karyawan merasa lebih memiliki motivasi kerja tinggi terhadap perusahaan Podsakoff, et. al, dalam Sukarno, 2004.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Sukarno 2004,
menyatakan bahwa
faktor gaya
kepemimpinan berpengaruh positif terhadap faktor kepuasan kerja, dapat diterima.
Ruvendi 2005 dalam penelitiannya pun menyatakan hal serupa yaitu terdapat hubungan dan pengaruh signifikan antara variabel
gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.
2.1.2. Hubungan Gaya Kepemimpinan Dengan Kinerja Sales Forces
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tidak terlepas dari peranan seorang pemimpin dengan gaya
kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seorang pemimpin disebuah organisasi dapat menciptakan
integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja atau kinerja karyawan untuk mencapai sasaran atau tujuan organisasi secara
optimal. Menurut Wirawan 2009:7, makin tinggi faktor internal
pegawai, yang terdiri dari faktor bawaan dari lahir bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan dan faktor yang diperoleh
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
ketika ia berkembang etos kerja, displin kerja, motivasi kerja, semangat kerja, sikap kerja, stres kerja, keterlibatan kerja,
kepemimpinan, kepuasan kerja dan keloyalan, maka makin tinggi pula kinerja pegawai, sebaliknya makin rendah faktor-faktor
tersebut makin rendah pula kinerjanya. Pendekatan model kepemimpinan sistem yang diajukan oleh
Bass Sutarto, 2006:134, terdiri dari input, hubungan, perilaku pemimpin, dan output, yang termasuk output adalah prestasi atau
kinerja dan kepuasan yang meliputi pekerjaan dan pengawas. Berdasarkan
penelitian terdahulu
yang dilakukan
Tampubolon 2007 berjudul “Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan
dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi Yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-
2001”, faktor gaya kepemimpinan memberikan kontribusi yang relatif besar dan sangat
signifikan terhadap peningkatan kinerja pegawai. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
2.1.3. Hubungan Motivasi Dengan Kepuasan Kerja
Motivasi sangat dibutuhkan seorang karyawan untuk meningkatkan suatu aktivitas kerjanya. Keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai tujuan tidak terlepas dari sumber daya
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
manusia khususnya karyawan yang dimiliki, dengan motivasi yang tinggi, seorang karyawan akan selalu berusaha dengan seluruh
kemampuannya agar hasil yang terbaik dapat dicapai. Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti
dorongan atau menggerakkan. Motivasi motivation dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya
dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau
bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan Hasibuan, 2009:141.
Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh
kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual Robbins, 2001:166.
Stanford 1969 dalam Prabu 2002:93 mendefinisikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia
kearah suatu tujuan tertentu. Menurut Hasibuan 2009:146, motivasi memiliki beberapa
tujuan, antara lain: a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
b. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
c. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan d. Meningkatkan kedisiplinan karyawan
e. Mengefektifkan pengadaan karyawan f. Menciptakan seuasana dan hubungan kerja yang baik
g. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi karyawan h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
i. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
j. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
Menurut Baron, et. al., 1980 dalam Prabu 2002:93-94, Motivasi
dapat pula
dikatakan sebagai
energi untuk
membangkitkan dorongan
dalam diri
drive arousal.
Keterangan: Bilamana suatu kebutuhan tidak terpuaskan maka timbul drive dan aktivitas individu untuk merespon perangsang incentive
dalam tujuan yang diinginkan. Pencapaian tujuan akan menjadikan individu merasa puas.
Drive
Unsatisfied Need
Satisfied Need
Goal Incentive
Gambar 2.3: Motivasi Sebagai Pembangkit Dorongan Baron et. al.
Sumber: Baron et. al., 1980 dalam Prabu 2002 : 93-94
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Motivasi merupakan hal penting, karena dengan motivasi seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu lebih
bersemangat terutama dalam hal ini menyangkut motivasi kerja yang
berperan dalam
kinerja yang
bisa bersangkutan.
Bagaimanapun juga karyawan atau bawahan sebagai individu tidak bisa terlepas dari kebutuhannya dan untuk itu perlu adanya
motivasi yang melatar belakangi karyawan atau bawahan sebagai individu untuk tetap bekerja. Motivasi merupakan kegiatan yang
mendorong, meningkatkan gairah dan mengajak karyawan atau bawahan untuk bekerja lebih efektif dan bersemangat.
Sampai saat ini banyak teori motivasi yang telah dikemukakan oleh para ahli. Robbins 2001:167-187 menjelaskan
teori-teori motivasi berdasarkan dua klasifikasi, yaitu: a. Teori Dini Motivasi, yang terdiri dari:
1 Teori Hierarki Kebutuhan Maslow 1943 dalam Hasibuan 2009:153 mengemukakan
teori motivasi yang dinamakan Maslow’s Need Hierarchy TheoryA
Theory of Human Motivation atau Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow. Hierarki kebutuhan dari Maslow ini diilhami oleh Human
Science Theory dari Elton Mayo.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak yakni seseorang berperilakubekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi
bermacam-macam kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang. Artinya, jika kebutuhan
yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat
kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima.
Kebutuhan Fisiologis Phisiological Needs
Teoritis : Makan, minum, perumahan, seks, istirahat
Terapan : Ruang istirahat, istirahat makan siang, udara bersih untuk bernafas, air untuk minum, liburan, cuti, balas jasa
dan jaminan sosial, periode istirahat on the job
Kebutuhan Keamanan dan Rasa Aman Safety and Security Needs
Teoritis : Perlindungan dan stabilitas
Terapan : Pengembangan karyawan, kondisi kerja yang aman, rencana senioritas, serikat kerja, tabungan,
uang pesangon, jaminan pensiun, asuransi, system penanganan keluhan
Kebutuhan Aktualisasi Diri Pemenuhan Diri Self-Actualization Needs
Teoritis : Penggunaan potensi diri, pertumbuhan dan pengembangan
diri Terapan
: Menyelesaikan penugasan
yang bersifat
menantang, melakukan pekerjaan kreatif, pengembangan keterampilan
Kebutuhan Harga DIri Esteem Needs
Teoritis : Status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuan, reputasi, apresiasi,
kehormatan diri dan penghargaan Terapan
: Kekuasaan, ego, promosi, hadiah, status symbol, pengakuan, jabatan, penghargaan
Kebutuhan Sosial Social Needs
Teoritis : Cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima dlm kelompok, kekeluargaan,
asosiasi Terapan
: Kelompok kerja formal dan informal, kegiatan yang disponsori perusahaan, acara- acara peringatan
Gambar 2.4: Jenjang Kebutuhan Maslow
Sumber: Maslow 1970 dalam Sentot Imam Wahjono 2010:82
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu sebagai order tinggi dan order rendah. Kebutuhan faalifisiologis dan kebutuhan
keamanan digambarkan sebagai kebutuhan order rendah dan kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri
sebagai kebutuhan order tinggi. Pembedaan antara kedua order itu berdasarkan alasan bahwa kebutuhan order tinggi dipenuhi secara
internal di dalam diri orang itu, sedangkan kebutuhan order rendah terutama dipenuhi secara eksternal misalnya: upah,
kontrak serikat buruh dan masa kerja. 2 Teori X dan Teori Y
Douglas Mc Gregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia: pada dasarnya satu negatif,
yang ditandai sebagai Teori X dan yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y. Setelah memandang cara para manajer
menangani karyawan Mc Gregor menyimpulkan bahwa pandangan seorang manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada suatu
pengelompokkan pengandaian-pengandaian tertentu dan bahwa manajer cenderung mencetak perilakunya terhadap bawahannya
menurut pengandaian-pengandaian ini. Menurut Teori X, empat pengandaian yang dipegang para
manajer adalah sebagai berikut:
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
a Karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja dan bilamana dimungkinkan, akan mencoba
menghindarinya. b Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa,
diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. c Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari
pengarahan formal bilamana dimungkinkan. d Kebanyakan karyawan menaruh keamanan di atas semua
faktor lain yang dikaitkan dengan kerja dan akan menunjukkan sedikit saja ambisi.
Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia, Mc Gregor mendaftar empat pengandaian positif yang
disebutnya Teori Y: a Karyawan dapat memandang kerja sama dengan sewajarnya
seperti istirahat atau bermain. b Orang-orang
akan menjalankan
pengarahan diri
dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran.
c Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan, tanggung jawab.
d Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif pembaruan tersebar meluas dalam populasi dan tidak hanya milik dari
mereka yang berada dalam posisi dalam posisi manajemen
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
3 Teori Motivasi-Higiene Teori motivasi-higiene dikemukakan oleh psikolog Frederick
Herzberg, dalam keyakinannya bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaannya merupakan suatu hubungan dasar dan
bahwa sikapnya terhadap kerja dapat sangat menentukan sukses atau kegagalan individu itu.
Menurut Herzberg
Hasibuan, 2009:157,
orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan, yaitu:
a Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan atau maintenance factors. Maintenance factors faktor
pemeliharaan berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah. Faktor-
faktor pemeliharaan meliputi: balas jasa, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, mobil
dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lain. b Faktor
pemeliharaan menyangkut
kebutuhan psikologis
seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan job content yang apabila terdapat dalam
pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik
Herzberg alam Robbins 2001:169-170, mengklasifikasi- kan motivasi ke dalam dual hal, yaitu: faktor intrinsikmotivator dan
faktor ekstrinsikhigiene.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Tabel 2.2: Teori Motivasi-Higiene Faktor IntrinsikMotivator
Faktor EkstrinsikHigiene
Prestasi Pengakuan
Kerja itu sendiri Tanggung jawab
Kemajuan Pertumbuhan
Kebijakan dan administrasi perusahaan
Penyeliaan Hubungan antar-pribadi
Kondisi kerja Gaji
Sumber: data diolah dari Robbin 2001:169-170
b. Teori Kontemporer tentang motivasi, yang terdiri dari: 1 Teori ERG
Clayton Alderfer dari Universitas Yale telah mengerjakan ulang hirarki kebutuhan Maslow untuk menggandeng lebih karib
dengan riset empiris. Hirarki kebutuhan revisinya disebut teori ERG.
Clayton Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:
a Kelompok eksistensi existence, mempedulikan pemberian persyaratan eksistensi materiil dasar, mencakup butir-butir yang
oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali dan keamanan. b Kelompok hubungan relatedness, hasrat yang dimiliki manusia
untuk memelihara hubungan antar-pribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang lain agar
dipuaskan dan hasrat ini segaris dengan kebutuhan sosial Maslow dan komponen eksternal dari klasifikasi penghargaan
Maslow.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
c Kelompok pertumbuhan growth, suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik dari
penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.
2 Teori Kebutuhan McClelland Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David
McClelland dan kawan-kawan. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan, yaitu:
a Kebutuhan akan prestasi Dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan
seperangkat standar, bergulat sukses. b Kebutuhan akan kekuasaan
Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan
berperilaku demikian. c Kebutuhan akan afiliasi
Hasrat untuk hubungan antar-pribadi yang ramah dan akrab 3 Teori Evaluasi Kognitif
Teori evaluasi
kognitif membagi
ganjaran-ganjaran ekstrinsik, seperti upah, untuk upaya kerja yang sebelumnya
secara instrinsik telah memberi ganjaran karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan
cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Secara historis, ahli teori motivasi umumnya mengasumsi- kan bahwa motivasi intrinsik seperti misalnya prestasi, tanggung
jawab dan kompetensi tidak bergantung pada motivator ekstrinsik seperti upah tinggi, promosi, hubungan penyelia yang baik dan
kondisi kerja yang menyenangkan. Artinya rangsangan satu tidak akan mempengaruhi yang
lain, tetapi teori evaluasi kognitif menyarankan sebaliknya. Teori ini berargumen bahwa bila ganjaran-ganjaran ekstrinsik digunakan
oleh organisasi sebagai hadiah untuk kinerja yang unggul, ganjaran intrinsik, yang diturunkan dari individu-individu yang melakukan apa
yang mereka sukai, akan dikurangi, dengan kata lain bila ganjaran ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan suatu
tugas yang menarik, pengganjaran itu menyebabkan minat intrinsik terhadap tugas sendiri merosot Robbins, 2001:175-176.
4 Teori Penetapan Tujuan Edwin Locke Robbin, 2001:177, mengemukakan bahwa
maksud-maksud untuk bekerja ke arah suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Artinya, tujuan memberitahu
karyawan apa yang perlu dikerjakan dan betapa banyak upaya akan dihabiskan.
Terdapat tiga faktor yang ditemukan untuk mempengaruhi hubungan tujuan-kinerja Robbins, 2001:178, yaitu:
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
a Komitmen tujuan b Keefektifan diri
c Budaya nasionalikatan budaya Kesimpulannya adalah bahwa intensi
–yang diucapkan dengan istilah tujuan yang sukar dan spesifik- merupakan suatu
kekuatan motivasi yang ampuh. Pada kondisi yang tepat, intensi ini dapat menghantar ke kinerja yang lebih tinggi, tetapi, tidak ada
bukti yang mendukung gagasan bahwa tujuan semacam itu berkaitan dengan peningkatan kepuasan kerja.
5 Teori Penguatan Reinforcement Theory Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari
perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus
kelompok tergantung pada tingkat produksi kelompok. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara
perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu. Teori penguatanpengukuhan Reinforcement Theory terdiri
dari dua jenis Hasibuan, 2009:167, yaitu sebagai berikut: a Pengukuhan positif positive reinforcement yaitu bertambahnya
frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
b Pengukuhan negatif
negative reinforcement
yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh
negatif dihilangkan secara bersyarat. Teori penguatan mempunyai suatu pendekatan perilaku
behavioristic, yang berargumen bahwa penguatanlah yang mengkondisikan perilaku. Teori penguatan mengabaikan keadaan
internal dari individu dan memusatkan semata-mata hanya pada apa yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil suatu tindakan.
Teori ini tidak memperdulikan apa yang mengawali perilaku, dalam arti seksama, teori ini bukanlah teori motivasi, tetapi teori ini
memang memberikan suatu cara analisis yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku dan untuk alasan inilah teori ini
lazim dipertimbangkan dalam pembahasan motivasi Robbins, 2001:179.
6 Teori Keadilan Equity Theory Individu atau karyawan membandingkan masukan dan
keluaran pekerjaan mereka dengan masukan atau keluaran orang lain kemudian berespons untuk menghapuskan setiap ketidakadilan
Acuan yang dipilih oleh seorang karyawan menambah kerumitan dari teori keadilan. Bukti menyatakan bahwa acuan yang
dipilih merupakan varibabel yang penting dalam teori keadilan. Ada
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
empat pembandingan acuan yang dapat digunakan oleh seorang karyawan Robbins, 2001:181:
a Di dalam diri sendiri: Pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda di dalam organisasinya dewasa ini.
b Di luar diri sendiri: Pengalaman seorang karyawan dalam situasi atau posisi di luar organisasinya dewasa ini.
c Di dalam diri orang lain: Individu atau kelompok individu lain di dalam organisasi karyawan itu.
d Di luar diri orang lain: Individu atau kelompok individu di luar organisasi karyawan itu.
Berdasarkan teori keadilan, bila karyawan mempersepsikan suatu ketidakadilan mereka dapat meramalkan untuk mengambil
salah satu dari enam pilihan berikut Robbins, 2001:181: a Mengubah masukan mereka misalnya, tidak mengeluarkan
banyak upaya b Mengubah keluaran mereka misalnya, individu yang dibayar
atas dasar banyaknya potongan yang diselesaikan dapat menaikkan upah mereka dengan menghasilkan kuantitas yang
lebih tinggi dari unit yang kualitas lebih rendah c
Mendistorsikan persepsi mengenai dirinya misalnya, “Saya biasa berpikir saya bekerja pada kecepatan sedang, tapi
sekarang saya menyadari bahwa saya bekerja terlalu keras daripada orang lain”
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
d Mendistorsi persepsi mengenai orang lain misalnya, pekerjaan Mike tidaklah begitu diinginkan seperti saya kira sebelumnya
e Memilih acuan yang berlainan misalnya, “Mungkin gaji saya
tidak sebanyak gaji ipar saya, tetapi saya melakukan jauh lebih bai
k daripada Ayah ketika ia seusia saya” f Meninggalkan medan misalnya, berhenti dari pekerjaan
Secara khusus teori keadilan menegakkan empat dalil yang berkaitan dengan upah yang tidak adil Robbins, 2001:181:
a Pembayaran menurut waktu, karyawan yang diganjar terlalu tinggi menghasilkan lebih daripada karyawan yang dibayar
dengan adil. Karyawan yang dibayar berdasarkan jam dan digaji menghasilkan produksi dengan kuantitas atau kualitas yang
tinggi agar meningkatkan sisi masukan dari rasio itu dan memberikan keadilan.
b Adanya pembayaran menurut kuantitas produksi, karyawan yang diganjar lebih tinggi menghasilkan lebih sedikit satuan,
tetapi dengan kualitas lebih tinggi, daripada karyawan yang dibayar dengan adil. Individu-individu yang dibayar atas dasar
banyaknya potongan yang dihasilkan meningkatkan upayanya untuk mencapai keadilan, yang mengakibatkan kualitas atau
kuantitas yang lebih besar. Kenaikan kuantitas hanya akan meningkatkan ketidakadilan, karena semua satuan yang
dihasilkan mengakibatkan kelebihan pembayaran yang lebih
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
jauh, oleh karena itu upaya diarahkan ke peningkatan kualitas bukannya peningkatan kuantitas.
c Adanya penggajian menurut waktu, karyawan yang kurang diganjar menghasilkan keluaran dengan kualitas yang kurang
atau lebih buruk. Upaya dikurangi, yang menimbulkan produktivitas yang lebih rendah atau keluaran kualitas yang
lebih buruk daripada karyawan yang diupah dengan adil. d Adanya penggajian menurut kuantitas produksi, karyawan yang
kurang diberi ganjaran menghasilkan sejumlah besar satuan dengan kualitas rendah dibandingkan dengan karyawan yang
diupah dengan adil. Karyawan dengan rencana upah berdasarkan banyaknya potongan yang dihasilkan, dapat
menimbulkan ekuitas karena mengorbankan kualitas keluaran demi
kuantitas untuk
meningkatkan ganjaran
tanpa meningkatkan kontribusi atau dengan kontribusi kecil saja.
Secara historis, teori keadilan memfokuskan pada dua hal Robbins, 2001:181, yaitu:
a Keadilan distributif Keadilan yang dipahami berdasarkan jumlah dan alokasi
imbalan diantara para individu. b Keadilan prosedural
Keadilan yang dipahami berdasarkan proses yang digunakan untuk menetapkan distribusi imbalan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Sebagai kesimpulan, teori keadilan memperlihatkan bahwa, untuk kebanyakan karyawan, motivasi sangat dipengaruhi oleh
ganjaran relatif maupun ganjaran mutlak. 7 Teori Harapan
Teori harapan ini dikemukan oleh Victor Vroom. Vroom mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting Hasibuan,
2009:166, yaitu: a Harapan expectancy
Adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku.
b Nilai valence Adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai atau
martabat tertentu daya atau nilai memotivasi bagi setiap individu tertentu.
c Pertautan instrumentality Adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan
dihubungkan dengan hasil tingkat kedua. Prinsip teori harapan Hasibuan, 2009:167:
a P = f M x A b M = f V1 x E
c VI = f V2 x I
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Keterangan: P = Performance
M = Motivation A = Ability
V = Valence E = Expectancy
I = Instrumentality Menurut Robbins 2001:185, teori harapan adalah kuatnya
kecenderungan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan itu
akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu itu
Penjelasan beberapa teori motivasi yang dikemukakan beberapa tokoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah suatu kondisi atau keadaan individu yang menjadi sumber yang mempengaruhi, mendorong, menentukan tingkat usaha untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Manusia dalam hal ini karyawan atau pegawai adalah
mahluk sosial yang menjadi kekayaan utama bagi setiap organisasi. mereka menjadi perencana, pelaksana dan pengendali
yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan organisasi. Karyawan atau pegawai menjadi pelaku yang menunjang
tercapainya tujuan, mempunyai pikiran, perasaan dan keinginan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
maka hal-hal yang dapat mempengaruhi sikap-sikap negatif hendaknya diminimalkan.
Pengembangan sikap-sikap positif tersebut dapat dilakukan dengan cara memotivasi para karyawan atau pegawai agar
kepuasan kerja karyawan atau pegawai menjadi tinggi, mengingat kepuasan kerja merupakan bagian dari kepuasan hidup yang
bergantung pada tindakan mana individu menemukan saluran- saluran yang memadai untuk mewujudkan kemampuan, minat, ciri
pribadi nilai-nilainya. Hasibuan 2009:146, mengemukakan tujuan motivasi,
antara lain: meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan, meningkatkan produktivitas kerja karyawan, mempertahankan
kestabilan karyawan perusahaan, meningkatkan kedisipilinan karyawan, mengefektifkan pengadaan karyawan, menciptakan
suasana dan hubungan kerja yang baik, meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi karyawan, meningkatkan tingkat
kesejahteraan karyawan, mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya, serta meningkatkan efisiensi
penggunaan alat-alat dan bahan baku. Menurut Baron, et.al. 1980, bilamana suatu kebutuhan
tidak terpuaskan maka timbul drive dan aktivitas individu untuk merespon perangsang incentive dalam tujuan yang diinginkan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Pencapaian tujuan akan menjadikan individu merasa puas, dapat disimpulkan
bahwa motivasi
merupakan energi
untuk membangkitkan dorongan dalam diri Prabu, 2002:93.
Kehidupan sehari-hari seseorang sebelum memiliki motivasi akan didahului oleh motif yang ada pada dirinya. Pemenuhan
terhadap kebutuhan motivasi tidak terelakkan bagi semua karyawan sebab apabila motivasi terpenuhi dengan baik akan
muncul kepuasan kerja dan pada giliran berikutnya akan berdampak pada ketenangan kerjanya. Motivasi dapat berupa
keuangan dan non keuangan yang akan berdampak pada kepuasan kerja Grund dan Sliwka, 2001 dalam Koesmono, 2005.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Koesmono 2005, motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja secara
positif. Brahmasari dan Suprayetno 2008 pun menyatakan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
motivasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
2.1.4. Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Sales Forces