dikurangi, semakin banyak inovasi yang dilakukan maka semakin tinggi pula resiko kegagalan yang akan dialami oleh karena itu diperlukan pengetahuan terhadap teknik teradisional. Pendidikan adalah sana belajar untuk mengetahui pemanfaatan lahan yang lebih modern sehingga menambah pendapatan masyarakat. Hal ini dijelaskan Syafruddin 2003 bahwa pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya diperkirakan anakan menanam sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Oleh karena itu sangat diperlukan penyuluhan kelapangan terhadap anggota kelompok tani secara teratur agar anggota kelompok tani lebih memahami akan pentingnya menjaga kemapuan Universitas Sumatera Utara 45 lahan melalui usaha-usaha pengelolaan lahan agroforestri dengan baik dan benar, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal sesuai yang diharapkan oleh anggota kelompok tani.

3. Jumlah Tanggungan Keluarga