20 dengan:
n
r
= Perubahan tanda + ke – dan sebaliknya
n
1
= jumlah data bertanda + n
2
= Jumlah data bertanda –
N = Jumlah data
Kriteria pengujian adalah: Dengan taraf siginifikansi α , H
o
diterima jika Z
hitung
≤ Z
tabel
dan H
o
ditolak jika Z
hitung
Z
tabel.
2.4.5 Pengujian Pola Data dengan Koefisien Korelasi
Bentuk visual dari suatu plot deret berkala seringkali tidak cukup untuk menyakinkan para peramal forecaster bahwa data tersebut stationer atau tidak. Namun dengan koefisien
autokorelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidak stasioneran. Distribusi koefisien autokorelasi sangat membantu dalam melihat sifat pola yang terkandung dalam data apakah
data berpola stasioner, trend, ataupun musiman. Autokorelasi untuk time lag 1, 2,3 -...., K dapat dicari dan dinotasikan r
k
, sebagai berikut:
n t
t k
t k
n t
t k
Y Y
Y Y
Y Y
r
1 2
1
2-17
Dimana : Rk
= Koefisien autokorelasi Yt
= Data aktual Yt+k = Data aktual periode t dengan kelambatan time lag k
Ӯ = Rata
– rata data aktual
Koefisien autokorelasi perlu diuji untuk menentukan apakah nilainya berbeda secara signifikan dari nol atau tidak. Hal ini menunjukan sifat pola data tersebut. Untuk
melihat perbedaan yang signifikan ini, perlu dihitung kesalahan standard dengan persamaan:
n se
k
1
2-18
Universitas Sumatera Utara
21 Dengan n adalah jumah data, dan batas signifikan autokorelasi adalah
-Z
α2
x. se
rk
≤ rk ≤ Z
α2
x. se
rk
2-19 Berdasarkan batas signifikansi di atas maka dapat dibuat penarikan
kesimpulan sebagai berikut. a.
Data berpola stasioner, jika nilai – nilai autokorelasi turun sampai nol sesudah time lag kedua atau ketiga
b. Data berpola Trend, jika setiap nilai yang berturut-turut akan berkorelasi positif
satu sama lainnya. Autokorelasi untuk suatu time lag r
1
, relatif sama besar dan positif, tetapi tidak sebesar r
1
karena komponen kesalahan random telah dimasukkan dua kali
c. Data berpola musiman, jika pola konsisten memperlihatkan suatu pola dalam
periode dua belas bulan dan mempunyai nilai koefisien autokorelasi positif yang tinggi.
2.5 Metode Pemulusan Ekponensial exponential Smoothing 2.5.1 Pemulusan Smoothing Eksponensial Tunggal
Kasus yang paling sederhana dari pemulusan smoothing eksponensial tunggal SES dapat dikembangkan dari persamaan 2-20, atau secara lebih khusus dari suatu variasi persamaan
tersebut, yakni sebagai berikut.
N X
N X
F F
N t
t t
t 1
2-20
Misalkan observasi lama X
t-N
tidak tersedia sehingga harus digantikan dengan suatu nilai pendekatan aproksimasi. Salah satu pengganti yang mungkin adalah nilai peramlan
periode yang sebelumnya F
t
. dengan melakukan subsitusi ini persamaan 2-20 maka dapat diperoleh:
N F
N X
F F
t t
t t 1
2-21
N F
X N
F
t t
t
1 1
1
1
2-22
Universitas Sumatera Utara
22 Jika data bersifat stasioner maka subsitusi di atas merupakan pendekatan yang cukup
baik, namun bila terdapat trend metode SES yang dijelaskan ini tidak cukup baik. Dari persamaan 2-22 dapat dilihat bahwa ramalan F
t+1
didasarkan atas pembobotan observasi yang terakhir dengan suatu nilai bobot 1N dan pembobotan ram;an terakhir
sebelumnya F
t
dengan suatu bobot 1-1N. Karena N merupakan bilangan positif, 1N akan menjadi suatu konstanta antara nol jika N tak terhingga dan 1 jika N=1. Dengan
mengganti 1N dengan α, persamaan 2-22 menjadi : F
t+1
= α X
t
+ 1- α F
t
2-23 Dimana:
F
t+1 =
Ramalan satu periode ke depan X
t =
Data Actual pada periode t F
t =
Ramalan pada periode t α
= Parameter pemulusan 0α1
Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpanan data karena tidak perlu lagi menyimpan semua data historis atau sebagian daripadanya seperti dalam kasus rata
– rata bergerak. Agaknya hanya observasi
terakhir, ramalan terakhir, dan suatu nilai α yang harus disimpan.
Implikasi pemulusan eksponensial dapat dilihat dengan lebih baik bila persamaan 2- 23 diperluas dengan menganti F dengan komponennya sebagai berikut:
F
t+1
= α X
t
+ 1- α [α X
t-1
+ 1- α F
t-1
] = α X
t
+ 1- α X
t-1
+ 1- α
2
F
t-1
Jika proses subsitusi ini diulangi dengan mengganti F
t-1
dengan komponennya, F
t-2
dengan komponennya dan seterusnya hasilnya adalah persamaan berikut.
F
t+1
= α X
t
+ α 1-α X
t-1
+ α 1-α
2
X
t-2
+ α 1-α
3
X
t-3
+ α 1-α
4
X
t-4
+ α 1-α
5
X
t-5+...
+ α 1-α
N-1
X
t-N-1
+ α 1-α
N
X
t-N-1
2-24 Misalkan α = 0,2 ; 0,4; 0,6 ; atau 0,8 maka bobot yang diberikan pada nilai observasi
masa lalu akan menjadi sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
23
Bobot yang
diberikan pada α=0,2
α=0,4 α=0,6
α=0,8 Xt
0,2 0,4
0,6 0,8
Xt-1 0,16
0,24 0,24
0,16 Xt-2
0,128 0,144
0,096 0,032
Xt-3 0,1078
0,08864 0,0384
0,0064 Xt-4
0,20,8
4
0,40,6
4
0,60,4
4
0,80,2
4
Jika bobot ini diplot, dapat dilihat bahwa bobot tersebut menurun secara eksponensial, dari sana nama pemulusan Smoothing eksponensial muncul.
Cara lain untuk menuliskan persamaan 2-24 adalah sebagai berikut. F
t+1
= F
t
+ α X
t
- F
t
2-25
Secara sederhana F
t+1
= F
t
+ α e
t
2-26 Dimana e
t
adalah kesalahan ramalan nilai sebenarnya dikurangi ramalan untuk periode t. Dari dua bentuk F
t+1
ini dapat dilihat bahwa ramalan yang dihasilkan SES secara sederhana merupakan yang lalu ditambah suatu penyesuaian untuk kesalahan yang terjadi pada ramalan
terakhir.
2.5.2 Pemulusan Eksponensial Tunggal : Pendekatan Adaptif