Gambar 2.2 . Kurva Fase Pertumbuhan Bakteri
2.8.5 Media Pertumbuhan Bakteri
Media biakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu: a. Berdasarkan asalnya, media dibagi atas:
1 Media sintetik Media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara
terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat. 2 Media non-sintetik
Media yang kandungan dan isinya tidak diketahui secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya: ekstrak daging,
pepton Lay, 1996. b. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi:
1 Media selektif Media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat
menghambat perkembang biakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembang biakan mikroorganisme tertentu yang
ingin diisolasi. Fase lag
Fase log Fase stasioner
Fase kematian
Waktu Jum
la h
se l
Universitas Sumatera Utara
2 Media diferensial Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari
berbagai jenis dalam suatu lempengan agar. 3 Media diperkaya
Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat
dalam jumlah sedikit Irianto, 2006. c. Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas Irianto, 2006:
1 Media padat solid 2 Media semi solid
3 Media cair
2.8.6 Metode Isolasi Biakan Bakteri
a. Cara gores Ose yang telah steril dicelupkan ke dalam suspensi mikroorganisme yang
diencerkan, lalu dibuat serangkaian goresan sejajar yang tidak saling menutupi di atas permukaan agar yang telah padat.
b. Cara sebar Suspensi mikroorganisme yang telah diencerkan diinokulasikan secara
merata dengan menggunakan hockey stick pada permukaan media padat. c. Cara tuang
Pengenceran inokulum yang berturut-turut diletakkan pada cawan petri steril dan dicampurkan dengan medium agar cair, lalu dibiarkan memadat.
Koloni yang berkembang akan tertanam di dalam media tersebut Stanier, et al., 1982.
Universitas Sumatera Utara
2.8.7 Pewarnaan Gram
Mikroorganisme dapat dilihat dengan mikroskop biasa, tanpa diwarnai; yakni dengan cara-cara khusus misalnya menggunakan kondesor medan
gelap. Tetapi pengamatan yang demikian lebih sulit dan tidak dapat dipakai untuk melihat bagian-bagian sel dengan seksama karena umumnya sel mikroorganisme
bersifat transparan. Hal ini karena sitoplasma sel mikroba memiliki indeks bias yang hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair dan
mikroba tidak mengabsorbsi atau membiaskan cahaya. Kontras antara sel dan latar belakangnya dapat diperjelas dengan cara mewarnai sel-sel mikroba tersebut
dengan zat-zat warna Waluyo, 2010. Pewarnaan Gram memilahkan bakteri menjadi 2 kelompok, yakni bakteri
Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif berwarna ungu yang disebabkan kompleks warna kristal violet-iodium tetap dipertahankan meskipun
diberi larutan pemucat. Sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah karena kompleks warna tersebut larut sewaktu pemberian larutan pemucat dan kemudian
mengambil zat warna yang kedua yang berwarna merah. Perbedaan hasil dalam pewarnaan tersebut disebabkan perbedaan struktur, terutama dinding sel kedua
kelompok bakteri tersebut. Karena kemampuannya membedakan suatu kelompok bakteri tertentu dengan kelompok lainnya, pewarnaan Gram juga disebut
pewarnaan diferensial Waluyo, 2010. Penyebab perbedaan pewarnaan Gram dimungkinkan karena komposisi
dinding sel bakteri Gram positif berbeda dengan bakteri Gram negatif. Dinding sel yang lebih tebal pada bakteri Gram positif menyusut oleh perlakuan alkohol
karena terjadi dehidrasi, menyebabkan pori-pori dinding sel menutup sehingga
Universitas Sumatera Utara
mencegah larutnya kompleks zat warna ungu kristal-iodium pada langkah pemucatan. Sedangkan bakteri Gram negatif memiliki kandungan lipid yang lebih
tinggi pada dinding sel dan lipid tersebut dapat larut dalam alkohol dan aseton. Larutnya lipid oleh zat pemucat yang digunakan dalam pewarnaan Gram diduga
memperbesar pori-pori dinding sel dan inilah penyebab proses pemucatan antara dinding sel Gram negatif lebih cepat Waluyo, 2010.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman jenis rumput laut yang sangat tinggi. Hasil produksi rumput laut masih sebatas
industri makanan dan bahan baku komoditi ekspor. Terdapat beberapa jenis dari marga rumput laut yang bernilai ekonomi dan beberapa yang dibudidaya yaitu
Gracilaria, Gelidium, Gelidiopsis dan Hypnea Kadi, 2004; Romimohtarto dan
Juwana, 2001. Rumput laut Gracilaria sp. termasuk kelompok Agarophyte yaitu rumput
laut yang mengandung agar sebagai hasil metabolisme primer. Agar diproduksi dan dipasarkan dalam berbagai bentuk, antara lain tepung, kertas dan batang.
Sebagian besar penggunaan agar adalah sebagai media pertumbuhan bakteri maupun jamur, yaitu dengan menambahkan zat-zat gizi tertentu ingredient-
ingredient yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri dalam agar. Agar bersifat lebih baik daripada gelatin bila digunakan sebagai bahan pupukan mikroba,
karena bakteri tidak dapat mencairkan gel agar, tetapi dengan mudah mencairkan gelatin menjadi larutan encer. Persyaratan mutu internasional standar bagi agar
yang digunakan sebagai media pupukan mikroba yaitu kadar abu maksimum 5, kadar organik asing maksimum 1 dan kadar abu tak larut asam maksimum 1
Winarno, 1990. Selain itu, agar dapat diolah menjadi berbagai bentuk penganan kue,
seperti puding dan jeli atau dijadikan bahan tambahan dalam industri farmasi.
Universitas Sumatera Utara