Peran Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Sales Forces (Studi Pada PT. Asta Kencana Cemerlang di Surabaya).

(1)

(STUDI PADA PT. ASTA KENCANA CEMERLANG DI SURABAYA)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Gelar Magister

PROGRAM STUDI

MAGISTER MANAJEMEN

Diajukan oleh:

BAGUS PRIAMBODO

NPM : 0861020072

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

Diajukan Oleh

Bagus Priambodo NPM: 0861020072

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

Prof. Dr. Soeparlan Pranoto. SE, Ak, MM Tanggal: ……….

Pembimbing Pendamping

Dr. Sumarto, SE, MS Tanggal: ………

Surabaya, ………. UPN “Veteran” Jawa Timur

Program Pascasarjana KAPROGDI MM


(3)

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Peran Gaya Kepemimpinan,

Motivasi, Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Sales Forces (Studi Pada

PT. Asta Kencana Cemerlang di Surabaya)” dapat diselesaikan dengan

baik.

Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat penyelesaian Gelar Magister, Program Studi Magister Manajemen, Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada:

1. Prof. Dr. H. Djohan Mashudi, SE, MS, selaku Direktur Pascasarjana

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur beserta

Staf yang telah setia mendukung kegiatan perkuliahan sampai dengan proses penyusunan tesis ini.

2. Prof. Dr. Soeparlan Pranoto. SE, Ak, MM, selaku pembimbing utama, dan Dr. Sumarto, SE, MS, selaku pembimbing pendamping, yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingannya sehingga terselesaikannya tesis ini.


(4)

tesis ini sehingga siap diujikan.

4. Dr. Muhadjir Anwar, SE, MM dan Dr. Ir. Sudiyarto, MM yang selalu memberikan motivasi, semangat dan dorongan hingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini tepat waktu.

5. Ibu Ide Suwiharti selaku pimpinan PT. Asta Kencana Cemerlang yang telah mengijinkan perusahaannya menjadi objek penelitian.

6. Ibu, Bapak, Didin serta keluarga besar, Elfa, Adi, Odi dan seluruh teman, yang telah mendukung baik secara materi maupun non materi dalam proses menyelesaikan studi S2.

7. Rekan-rekan kuliah Program Studi Magister Manajemen angkatan 17 yang telah menjadi teman diskusi, “semangat terus !”.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu peneliti sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Peneliti menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan. Akhir kata peneliti berharap, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, September 2010


(5)

DAFTAR ISI

RINGKASAN... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viI DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.4.1. Manfaat Akademis... 12

1.4.2 . Manfaat Praktis ... 12

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODEL ... 13

2.1. Kajian Teori ... 13

2.1.1. Hubungan Gaya Kepemimpinan Dengan Kepuasan Kerja……… 13

2.1.2. Hubungan Gaya Kepemimpinan Dengan Kinerja Sales Forces……… 30

2.1.3 Hubungan Motivasi Dengan Kepuasan Kerja………. 31

2.1.4. Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Sales Forces… ... 51

2.1.5. Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Kinerja Sales Forces. ... 52

2.2. Model Konseptual Dan Hipotesis ... 61

BAB III METODE PENELITIAN ... 62

3.1. Jenis Penelitian ... 62

3.2. Identifikasi Variabel ... 63


(6)

3.5. Prosedur Pengumpulan Data ... 66

3.5.1. Jenis Data ... 66

3.5.2. Teknik Pengumpulan Data ... 66

3.6. Populasi dan Sampel ... 67

3.7. Analisis Data ... 69

3.7.1. Model Struktural dan Pengukuran ... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 78

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 78

4.2. Hasil Penelitian ... 81

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 81

4.2.2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 83

4.3. Analisa Data... 92

4.3.1. Evaluasi Outlier ... 92

4.3.2. Evaluasi Reliabilitas ... 94

4.3.3. Evaluasi Validitas ... 95

4.3.4. Evaluasi Construct Reliability dan Variance Extracted ... 96

4.3.5. Evaluasi Normalitas ... 98

4.3.6. Analisis Model SEM ... 99

4.3.7. Uji Kausalitas ... 103

4.3.8. Analisis Unidimensi First Order ... 105

4.4. Pembahasan ... 105

4.4.1. Pembentuk Variabel Laten ... 105

4.4.2. Hubungan Antar Variabel Laten ... 111

4.4.2.1. Hubungan Gaya Kepemimpinan Dengan Kepuasan Kerja ... 112

4.4.2.2. Hubungan Motivasi Dengan Kepuasan Kerja ... 113

4.4.2.3. Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Kinerja Sales Forces... 115


(7)

4.4.2.4. Hubungan Gaya Kepemimpinan

Dengan Kinerja Sales Forces ... 116

4.4.2.5. Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Sales Forces ... 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 119

5.1 Kesimpulan ... 119

5.2 Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA……… 121


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Data Omzet PT. Asta Kencana CemerlangPeriode

Januari – April 2010 ... 7

Tabel 2.1 : Karakteristik Pemimpin Transaksional dan Transformasional ... 27

Tabel 2.2 : Teori Motivasi-Higiene ... 39

Tabel 3.1 : Goodness of – Fit Indices ... 75

Tabel 4.1 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 81

Tabel 4.2 : Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 82

Tabel 4.3 : Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkatan Jenjang Karier ... 82

Tabel 4.4 : Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Gaya Kepemimpinan ... 83

Tabel 4.5 : Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Motivasi ... 85

Tabel 4.6 : Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kepuasan Kerja ... 87

Tabel 4.7 : Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kinerja Sales Forces ... 90

Tabel 4.8 : Outlier Data ... 93

Tabel 4.9 : Reliabilitas Data ... 94

Tabel 4.10 : Validitas Data ... 96

Tabel 4.11 : Construct Reliability dan Variance Extracted ... 97

Tabel 4.12 : Normalitas Data ... 98

Tabel 4.13 : Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One Step Approach-Base Model ... 100

Tabel 4.14 : Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One Step Approach-Eliminasi ... 101


(9)

Tabel 4.15 : Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model

One Step Approach-Eliminasi-Modifikasi ... 102

Tabel 4.16 : Hasil Uji Kausalitas ... 103

Tabel 4.17 : . Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis ... 104

Tabel 4.18 : Unidimensi First Order ... 105

Tabel 4.19 : Frekuensi dan Faktor Loading Gaya Kepemimpinan ... 106

Tabel 4.20 : Frekuensi dan Faktor Loading Motivasi ... 107

Tabel 4.21 : Frekuensi dan Faktor Loading Kepuasan Kerja ... 108

Tabel 4.22 : Frekuensi dan Faktor Loading Kinerja Sales Forces ... 110


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Data Omzet PT. Asta Kencana Cemerlang Periode

Januari – April 2010 ... 7

Gambar 2.1 : Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota ... 23

Gambar 2.2 : Teori Jalur-Tujuan ... 24

Gambar 2.3 : Motivasi Sebagai Pembangkit Dorongan ... 33

Gambar 2.4 : Jenjang Kebutuhan Maslow ... 35

Gambar 2.5 : Pengaruh Lingkungan Internal dan Eksternal Terhadap Perilaku Kerja Pegawai atau Karyawan ... 59

Gambar 2.6 : Model Konseptual Penelitian ... 61

Gambar 3.1 : Stratifikasi Populasi………. 67

Gambar 3.2 : Model Konseptual dan Indikator ... 70

Gambar 4.1 : Tingkatan Jenjang Karier Sales Forces Tupperware ... 78

Gambar 4.2 : Model One Step ApproachBase Model ... 100

Gambar 4.3 : Model One Step Approach– Eliminasi ... 101

Gambar 4.4 : Model One Step Approach – Eliminasi - Modifikasi ... 102


(11)

Bagus Priambodo, Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, 30 September 2010. Peran Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Sales Forces (Studi Pada PT. Asta Kencana Cemerlang di Surabaya).

PT. Asta Kencana Cemerlang merupakan distributor Tupperware Indonesia yang berada di Surabaya. Pada periode Januari-April 2010, omzet yang diperoleh cenderung menurun dan berfluktuasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh: gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja, motivasi terhadap kepuasan kerja, kepuasan kerja terhadap kinerja sales forces, gaya kepemimpinan terhadap kinerja sales forces , dan motivasi terhadap kinerja sales forces.

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam: (1) variabel eksogen yaitu gaya kepemimpinan, motivasi; (2) variabel intervening yaitu kepuasan kerja; (3) variabel endogen yaitu kinerja sales forces. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert dengan rentang 1 sampai 5. Sampel dalam penelitian ini adalah sales forces PT. Asta Kencana Cemerlang, metode pengambilan sampel adalah stratified sampling, dengan sampel sebesar 160 responden. Penelitian ini menggunakan Structural Equation Modeling sebagai alat analisa data untuk membuktikan hipotesis yang diajukan.

Hasil penelitian ini menunjukkan gaya kepemimpinan tidak memberikan kontribusi terhadap kepuasan kerja, motivasi tidak memberikan kontribusi terhadap kepuasan kerja, kepuasan kerja memberikan kontribusi terhadap kinerja sales forces, gaya kepemimpinan tidak memberikan kontribusi terhadap kinerja sales forces , dan motivasi memberikan kontribusi terhadap kinerja sales forces.

Kata kunci: Gaya kepemimpinan, motivasi, kepuasan kerja, dan kinerja


(12)

Bagus Priambodo

Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur, Abstract

PT. Asta Kencana Cemerlang is a distributor of Tupperware Indonesia in Surabaya. In the period from January to April 2010, turnover obtained tend to decline and fluctuate. The purpose of this study is to analyze the influence: leadership style on job satisfaction, motivation, job satisfaction, job satisfaction on the performance of sales forces, leadership style on the performance of sales forces, and motivation on the performance of sales forces.

The variables used in this study are grouped into: (1) exogenous variables of leadership style, motivation, (2) intervening variables namely job satisfaction, (3) endogenous variable is the performance of sales forces. Measurement scales used are Likert scale ranging from 1 to 5. The sample in this study is the sales forces of PT. Asta Kencana Cemerlang, the sampling method is stratified sampling, with a sample of 160 respondents. This study used Structural Equation Modeling as a tool of data analysis to prove the hypothesis. The results of this study demonstrate leadership style did not contribute to job satisfaction, motivation does not contribute to job satisfaction, job satisfaction contributed to the performance of sales forces, leadership style did not contribute to the performance of sales forces, and motivation to contribute to the performance of sales forces.

Keywords: leadership style, motivation, job satisfaction, and performance of sales forces.


(13)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Istilah direct selling bagi masyarakat Indonesia saat ini sudah bukan lagi menjadi istilah yang asing. Direct selling dalam bentuknya sekarang, sebenarnya telah muncul untuk pertama kali sejak beroperasinya The California Perfume Company di New York tahun 1886 yang didirikan oleh Dave McConnel. McConnell inilah yang memiliki ide mempekerjakan Mrs. Albee sebagai California Perfume Lady yang pertama menjual dengan cara langsung kepada konsumen dari rumah ke rumah (www.apli.or.id).

Perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi Avon pada tahun 1939, sementara Mrs. Albee sendiri dianggap sebagai pioneer metode penjualan direct selling, dalam perkembangan berikutnya tahun 1934, muncul perusahaan Nutrilite di California dengan metode penjualan baru, yaitu memberi komisi tambahan pada distributor independen yang berhasil merekrut, melatih, dan membantu anggota baru untuk ikut menjual produk (www.apli.or.id).


(14)

Metode baru ini memungkinkan seorang distributor terus merekrut anggota baru dengan kedalaman dan keluasan yang tidak terbatas. Berikutnya tahun 1956, berdiri Shaklee dan tahun 1959 berdiri Amway dengan metode penjualan yang sama, yang kemudian lebih dikenal dengan metode penjualan multi level marketing (www.apli.or.id).

Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) mendefinisikan direct selling (Penjualan Langsung) adalah metode penjualan barang dan/atau jasa tertentu kepada konsumen dengan cara tatap muka di luar lokasi eceran tetap oleh jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh Mitra Usaha dan bekerja berdasarkan komisi penjualan, bonus penjualan dan iuran keanggotaan yang wajar (www.apli.or.id). Yang termasuk direct selling adalah single level marketing (pemasaran satu tingkat) dan multi level marketing (pemasaran multi tingkat).

Single level marketing (pemasaran satu tingkat) maksudnya adalah metode pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukannya sendiri (www.apli.or.id).


(15)

Multi level marketing (pemasaran multi tingkat), adalah metode pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk lebih dari satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukannya sendiri dan anggota jaringan di dalam kelompoknya (www.apli.or.id).

Kendati Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat) dengan pola kehidupan masyarakat yang konsumtif, namun direct selling baru berkembang dan bermunculan di negara ini pada tahun 1992, dan yang menaungi perusahaan penjualan langsung (Direct Selling/DS), termasuk perusahaan yang menjalankan penjualan dengan sistem berjenjang (Multi Level Marketing/MLM) di Indonesia adalah APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia).

Jumlah anggota APLI saat ini sudah mencapai 61 perusahaan, namun sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional, bisnis penjualan langsung atau direct selling di Indonesia pun mengalami pasang-surut. Persaingan yang kian ketat membuat para pelaku harus lebih kreatif menggarap pasar. Salah satu perusahaan direct selling yang mampu eksis, khusunya di Indonesia adalah Tupperware (www.apli.or.id).


(16)

Tupperware, adalah salah satu perusahaan direct selling terbesar di dunia dan sudah lebih dari 70 tahun berkecimpung dalam pembuatan produk plastik bermutu yang menawarkan wadah plastik dengan kualitas terbaik untuk makanan dan minuman. Tupperware yang berkantor pusat di Orlando Amerika Serikat ini ditemukan tahun 1937 di Amerika dan dikembangkan tahun 1946 oleh Earl Tupper. Tupperware memiliki cara penjualan yang unik, informatif dan menghibur. Produk Tupperware hanya dijual melalui home party Tupperware yang dikenal sebagai Tupperware party dan dilakukan oleh para sales forces yang terdiri dari dealer, team captain dan manager, sebagai suatu cara yang pertama kali diperkenalkan oleh Brownie Wise (www.tupperware.co.id).

Kejeliannya memanfaatkan teknologi, membuat Tupperware tanggap terhadap berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat, diperkirakan hampir setiap 2,3 detik, Tupperware party diselenggarakan di salah satu sudut dunia. Tupperware selalu melahirkan produk baru berkualitas inovatif, berdesain unik dengan warna warni yang khas, trendy dan menarik. Produk Tupperware terbuat dari bahan plastik berkualitas terbaik, tidak mengandung zat kimia beracun dan memenuhi standard dari beberapa badan dunia seperti FDA (Food and Drug Administration) Amerika, European Food Safety Authority (Eropa), Japan Food Safety Commision


(17)

(Jepang), sehingga selain aman digunakan berkali-kali untuk makanan dan minuman (Food Grade) juga ramah lingkungan, karena produk Tupperware yang rusak bisa di daur ulang menjadi produk lain seperti bangku plastik, pot tanaman, tempat sampah, dan lain-lain. Sesuai dengan komitmennya dalam memberi kepuasan maksimal kepada semua pencinta dan penggunanya, Tupperware tak ragu untuk memberikan garansi seumur hidup selama sesuai dengan pemakaian normal (www.tupperware.co.id).

Selain memiliki produk yang berkualitas, Tupperware juga menawarkan peluang karier yang penuh kesenangan dengan memberikan penghasilan yang tak terduga. Karyawan dapat menentukan sendiri waktu bekerja dan target pendapatan yang diinginkan, merupakan bentuk-bentuk kesenangan yang ditawarkan Tupperware.

Tupperware telah beroperasi di lebih dari 120 negara

dengan lebih dari 2,2 juta penjual langsung (sales forces) di seluruh dunia, dan salah satunya adalah Indonesia

(www.tupperware.co.id).

Tupperware Indonesia berdiri sejak tahun 1991, berkantor pusat di Jakarta, saat ini telah melibatkan lebih dari 72 distributor resmi dan lebih dari 70.000 penjual langsung (sales forces) di seluruh Indonesia yang telah dilatih dan dibimbing untuk menjadi


(18)

tenaga penjual yang tangguh. Tupperware Indonesia juga bergabung dalam APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia), selain mencari profit Tupperware Indonesia juga memiliki program-program CSR salah satu contohnya adalah program-program Tupperware children fund. Visi Tupperware Indonesia adalah menjadi Company of Choice dan Brand of Choice. Sedangkan misinya adalah merubah hidup lebih banyak orang menjadi lebih baik lagi (www.tupperware.co.id).

PT. Asta Kencana Cemerlang merupakan salah satu distributor Tupperware, yang berlokasi di Jl. Jakarta, Surabaya, Jawa Timur. Perusahaan ini didirikan tahun 1999 oleh Ibu Ide Suwiharti dengan dibantu oleh 6 karyawan. 2 bagian administrasi, 1 karyawan bagian keuangan, kemudian 1 karyawan bagian gudang dan 2 lainnya adalah supir. PT. Asta Kencana Cemerlang memiliki 587 sales forces aktif. Wilayah kerja atau pemasarannya meliputi Surabaya, Tuban, Bangil dan Pasuruan, Madura. Target penjualan yang harus dicapai PT. Asta Kencana Cemerlang mencapai 1,2 miliar per bulan dan angka itu selalu dapat dicapai.

Fenomena yang terjadi saat ini terutama pada beberapa bulan terakhir (Januari – April 2010) perolehan omzet PT. Asta Kencana Cemerlang cenderung menurun dan berfluktuasi sehingga berdampak pada tidak tercapainya target, hal tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:


(19)

Gambar 1.1: Data Omzet 2010 PT. Asta Kencana Cemerlang

Sumber: data diolah

Data di atas dapat dilihat bahwa pada bulan Februari PT. Asta Kencana Cemerlang mengalami penurunan omzet yang signifikan dari Rp. 928.537.650 pada bulan Januari menjadi Rp. 584.356.610 pada bulan Februari, meskipun pada bulan Maret dan April mengalami kenaikan.

Rp-Rp200.000.000 Rp400.000.000 Rp600.000.000 Rp800.000.000 Rp1.000.000.000 Rp1.200.000.000

Januari Februari Maret April

Om

ze

t

Bulan

Data Omzet PT. Asta Kencana Cemerlang

Periode Januari-April 2010

Target

Omzet Perusahaan

Omzet Sales Forces

Tabel 1.1: Data Omzet PT. Asta Kencana Cemerlang Periode Januari-April 2010

Target Omzet Perusahaan Omzet Sales Forces

Januari Rp 1.200.000.000 Rp 928.537.650 Rp 742.148.250

Februari Rp 1.200.000.000 Rp 584.356.610 Rp 607.690.110

Maret Rp 1.200.000.000 Rp 819.859.900 Rp 772.906.750

April Rp 1.200.000.000 Rp 828.810.450 Rp 643.026.750


(20)

Penurunan omzet PT. Asta Kencana Cemerlang tersebut merupakan fenomena di perusahaan yang mengindikasikan adanya masalah sumber daya manusia khususnya kinerja sales forces. Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Prabu, 2002:67), hal ini tentunya berkaitan dengan gaya kepemimpinan, motivasi, dan kepuasan kerja.

Sebagaimana hasil penelitian terdahulu yang dilakukan beberapa peneliti. Pertama, Koesmono (2005) yang menunjukkan bahwa, motivasi berpengaruh terhadap kinerja secara positif dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja secara positif. Kedua, Tampubolon (2007) yang hasil penelitiannya menunjukkan faktor gaya kepemimpinan memberikan kontribusi yang relatif besar dan sangat signifikan terhadap peningkatan kinerja pegawai.

Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan, keinginan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya. Satu-satunya sumber daya yang memiliki rasio, rasa dan karsa. Semua potensi sumber daya manusia tersebut sangat berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam pencapaian tujuannya. Betapa pun majunya teknologi, berkembangya informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, namun jika tanpa sumber daya


(21)

manusia maka akan sulit bagi organisasi untuk mencapai tujuannya (Gomes, 2003:2).

Tren seperti globalisasi dan meningkatnya persaingan telah menempatkan sumber daya manusia pada barisan depan dan posisi kunci dalam kebanyakan usaha perencanaan strategis (Dessler, 2008:14).

Yukl (1994) dalam Sukarno (2004) pun menyatakan bahwa kesuksesan perusahaan di kompetisi global ditentukan oleh kecepatan perusahaan untuk berubah sesuai dengan lingkungan bisnisnya. Perubahan yang terjadi dengan cepat tersebut membutuhkan sales force yang kompeten dibidangnya.

Menurut Hasibuan (2009:135), sumber daya manusia khusunya karyawan tidak dapat diperlakukan seenaknya seperti menggunakan faktor-faktor produksi lainnya (mesin, modal atau bahan baku). Karyawan juga harus selalu diikut sertakan dalam setiap kegiatan serta memberikan peran aktif untuk menggunakan alat-alat yang ada. Karena tanpa peran aktif karyawan, alat-alat canggih yang dimiliki tidak ada artinya bagi perusahaan untuk mencapai tujuannya. Tujuan perusahaan hanya dapat dicapai jika para karyawan bergairah bekerja, mengerahkan kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan, serta berkeinginan untuk mencapai prestasi kerja yang optimal, jika karyawan kurang


(22)

berprestasi maka sulit bagi organisasi perusahaan dapat memperoleh hasil yang baik, hal ini mengharuskan pemimpin menggunakan kewenangannya untuk mengubah sikap dan perilaku karyawan supaya mau bekerja giat serta berkeinginan mencapai hasil yang optimal.

Sumber daya manusia di perusahaan perlu dikelolah secara profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan organisasi perusahaan. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama perusahaan agar dapat berkembang secara produktif dan wajar, oleh karena itu tidak dapat disangkal lagi bahwa faktor manusia merupakan modal utama yang perlu diperhatikan oleh pengusaha dan pemimpin perusahaan (Prabu, 2002:1).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini akan meneliti peran gaya kepemimpinan, motivasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja sales forces PT. Asta Kencana Cemerlang.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang disampaikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja di PT. Asta Kencana Cemerlang?


(23)

2. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja di PT. Asta Kencana Cemerlang?

3. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja sales forces di PT. Asta Kencana Cemerlang?

4. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja sales forces di PT. Asta Kencana Cemerlang?

5. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja sales forces di PT. Asta Kencana Cemerlang?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja di PT. Asta Kencana Cemerlang.

2. Menganalisis pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja di PT. Asta Kencana Cemerlang.

3. Menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja sales forces di PT. Asta Kencana Cemerlang.

4. Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja sales forces di PT. Asta Kencana Cemerlang.

5. Menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja sales forces di PT. Asta Kencana Cemerlang.


(24)

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Akademis

Manfaat akademis yang dapat diberikan oleh studi ini adalah penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih komprehensif, khususnya menyajikan bukti empirik tentang:

1. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja. 2. Pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja.

3. Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja sales forces. 4. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja sales forces. 5. Pengaruh motivasi terhadap kinerja sales forces.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil analisis pada studi penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh PT. Asta Kencana Cemerlang untuk meningkatkan kinerja sales forces nya, sehingga omzet yang diperoleh dapat memenuhi target.


(25)

KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODEL

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Hubungan Gaya Kepemimpinan Dengan Kepuasan Kerja

Kepemimpinan yang efektif merupakan salah satu faktor penentu maju mundurnya organisasi, dinamis statisnya organisasi, tumbuh kembangnya organisasi, mati hidupnya organisasi, senang tidaknya seseorang bekerja dalam suatu organisasi, serta tercapai tidaknya tujuan organisasi. Oleh karena itu, bisa dikatakan kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan. Bagaimana cara seorang pemimpin organisasi memimpin anggota, karyawan atau sfaff untuk memperoleh keberhasilan yang maksimal atau dapat mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan merupakan sebuah fenomena yang menarik.

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas seseorang dan sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu (Hersey dan Blanchard, 1992:99). Senada dengan pernyataan tersebut, Daft (2002:50) mendefinisikan kepemimpinan


(26)

(leadership) adalah kemampuan mempengaruhi orang yang mengarah kepada pencapaian tujuan organisasi.

Robbins (2002:3), mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan.

Danim (2004:55) mendefinisikan kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan member arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Yukl (2005:8) mendefinisikan kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama.

Hasibuan (2009:170), mendefinisikan kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, kepemimpinan merupakan tindakan mempengaruhi yang dilakukan seorang


(27)

pemimpin atau atasan kepada bawahan atau karyawannya agar bekerjasama dan termotivasi dalam melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan upaya untuk mencapai tujuan organisasi.

Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin orang lain atau bawahannya. Perilaku para pemimpin ini secara singkat disebut sebagai gaya kepemimpinan (leadership style).

Usaha seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain agar mengikuti apa yang diperintahkan akan sangat tergantung pada gaya kepemimpinannya. Fiedler dalam Robbins (2002:10) pun menyatakan bahwa faktor utama dalam sukses kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan dasar individu itu.

Gaya kepemimpinan seseorang adalah pola perilaku yang diperlihatkan orang itu pada saat mempengaruhi aktivitas orang lain seperti yang dipersepsikan orang lain (Harsey dan Blanchard, 1992:114). Senada dengan pernyataan tersebut, Davis dan Newstrom (1996:162) juga mendefinisikan gaya kepemimpinan adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan pegawainya.


(28)

Luthans (2006:702), mendefinisikan gaya kepemimpinan adalah cara para pemimpin atau manajer mempengaruhi pengikut atau karyawannya.

Menurut Hasibuan (2009:179), gaya kepemimpinan ada tiga, yaitu:

a. Kepemimpinan otoriter

Adalah kepemimpinan dimana kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sisitem sentralisasi wewenang.

b. Kepemimpinan partisipatif

Adalah kepemimpinan yang dilakukkan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi bawahan.

c. Kepemimpinan delegatif

Adalah kondisi dimana seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya.

Menurut Robbins (2002:3-19), teori kepemimpinan dapat diklasifikasikan dalam tiga pendekatan, yaitu:


(29)

a. Teori karakter

Teori karakter adalah teori-teori yang mencari karakter kepribadian, sosial, fisik, atau intelektual yang memperbedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Pendekatan karakter belum terbukti lebih sukses dalam menjelaskan kepemimpinan, ada empat alasan mendasari, yaitu:

1) Pendekatan itu mengabaikan kebutuhan dari pengikut

2) Umumnya pendekatan itu gagal dalam memperjelas kepentingan relatif diberbagai karakter

3) Pendekatan itu tidak memisahkan sebab dari akibat (misalnya, apakah pemimpin percaya diri ataukah sukses sebagai seorang pemimpin membina suatu rasa percaya diri)

4) Mengabaikan faktor-faktor situasional

b. Teori perilaku

Teori perilaku adalah teori-teori yang mengemukakan bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Terdapat empat teori pendekatan perilaku kepemimpinan, yaitu:

1) Telaah Universitas Negeri Ohio

Dalam pendekatan ini terdapat dua dimensi yang secara hakiki menjelaskan kebanyakan perilaku kepemimpinan yang digambarkan oleh bawahan, yaitu:


(30)

a) Struktur prakarsa (initiating)

Sejauh mana pemimpin berkemungkinan mendefinisikan dan menstruktur peran mereka dan peran bawahan dalam upaya mencapai tujuan.

b) Pertimbangan (consideration)

Sejauh mana seorang pemimpin berkemungkinan memiliki hubungan perkerjaan yang ditandai saling percaya menghargai gagasan bawahan dan memperhatikan perasaan mereka.

2) Telaah Universitas Michigan

Dalam pendekatan ini terdapat dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu:

a) Berorientasi karyawan

Pemimpin yang menekankan hubungan antar pribadi. b) Berorientasi produksi

Pemimpin yang menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan.

3) Kisi Manajerial

Kisi manajerial berdasarkan pada gaya “kepedulian akan orang” dan “kepedulian akan produksi”, yang pada

hakikatnya mewakili dimensi pertimbangan dan struktur prakarsa dari Ohio atau dimensi berorientasi karyawan dan


(31)

berorientasi produksi dari Michigan. Kisi manajerial mempunyai Sembilan posisi yang mungkin sepanjang tiap sumbu, menciptakan 81 posisi berbeda yang di dalamnya pemimpin bisa ditempatkan. Kisi itu tidak menunjukkan hasil yang diproduksikan melainkan, faktor-faktor dominan dalam pemikiran seorang pemimpin dalam rangka memperoleh hasil.

4) Telaah Skandinavia

Pendekatan ini menemukan dimensi baru yang terpisah dan independen yaitu pemimpin yang berorientasi

pengembangan dimana pemimpin menghargai

eksperimental, mengusahakan gagasan baru dan menimbulkan serta melaksanakan perubahan.

c. Teori kemungkinan

Tidak sedikit telaah yang mencoba memilahkan faktor penting situasional yang mempengaruhi keefektifan kepemimpinan. Misalnya, variabel pelunak (moderating variabel) yang populer, variabel ini digunakan dalam mengembangkan teori kemungkinan yang mencakup tingkat struktur dalam tugas yang akan dikerjakan, kualitas hubungan pemimpin-anggota, kekuasaan jabatan pemimpin, kejelasan peran bawahan, norma kelompok, ketersediaan informasi, penerimaan bawahan akan


(32)

keputusan pemimpin dan kematangan bawahan. Ada lima pendekatan teori kemungkinan (Robbins, 2002:10-31), yaitu:

1) Model Kemungkinan Fiedler

Model kemungkinan menyeluruh yang pertama untuk kepemimpinan dikembangkan oleh Fred Fiedler. Model kemungkinan Fiedler mengemukakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada padanan yang tepat antara gaya interaksi dari pemimpin dengan bawahannya serta sampai tingkat mana situasi memberikan kendali dan pengaruh kepada pemimpin.

Fiedler telah mengidentifikasi tiga dimensi kemungkinan, dimana dimensi tersebut mendefinisikan faktor situasional utama (kunci) yang menentukan keefektifan kepemimpinan, yaitu:

a) Hubungan pemimpin-anggota: Tingkat keyakinan, kepercayaan dan respek bawahan terhadap pemimpin mereka.

b) Struktur tugas: Tingkat dimana penugasan pekerjaan diprosedurkan (yakni terstruktur atau tidak terstruktur). c) Kekuasaan jabatan: Tingkat pengaruh yang dimiliki


(33)

seperti mempekerjakan, memecat, mendisiplinkan, mempromosikan dan menaikkan gaji.

2) Teori Situasional Hersey dan Blanchard

Teori kepemimpinan situasional yaitu suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian pada kesiapan para pengikut. Teori ini mengemukakan bahwa, terdapat empat perilaku pemimpin yang spesifik (Robbins, 2002:13), yaitu:

a) Memberitahukan (orientasi tugas tinggi-hubungan rendah). Pemimpin itu mendefinisikan peran dan memberitahukan kepada orang-orangnya apa, bagaimana, kapan dan dimana berbagai tugas harus dilakukan. Perilaku ini menekankan pada perilaku penaruh (direktif)

b) Menjual (orientasi tugas rendah-hubungan tinggi). Pemimpin memberikan baik perilaku pengarah maupun perilaku pendukung.

c) Berperan-serta (orientasi tugas rendah-hubungan tinggi). Pemimpin dan pengikut bersama-sama mengambil keputusan, dengan peran utama dari pemimpin adalah mempermudah dan berkomunikasi.


(34)

d) Mendelegasikan (orientasi tugas rendah-hubungan rendah). Pemimpin memberikan sedikit pengarahan dan dukungan.

3) Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota (LMX, Leader-Member Exchange)

Teori ini berpendapat bahwa karena tekanan waktu, para pemimpin membangun suatu hubungan yang istimewa dengan suatu kelompok kecil bawahan mereka. Individu-individu ini menyusun kelompok dalam mereka memperoleh kepercayaan, mendapat sejumlah perhatian yang tidak proporsional dari pemimpin dan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mendapat hak istimewa. Bawahan yang lain berada dalam kelompok luar. Mereka memperoleh lebih sedikit waktu pemimpin, lebih sedikit imbalan yang disukai yang dikendalikan pemimpin dan mendapatkan hubungan atasan-bawahan yang didasarkan pada interaksi otoritas formal.


(35)

Kompabilitas pribadi Kompetensi bawahan dan/atau Kepribadian extrovert

Pemimpin Bawahan A Bawahan D Bawahan E Bawahan F Bawahan C Bawahan B

Kelompok -dalam Kelompok-luar

Kepercayaan

Interaksi Tinggi

Hubungan Formal

Gambar 2.1: Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota

Sumber: Robbins (2002:16)

4) Teori Jalur Tujuan (Teori Path-Goal Evans House)

Menurut teori jalur tujuan, perilaku seorang pemimpin dapat diterima baik oleh para bawahan sejauh itu mereka pandang sebagai suatu sumber kepuasan yang segera atau sebagai suatu sarana bagi kepuasan masa depan. Dalam teori jalur tujuan (Sentot, 2010:284) dikemukakan, bahwa terdapat empat gaya kepemimpinan, yaitu:

a) Kepemimpinan direktif, mengarahkan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya menjadwalkan pekerjaan, mempertahankan standar kinerja, memperjelas peranan pemimpin dalam kelompok.

b) Kepemimpinan suportif, melakukan berbagai usaha agar pekerjaan menjadi lebih menyenangkan, memperlakukan


(36)

anggota dengan adil, bersahabat dan mudah bergaul, memperhatikan kesejahteraan bawahannya.

c) Kepemimpinannya yang beroreintasi pada prestasi, menentukan tujuan-tujuan yang menantang, mengharap kinerja yang tinggi, menekankan pentingnya kinerja yang berkelanjutan, optimistik dan memenuhi standar-standar yang tinggi.

d) Kepemimpinan partisipatif, melibatkan bawahan, meminta saran bawahan dan menggunakannya dalam proses pengambilan keputusan.

Perilaku pemimpin:

Direktif Berorientasi prestasi Partisipatif Mendukung

Faktor-faktor kemungkinan lingkungan: Struktur tugas

Sistem otoritas formal Kelompok kerja

Faktor kemungkinan bawahan: Tempat kedudukan control Pengalaman

Kemampuan menata dan memahami

Hasil: Kinerja Kepuasan

Gambar 2.2: Teori Jalur-Tujuan

Sumber: Robbins (2002:18)

5) Model Partisipasi Pemimpin

Victor Vroom dan Phillip Yetton mengembangkan suatu model partisipasi-pemimpin yaitu suatu teori kepemimpinan yang memberikan seperangkat aturan untuk menentukan


(37)

ragam dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi-situasi yang berlainan.

Saat ini ada empat pendekatan lebih baru terhadap kepemimpinan (Robbins, 2002:24-31), yaitu:

a. Teori Atribusi Kepemimpinan

Teori atribusi kepemimpinan adalah persepsi bahwa pemimpin yang efektif umumnya dianggap konsisten dan tidak goyah dalam keputusan mereka

b. Teori Kepemimpinan Karismatik

Teori kepemimpinan karismatik merupakan suatu pengembangan dari teori atribusi. Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut membuat atribusi dari kemampuan kepemimpinan yang heroik atau luar biasa bila mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu. Pemimpin karismatik memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu:

1) Percaya-diri. Mereka benar-benar percaya akan penilaian dan kemampuan mereka.

2) Suatu visi. Ini merupakan tujuan ideal yang mengajukan suatu masa depan yang lebih baik daripada status quo. Makin besar disparitas (simpangan) antara tujuan ideal ini dan status quo, makin besar kemungkinan bahwa pengikut akan menghubungkan visi yang luar biasa itu pada


(38)

3) Kemampuan untuk mengungkapkan visi dengan gamblang. Mereka mampu memperjelas dan menyatakan visi dalam kata-kata yang dapat dipahami orang lain. Artikulasi ini menunjukkan suatu pemahaman akan kebutuhan para pengikut dan karenanya bertindak sebagai suatu tindakan motivasi.

4) Keyakinan kuat mengenai visi itu. Pemimpin karismatik sebagai berkomitmen kuat dan bersedia mengambil risiko pribadi yang tinggi, mengeluarkan biaya tinggi, dan melibatkan diri dalam pengorbanan untuk mencapai visi itu. 5) Perilaku yang di luar aturan. Mereka dengan karisma ikut

serta dalam perilaku yang dipahami sebagai baru, tidak konvensional, dan berlawanan dengan norma-norm. bila berhasil, perilaku ini menimbulkan kejutan dan kekaguman para pengikut.

6) Dipahami sebagai seorang agen perubahan. Pemimpin karismatik dipahami sebagai agen perubahan yang radikal bukannya sebagai pengasuh status quo.

7) Kepekaan lingkungan. Pemimpin ini mampu membuat penilaian yang realistis terhadap kendala lingkungan dan sumberdaya yang diperlukan untuk menghasilkan perubahan.


(39)

c. Kepemimpinan Transaksional versus Transformasional 1) Pemimpin transaksional

Pemimpin yang memandu atau memotivasi pengikut mereka ke arah tujuan-tujuan yang ditetapkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.

2) Pemimpin transformasional

Pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan, dan yang memiliki karisma.

Tabel 2.1: Karakteristik Pemimpin Transaksional dan Transformasional

Pemimpin Transaksional Pemimpin Transformasional

 Imbalan kondisional:

Mengontrakkan pertukaran imbalan atas upaya, menjajikan imbalan untuk kinerja yang baik, mengakui prestasi.

 Manajemen dengan pengecualian (aktif): Menjaga dan mencari penyimpangan dari aturan dan standar, mengambil tindakan koreksi.

 Manajemen dengan pengecualian (pasif): Hanya ikut campur jika standar tidak dipenuhi.

 Laissez-Faire: Melepaskan

tanggung jawab, menghindari pengambilan keputusan.

 Karisma: Memberikan visi dan

rasa misi, menanamkan

kebanggan, memperoleh respek dan kepercayaan.

 Inspirasi: Mengkomunikasikan harapan yang tinggi, meng-gunakan lambang-lambang untuk memfokuskan upaya, meng- ungkapkan maksud-maksud penting dalam cara yang sederhana.

 Rangsangan intelektual:

Menggalakkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah yang teliti.

 Pertimbangan pribadi:

Memberikan perhatian pribadi, memperlakukan tiap karyawan secara individual, melatih, menasehati.


(40)

d. Kepemimpinan Visioner

Kepemimpinan visioner merupakan kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang atraktif, terpercaya, realistik tentang masa depan suatu organisasi atau unit organisasi yang terus bertumbuh dan membaik sampai saat ini.

Penjelasan gaya kepemimpinan di atas dapat disimpulkan bahwa pemimpin memiliki fungsi memengaruhi, mendorong atau memaksa orang untuk mengambil langkah-langkah atau tindakan yang efektif untuk mencapai sasaran organisasi. Sesungguhnya, peranan seorang pemimpin ialah mengambil keputusan, baik yang akan dilaksanakan sendiri maupun untuk menyebabkan orang-orang mengambil langkah-langkah lanjutan sebagai konsekuensi dari keputusan yang telah diambil.

Pelaksanaan fungsi dan peranan pemimpin, tidak terlepas dari gaya kepemimpinan yang dimiliki, dimana hal tersebut menjadi salah satu faktor yang sangat penting bagi keberhasilan sebuah organisasi atau perusahaan. Gaya kepemimpinan yang efektif akan mampu mendorong kinerja organisasi atau perusahaan.

Perilaku pemimpin merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Sesuai dengan pendapat Hasibuan (2009:203), yang menyatakan kepuasan kerja


(41)

karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor, antara lain: balas jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian, berat ringannya pekerjaan, suasana dan lingkungan pekerjaan, peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap pimpinan dalam kepemimpinannya, sifat pekerjaan monoton atau tidak.

Studi Ohio state, dalam Sentot (2010:276), menemukan bukti bahwa tingkat perputaran karyawan terendah dan kepuasan karyawan berada pada tingkat tertinggi di bawah pimpinan yang tingkat consideration-nya tinggi (menggambarkan hubungan yang hangat antara atasan dan bawahan, adanya saling percaya, kekeluargaan dan penghargaan terhadap ide bawahan). Dari temuan tersebut bisa disimpulkan bahwa gaya kempemimpinan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya perputaran karyawan dan kepuasan karyawan.

Kepemimpinan adalah proses untuk mendorong serta membantu orang lain untuk bekerja secara antusias dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan yang utama ditentukan oleh perilaku peran seseorang, bukan oleh ciri pribadinya. Peran pemimpin mengkombinasikan keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual, yang mereka terapkan sesuai dengan tuntutan situasi, oleh sebab itu gaya kepemimpinan sangat mempengaruhi


(42)

karyawan merasa lebih memiliki motivasi kerja tinggi terhadap perusahaan (Podsakoff, et. al, dalam Sukarno, 2004).

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Sukarno (2004), menyatakan bahwa faktor gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap faktor kepuasan kerja, dapat diterima. Ruvendi (2005) dalam penelitiannya pun menyatakan hal serupa yaitu terdapat hubungan dan pengaruh signifikan antara variabel gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

2.1.2. Hubungan Gaya Kepemimpinan Dengan Kinerja Sales Forces

Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tidak terlepas dari peranan seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seorang pemimpin disebuah organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja atau kinerja karyawan untuk mencapai sasaran atau tujuan organisasi secara optimal.

Menurut Wirawan (2009:7), makin tinggi faktor internal pegawai, yang terdiri dari faktor bawaan dari lahir (bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan) dan faktor yang diperoleh


(43)

ketika ia berkembang (etos kerja, displin kerja, motivasi kerja, semangat kerja, sikap kerja, stres kerja, keterlibatan kerja, kepemimpinan, kepuasan kerja dan keloyalan), maka makin tinggi pula kinerja pegawai, sebaliknya makin rendah faktor-faktor tersebut makin rendah pula kinerjanya.

Pendekatan model kepemimpinan sistem yang diajukan oleh Bass (Sutarto, 2006:134), terdiri dari input, hubungan, perilaku pemimpin, dan output, yang termasuk output adalah prestasi atau kinerja dan kepuasan yang meliputi pekerjaan dan pengawas.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Tampubolon (2007) berjudul “Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi Yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001”, faktor gaya kepemimpinan memberikan kontribusi yang relatif besar dan sangat signifikan terhadap peningkatan kinerja pegawai.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

2.1.3. Hubungan Motivasi Dengan Kepuasan Kerja

Motivasi sangat dibutuhkan seorang karyawan untuk meningkatkan suatu aktivitas kerjanya. Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan tidak terlepas dari sumber daya


(44)

manusia khususnya karyawan yang dimiliki, dengan motivasi yang tinggi, seorang karyawan akan selalu berusaha dengan seluruh kemampuannya agar hasil yang terbaik dapat dicapai.

Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Hasibuan, 2009:141).

Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual (Robbins, 2001:166).

Stanford (1969) dalam Prabu (2002:93) mendefinisikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia kearah suatu tujuan tertentu.

Menurut Hasibuan (2009:146), motivasi memiliki beberapa tujuan, antara lain:

a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan b. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan


(45)

c. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan d. Meningkatkan kedisiplinan karyawan

e. Mengefektifkan pengadaan karyawan

f. Menciptakan seuasana dan hubungan kerja yang baik g. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi karyawan h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

i. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya

j. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

Menurut Baron, et. al., (1980) dalam Prabu (2002:93-94), Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal).

Keterangan: Bilamana suatu kebutuhan tidak terpuaskan maka timbul

drive dan aktivitas individu untuk merespon perangsang (incentive)

dalam tujuan yang diinginkan. Pencapaian tujuan akan menjadikan individu merasa puas.

Drive

Unsatisfied Need

Satisfied Need Goal Incentive

Gambar 2.3: Motivasi Sebagai Pembangkit DoronganBaron et. al.


(46)

Motivasi merupakan hal penting, karena dengan motivasi seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu lebih bersemangat terutama dalam hal ini menyangkut motivasi kerja yang berperan dalam kinerja yang bisa bersangkutan. Bagaimanapun juga karyawan atau bawahan sebagai individu tidak bisa terlepas dari kebutuhannya dan untuk itu perlu adanya motivasi yang melatar belakangi karyawan atau bawahan sebagai individu untuk tetap bekerja. Motivasi merupakan kegiatan yang mendorong, meningkatkan gairah dan mengajak karyawan atau bawahan untuk bekerja lebih efektif dan bersemangat.

Sampai saat ini banyak teori motivasi yang telah dikemukakan oleh para ahli. Robbins (2001:167-187) menjelaskan teori-teori motivasi berdasarkan dua klasifikasi, yaitu:

a. Teori Dini Motivasi, yang terdiri dari:

1) Teori Hierarki Kebutuhan

Maslow (1943) dalam Hasibuan (2009:153) mengemukakan teori motivasi yang dinamakan Maslow’s Need Hierarchy Theory/A Theory of Human Motivation atau Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow. Hierarki kebutuhan dari Maslow ini diilhami oleh Human Science Theory dari Elton Mayo.


(47)

Hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak yakni seseorang berperilaku/bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang. Artinya, jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima.

Kebutuhan Fisiologis (Phisiological Needs) Teoritis : Makan, minum, perumahan, seks, istirahat

Terapan : Ruang istirahat, istirahat makan siang, udara bersih untuk bernafas, air untuk minum, liburan, cuti, balas jasa dan jaminan sosial, periode istirahat on the job

Kebutuhan Keamanan dan Rasa Aman (Safety and Security Needs) Teoritis : Perlindungan dan stabilitas

Terapan : Pengembangan karyawan, kondisi kerja yang aman, rencana senioritas, serikat kerja, tabungan, uang pesangon, jaminan pensiun, asuransi, system penanganan keluhan

Kebutuhan Aktualisasi Diri & Pemenuhan Diri (Self-Actualization Needs)

Teoritis : Penggunaan potensi diri, pertumbuhan dan pengembangan diri

Terapan : Menyelesaikan penugasan yang bersifat menantang, melakukan pekerjaan kreatif, pengembangan keterampilan

Kebutuhan Harga DIri (Esteem Needs)

Teoritis : Status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuan, reputasi, apresiasi, kehormatan diri dan penghargaan

Terapan : Kekuasaan, ego, promosi, hadiah, status symbol, pengakuan, jabatan, penghargaan

Kebutuhan Sosial (Social Needs)

Teoritis : Cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima dlm kelompok, kekeluargaan, asosiasi

Terapan : Kelompok kerja formal dan informal, kegiatan yang disponsori perusahaan, acara-acara peringatan

Gambar 2.4: Jenjang Kebutuhan Maslow


(48)

Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu sebagai order tinggi dan order rendah. Kebutuhan faali/fisiologis dan kebutuhan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan order rendah dan kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan order tinggi. Pembedaan antara kedua order itu berdasarkan alasan bahwa kebutuhan order tinggi dipenuhi secara internal (di dalam diri orang itu), sedangkan kebutuhan order rendah terutama dipenuhi secara eksternal (misalnya: upah, kontrak serikat buruh dan masa kerja).

2) Teori X dan Teori Y

Douglas Mc Gregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia: pada dasarnya satu negatif, yang ditandai sebagai Teori X dan yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y. Setelah memandang cara para manajer menangani karyawan Mc Gregor menyimpulkan bahwa pandangan seorang manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada suatu pengelompokkan pengandaian-pengandaian tertentu dan bahwa manajer cenderung mencetak perilakunya terhadap bawahannya menurut pengandaian-pengandaian ini.

Menurut Teori X, empat pengandaian yang dipegang para manajer adalah sebagai berikut:


(49)

a) Karyawan secara inheren (tertanam dalam dirinya) tidak menyukai kerja dan bilamana dimungkinkan, akan mencoba menghindarinya.

b) Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. c) Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari

pengarahan formal bilamana dimungkinkan.

d) Kebanyakan karyawan menaruh keamanan di atas semua faktor lain yang dikaitkan dengan kerja dan akan menunjukkan sedikit saja ambisi.

Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia, Mc Gregor mendaftar empat pengandaian positif yang disebutnya Teori Y:

a) Karyawan dapat memandang kerja sama dengan sewajarnya seperti istirahat atau bermain.

b) Orang-orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran.

c) Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan, tanggung jawab.

d) Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif (pembaruan) tersebar meluas dalam populasi dan tidak hanya milik dari mereka yang berada dalam posisi dalam posisi manajemen


(50)

3) Teori Motivasi-Higiene

Teori motivasi-higiene dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, dalam keyakinannya bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaannya merupakan suatu hubungan dasar dan bahwa sikapnya terhadap kerja dapat sangat menentukan sukses atau kegagalan individu itu.

Menurut Herzberg (Hasibuan, 2009:157), orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan, yaitu:

a) Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan atau maintenance factors. Maintenance factors (faktor pemeliharaan) berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah. Faktor-faktor pemeliharaan meliputi: balas jasa, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lain.

b) Faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik

Herzberg alam Robbins (2001:169-170), mengklasifikasi- kan motivasi ke dalam dual hal, yaitu: faktor intrinsik/motivator dan faktor ekstrinsik/higiene.


(51)

Tabel 2.2: Teori Motivasi-Higiene

Faktor Intrinsik/Motivator Faktor Ekstrinsik/Higiene

 Prestasi  Pengakuan  Kerja itu sendiri  Tanggung jawab  Kemajuan

 Pertumbuhan

 Kebijakan dan administrasi perusahaan

 Penyeliaan

 Hubungan antar-pribadi  Kondisi kerja

 Gaji

Sumber: data diolah dari Robbin (2001:169-170)

b. Teori Kontemporer tentang motivasi, yang terdiri dari:

1) Teori ERG

Clayton Alderfer dari Universitas Yale telah mengerjakan ulang hirarki kebutuhan Maslow untuk menggandeng lebih karib dengan riset empiris. Hirarki kebutuhan revisinya disebut teori ERG.

Clayton Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:

a) Kelompok eksistensi (existence), mempedulikan pemberian persyaratan eksistensi materiil dasar, mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali dan keamanan. b) Kelompok hubungan (relatedness), hasrat yang dimiliki manusia

untuk memelihara hubungan antar-pribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang lain agar dipuaskan dan hasrat ini segaris dengan kebutuhan sosial Maslow dan komponen eksternal dari klasifikasi penghargaan


(52)

c) Kelompok pertumbuhan (growth), suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik dari penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.

2) Teori Kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland dan kawan-kawan. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan, yaitu:

a) Kebutuhan akan prestasi

Dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat sukses.

b) Kebutuhan akan kekuasaan

Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berperilaku demikian.

c) Kebutuhan akan afiliasi

Hasrat untuk hubungan antar-pribadi yang ramah dan akrab

3) Teori Evaluasi Kognitif

Teori evaluasi kognitif membagi ganjaran-ganjaran ekstrinsik, seperti upah, untuk upaya kerja yang sebelumnya secara instrinsik telah memberi ganjaran karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan.


(53)

Secara historis, ahli teori motivasi umumnya mengasumsi-kan bahwa motivasi intrinsik seperti misalnya prestasi, tanggung jawab dan kompetensi tidak bergantung pada motivator ekstrinsik seperti upah tinggi, promosi, hubungan penyelia yang baik dan kondisi kerja yang menyenangkan.

Artinya rangsangan satu tidak akan mempengaruhi yang lain, tetapi teori evaluasi kognitif menyarankan sebaliknya. Teori ini berargumen bahwa bila ganjaran-ganjaran ekstrinsik digunakan oleh organisasi sebagai hadiah untuk kinerja yang unggul, ganjaran intrinsik, yang diturunkan dari individu-individu yang melakukan apa yang mereka sukai, akan dikurangi, dengan kata lain bila ganjaran ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan suatu tugas yang menarik, pengganjaran itu menyebabkan minat intrinsik terhadap tugas sendiri merosot (Robbins, 2001:175-176).

4) Teori Penetapan Tujuan

Edwin Locke (Robbin, 2001:177), mengemukakan bahwa maksud-maksud untuk bekerja ke arah suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Artinya, tujuan memberitahu karyawan apa yang perlu dikerjakan dan betapa banyak upaya akan dihabiskan.

Terdapat tiga faktor yang ditemukan untuk mempengaruhi hubungan tujuan-kinerja (Robbins, 2001:178), yaitu:


(54)

a) Komitmen tujuan b) Keefektifan diri

c) Budaya nasional/ikatan budaya

Kesimpulannya adalah bahwa intensi –yang diucapkan dengan istilah tujuan yang sukar dan spesifik- merupakan suatu kekuatan motivasi yang ampuh. Pada kondisi yang tepat, intensi ini dapat menghantar ke kinerja yang lebih tinggi, tetapi, tidak ada bukti yang mendukung gagasan bahwa tujuan semacam itu berkaitan dengan peningkatan kepuasan kerja.

5) Teori Penguatan (Reinforcement Theory)

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada tingkat produksi kelompok. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu.

Teori penguatan/pengukuhan (Reinforcement Theory) terdiri dari dua jenis (Hasibuan, 2009:167), yaitu sebagai berikut:

a) Pengukuhan positif (positive reinforcement) yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.


(55)

b) Pengukuhan negatif (negative reinforcement) yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh negatif dihilangkan secara bersyarat.

Teori penguatan mempunyai suatu pendekatan perilaku (behavioristic), yang berargumen bahwa penguatanlah yang mengkondisikan perilaku. Teori penguatan mengabaikan keadaan internal dari individu dan memusatkan semata-mata hanya pada apa yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil suatu tindakan. Teori ini tidak memperdulikan apa yang mengawali perilaku, dalam arti seksama, teori ini bukanlah teori motivasi, tetapi teori ini memang memberikan suatu cara analisis yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku dan untuk alasan inilah teori ini lazim dipertimbangkan dalam pembahasan motivasi (Robbins, 2001:179).

6) Teori Keadilan (Equity Theory)

Individu atau karyawan membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan atau keluaran orang lain kemudian berespons untuk menghapuskan setiap ketidakadilan

Acuan yang dipilih oleh seorang karyawan menambah kerumitan dari teori keadilan. Bukti menyatakan bahwa acuan yang dipilih merupakan varibabel yang penting dalam teori keadilan. Ada


(56)

empat pembandingan acuan yang dapat digunakan oleh seorang karyawan (Robbins, 2001:181):

a) Di dalam diri sendiri: Pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda di dalam organisasinya dewasa ini.

b) Di luar diri sendiri: Pengalaman seorang karyawan dalam situasi atau posisi di luar organisasinya dewasa ini.

c) Di dalam diri orang lain: Individu atau kelompok individu lain di dalam organisasi karyawan itu.

d) Di luar diri orang lain: Individu atau kelompok individu di luar organisasi karyawan itu.

Berdasarkan teori keadilan, bila karyawan mempersepsikan suatu ketidakadilan mereka dapat meramalkan untuk mengambil salah satu dari enam pilihan berikut (Robbins, 2001:181):

a) Mengubah masukan mereka (misalnya, tidak mengeluarkan banyak upaya)

b) Mengubah keluaran mereka (misalnya, individu yang dibayar atas dasar banyaknya potongan yang diselesaikan dapat menaikkan upah mereka dengan menghasilkan kuantitas yang lebih tinggi dari unit yang kualitas lebih rendah)

c) Mendistorsikan persepsi mengenai dirinya (misalnya, “Saya biasa berpikir saya bekerja pada kecepatan sedang, tapi sekarang saya menyadari bahwa saya bekerja terlalu keras


(57)

d) Mendistorsi persepsi mengenai orang lain (misalnya, pekerjaan Mike tidaklah begitu diinginkan seperti saya kira sebelumnya) e) Memilih acuan yang berlainan (misalnya, “Mungkin gaji saya

tidak sebanyak gaji ipar saya, tetapi saya melakukan jauh lebih baik daripada Ayah ketika ia seusia saya”)

f) Meninggalkan medan (misalnya, berhenti dari pekerjaan)

Secara khusus teori keadilan menegakkan empat dalil yang berkaitan dengan upah yang tidak adil (Robbins, 2001:181):

a) Pembayaran menurut waktu, karyawan yang diganjar terlalu tinggi menghasilkan lebih daripada karyawan yang dibayar dengan adil. Karyawan yang dibayar berdasarkan jam dan digaji menghasilkan produksi dengan kuantitas atau kualitas yang tinggi agar meningkatkan sisi masukan dari rasio itu dan memberikan keadilan.

b) Adanya pembayaran menurut kuantitas produksi, karyawan yang diganjar lebih tinggi menghasilkan lebih sedikit satuan, tetapi dengan kualitas lebih tinggi, daripada karyawan yang dibayar dengan adil. Individu-individu yang dibayar atas dasar banyaknya potongan yang dihasilkan meningkatkan upayanya untuk mencapai keadilan, yang mengakibatkan kualitas atau kuantitas yang lebih besar. Kenaikan kuantitas hanya akan meningkatkan ketidakadilan, karena semua satuan yang


(58)

jauh, oleh karena itu upaya diarahkan ke peningkatan kualitas bukannya peningkatan kuantitas.

c) Adanya penggajian menurut waktu, karyawan yang kurang diganjar menghasilkan keluaran dengan kualitas yang kurang atau lebih buruk. Upaya dikurangi, yang menimbulkan produktivitas yang lebih rendah atau keluaran kualitas yang lebih buruk daripada karyawan yang diupah dengan adil.

d) Adanya penggajian menurut kuantitas produksi, karyawan yang kurang diberi ganjaran menghasilkan sejumlah besar satuan dengan kualitas rendah dibandingkan dengan karyawan yang diupah dengan adil. Karyawan dengan rencana upah berdasarkan banyaknya potongan yang dihasilkan, dapat menimbulkan ekuitas karena mengorbankan kualitas keluaran demi kuantitas untuk meningkatkan ganjaran tanpa meningkatkan kontribusi atau dengan kontribusi kecil saja.

Secara historis, teori keadilan memfokuskan pada dua hal (Robbins, 2001:181), yaitu:

a) Keadilan distributif

Keadilan yang dipahami berdasarkan jumlah dan alokasi imbalan diantara para individu.

b) Keadilan prosedural

Keadilan yang dipahami berdasarkan proses yang digunakan untuk menetapkan distribusi imbalan.


(59)

Sebagai kesimpulan, teori keadilan memperlihatkan bahwa, untuk kebanyakan karyawan, motivasi sangat dipengaruhi oleh ganjaran relatif maupun ganjaran mutlak.

7) Teori Harapan

Teori harapan ini dikemukan oleh Victor Vroom. Vroom mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting (Hasibuan, 2009:166), yaitu:

a) Harapan (expectancy)

Adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku.

b) Nilai (valence)

Adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai memotivasi) bagi setiap individu tertentu.

c) Pertautan (instrumentality)

Adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.

Prinsip teori harapan (Hasibuan, 2009:167): a) P = f (M x A)

b) M = f (V1 x E) c) VI = f (V2 x I)


(60)

Keterangan: P = Performance M = Motivation A = Ability V = Valence E = Expectancy I = Instrumentality

Menurut Robbins (2001:185), teori harapan adalah kuatnya kecenderungan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu itu

Penjelasan beberapa teori motivasi yang dikemukakan beberapa tokoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu kondisi atau keadaan individu yang menjadi sumber yang mempengaruhi, mendorong, menentukan tingkat usaha untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Manusia dalam hal ini karyawan atau pegawai adalah mahluk sosial yang menjadi kekayaan utama bagi setiap organisasi. mereka menjadi perencana, pelaksana dan pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan organisasi. Karyawan atau pegawai menjadi pelaku yang menunjang tercapainya tujuan, mempunyai pikiran, perasaan dan keinginan


(61)

maka hal-hal yang dapat mempengaruhi sikap-sikap negatif hendaknya diminimalkan.

Pengembangan sikap-sikap positif tersebut dapat dilakukan dengan cara memotivasi para karyawan atau pegawai agar kepuasan kerja karyawan atau pegawai menjadi tinggi, mengingat kepuasan kerja merupakan bagian dari kepuasan hidup yang bergantung pada tindakan mana individu menemukan saluran-saluran yang memadai untuk mewujudkan kemampuan, minat, ciri pribadi nilai-nilainya.

Hasibuan (2009:146), mengemukakan tujuan motivasi, antara lain: meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan, meningkatkan produktivitas kerja karyawan, mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan, meningkatkan kedisipilinan karyawan, mengefektifkan pengadaan karyawan, menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik, meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi karyawan, meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan, mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya, serta meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

Menurut Baron, et.al. (1980), bilamana suatu kebutuhan tidak terpuaskan maka timbul drive dan aktivitas individu untuk merespon perangsang (incentive) dalam tujuan yang diinginkan.


(62)

Pencapaian tujuan akan menjadikan individu merasa puas, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (Prabu, 2002:93).

Kehidupan sehari-hari seseorang sebelum memiliki motivasi akan didahului oleh motif yang ada pada dirinya. Pemenuhan terhadap kebutuhan motivasi tidak terelakkan bagi semua karyawan sebab apabila motivasi terpenuhi dengan baik akan muncul kepuasan kerja dan pada giliran berikutnya akan berdampak pada ketenangan kerjanya. Motivasi dapat berupa keuangan dan non keuangan yang akan berdampak pada kepuasan kerja (Grund dan Sliwka, 2001 dalam Koesmono, 2005).

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Koesmono (2005), motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja secara positif. Brahmasari dan Suprayetno (2008) pun menyatakan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.


(63)

2.1.4. Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Sales Forces

Motivasi kerja sangat dibutuhkan untuk meningkatkan suatu aktivitas kerja, keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai sebagian besar bergantung kepada motivasi karyawan untuk melaksanakan pekerjaannya, dengan motivasi kerja yang tinggi, seseorang pekerja akan selalu berusaha dengan seluruh kemampuannya untuk memperoleh hasil kerja yang terbaik.

Menurut Prabu (2002:67), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

Menurut Wirawan (2009:7), makin tinggi faktor internal pegawai, yang terdiri dari faktor bawaan dari lahir (bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan) dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang (etos kerja, displin kerja, motivasi kerja, semangat kerja, sikap kerja, stres kerja, keterlibatan kerja, kepemimpinan, kepuasan kerja dan keloyalan), maka makin tinggi pula kinerja pegawai. Sebaliknya, makin rendah faktor-faktor tersebut, makin rendah pula kinerjanya, maka bisa dikatakan bahwa motivasi kerja dapat mempengaruhi kinerja karyawan.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Koesmono (2005) motivasi berpengaruh terhadap kinerja secara positif.


(64)

Tjahjono dan Gunarsih dalam penelitiannya menyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai. Hartati (2005) dalam penelitiannya pun menyatakan hal serupa yaitu motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

2.1.5. Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Kinerja Sales Forces

Pada dasarnya seseorang dalam bekerja akan merasa nyaman dan tinggi kesetiannya pada perusahaan apabila dalam bekerjanya memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang diinginkan. Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pegawai dan banyaknya yang mereka yakini dan apa yang seharusnya mereka terima (Robbins, 2001:24).

Wexley dan Yukl (1977) dalam Prabu (2002:117), mendefinisikan kepuasan kerja adalah “the way an employee feels about his or her job” (cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya).

Davis dan Newstrom (1996:105), mendefinisikan kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka.


(65)

Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2007:186), mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu sikap yang dimiliki pekerja mengenai pekerjaan mereka. Hal ini dihasilkan dari persepsi mereka mengenai pekerjaan.

Hasibuan (2009:202), mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.

Tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja dan turnover kecil maka secara relatif kepuasan kerja karyawan baik. Sebaliknya jika kedisiplinan, moral kerja dan turnover karyawan besar maka kepuasan kerja karyawan di perusahaan kurang (Hasibuan, 2009:202).

Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor berikut (Hasibuan, 2009:203):

a. Balas jasa yang adil dan layak

b. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian c. Berat ringannya pekerjaan


(66)

f. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya g. Sifat pekerjaan monoton atau tidak

Kepuasan kerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu (Prabu, 2002:120):

a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja.

b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.

Faktor-faktor yang mendorong kepuasan kerja terdiri dari (Robbin, 2001:149):

a. Kerja yang secara mental menantang b. Ganjaran atau imbalan yang pantas c. Kondisi kerja yang mendukung d. Rekan kerja yang mendukung

e. Kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan

Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara (misalnya, daripada berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi atau menggelakkan sebagian dari


(1)

118

yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) (Prabu, 2002:67).

Hasil penelitian ini pun mendukung beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan Koesmono (2005) yang menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja secara positif, Tjahjono dan Gunarsih yang menyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai. Hartati (2005) dalam penelitiannya pun menyatakan hal serupa yaitu motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

Secara empirik yang menyebabkan motivasi berpengaruh terhadap kinerja adalah keinginan sales forces PT. Asta Kencana Cemerlang (mayoritas wanita) untuk dapat membantu keuangan keluarga, sehingga kuatnya dorongan atau motivasi yang berasal dari diri sendiri tersebut dapat membuat kinerja sales forces positif atau baik.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini menganalisis mengenai peranan gaya kepemimpinan, motivasi terhadap kepuasan kerja serta dampaknya pada kinerja sales forces PT. Asta Kencana Cemerlang. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis

Structural Equatiaon Modeling (SEM) dapat dikembangkan

beberapa pernyataan dan kesimpulan yang didukung bukti empirik sebagai berikut:

1. Gaya kepemimpinan tidak memberikan kontribusi terhadap kepuasan kerja.

2. Motivasi tidak memberikan kontribusi terhadap kepuasan kerja.

3. Kepuasan kerja memberikan kontribusi terhadap kinerja sales forces.

4. Gaya kepemimpinan tidak memberikan kontribusi terhadap kinerja sales forces.


(3)

120

5.2. Saran

Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan atau dimanfaatkan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan, antara lain:

1. Diharapkan PT. Asta Kencana Cemerlang selaku distributor Tupperware dapat lebih memenuhi kebutuhan keamanan dan rasa aman yaitu memberikan jaminan ketersediaan barang pada sales forces.

2. Diharapkan PT. Asta Kencana Cemerlang selaku distributor Tupperware dapat lebih memenuhi kebutuhan sosial yaitu dengan cara membantu menjaga keakraban antara karyawan atau sales forces.

3. Diharapkan PT. Asta Kencana Cemerlang selaku distributor Tupperware dapat lebih memenuhi kebutuhan penghargaan yaitu dengan cara memberikan pujian-pujian dan reward atas prestasi sales forcesnya.

4. Diharapkan PT. Asta Kencana Cemerlang selaku distributor Tupperware dapat lebih memenuhi kebutuhan aktualisasi diri yaitu memberikan kesempatan pada tiap sales forces untuk mengembangkan kemampuan.

5. Diharapkan PT. Asta Kencana Cemerlang dapat memberikan pelatihan kepemimpinan atau leadership pada seluruh sales


(4)

Psycological Bulletin, 103 (3) : 411-23.

Bentler, P.M. and C.P. Chou. (1987). Practical Issue in Structural Modeling. Sociological Methods and Research, 16 (1) : 78-117. Brahmasari, I. A., & Suprayetno, A. (2008). Pengaruh Motivasi Kerja,

Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Serta Dampaknya Pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Hei Internasional Wiratama Indonesia).

Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 10 No. 2 , 124-135.

Daft, Richard L. (2002). Manajemen. Erlangga, Jakarta.

Danim, Sudarwan. (2004). Motivasi, Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Davis, Keith dan Newstrom, John. W. (1996). Perilaku Dalam Organisasi. Erlangga, Jakarta, hlm 105 & 162.

Dessler, Gary. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid I. Indeks.

Ferdinand, Augusty.(2002). Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. BP Undip, Semarang.

Ghozali, Imam. (2008). Konsep dan Aplikasi Dengan Program AMOS. BP Undip, Semarang.

Gomes, Faustino C. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Andi, Yogyakarta, hlm 2.

Hair, J.F. et. al. (1998). Multivariate Data Analysis. Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.

Hartline, Michael D. and O.C. Ferrell (1996). “The Management of Customer-Contact Service Employees: An Empirical Investigation”. Journal of Marketing. 60 (4) : 52-70.

Hasibuan, Malayu S.P. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Hersey, & Blanchard. (1992). Manajemen Perilaku Organisasi. Erlangga, Jakarta.


(5)

122

Ivancevich, John M., Konopaske, Robert dan Matteson, Michael T. (2007). Perilaku dan Manajemen Organisasi. Erlangga, Jakarta, hlm 186. Jogiyanto. (2008). Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Andi,

Yogyakarta.

Koesmono, H. T. (2005). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah di Jawa Timur. JUrnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 7 No. 2 , 171-188.

Kosasih, N., & Budiani, S. (2007). Pengaruh Knowledge Management Terhadap Kinerja Karyawan (Studi kasus departemen front office Surabaya Plaza Hotel). Jurnal Manajemen Perhotelan Vol. 3 No. 2 , 80-88.

Luthans, Fred. (2006). Perilaku Organisasi. Andi, Yogyakarta, hlm 702. Mangkunegara, Anwar Prabu. (2002). Manajemen Sumber Daya

Manusia Perusahaan. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mangkunegara, Anwar Prabu. (2005). Evaluasi Kinerja SDM. PT. Refika Aditama, Bandung, hlm 9.

Mangkuprawira, Tb. Sjafri dan Hubeis, Aida V. (2007). Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia, Bogor, hlm 155-177. Prabu, A. (2005). Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja

Pegawai BKKBN Kabupaten Muara Enim. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 3 No. 6 , 1-25.

Purwanto, BM, 2003. Does Gender Moderate the Effect of Role Stress on Salesperson's Internal States and Performance ? An Application of Multigroup Structural Equation Modeling [MSEM]. Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Buletin Ekonomi FE UPN "Veteran" Yogyakarta. 6 (8) : 1-20.

Robbins, Stephen P. (2001). Perilaku Organisasi Jilid I. PT. Prenhallindo, Jakarta.

Robbins, Stephen P. (2002). Perilaku Organisasi Jilid II. PT. Prenhallindo, Jakarta.

Ruvendi, R. (2005). Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Balai Besar Indusrtri Hasil Pertanian Bogor. Jurnal Ilmiah Binaniaga Vol. 1 No.1 .


(6)

Suja’i, Yusuf Imam. (2007). Aplikasi Program AMOS Untuk Confirmatory Factor Analysis dan Structural Equation Modeling.

Sukarno, G. (2004). Peran Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening Dalam Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Penghargaan Terhadap Motivasi Kerja (Studi kasus pada PT. BSW). Ekonomi & Bisnis Vol. 8 No. 1 , 1-6.

Sutarto. (2006). Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tabachnick B.G. and Fidel, L.S. (1996). Using Multivariate Statistics. Third Edition, Harper Collins College Publisher, New York.

Tampubolon, Biatna D. (2007). Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi Yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001. Jurnal Standarisasi Vol. 9 No. 3.

Tella, Adeyinka, Ayeni, C.O.& Popoola,S.O. (2007). Work Motivation, Job Satisfaction, and Organizational Commitment of Library Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo State, Nigeria.

Tjahjono, B. N., & Gunarsih, T. (n.d.). Pengaruh Motivasi Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai di Lingkungan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah.

Wahjono, Sentot Imam. (2010). Perilaku Organisasi. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Wirawan. (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori Aplikasi dan Penelitian. Salemba Empat, Jakarta, hlm 5-9.

Yukl, Gary. (2005). Kepemimpinan Dalam Organisasi. Indeks, Jakarta, hlm 8.

www.APLI.com (28/07/2010).


Dokumen yang terkait

Pengaruh gaya kepemimpinan, motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja: studi kasus pada kantor Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang.

4 76 124

ngaruh Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja Dan Prestasi Kerja Terhadap Kinerja Perusahaan Pada PT. Batara Titian Kencana (X-Trans) Bandung

0 5 1

PENGARUH MOTIVASI KERJA, GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI MEDIASI PADA PT HUMAIRA SEMARANG.

0 4 1

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, MOTIVASI KERJA, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja, Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi pada Pegawai RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri).

0 4 17

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, MOTIVASI KERJA, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja, Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi pada Pegawai RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri).

0 3 19

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN Pengaruh Motivasi Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pt Deltomed Di Wonogiri.

0 2 17

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN Pengaruh Motivasi Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pt Deltomed Di Wonogiri.

0 1 15

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA MANAJER PADA PT POS INDONESIA SURABAYA SELATAN.

4 12 90

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA MANAJER PADA PT POS INDONESIA SURABAYA SELATAN SKRIPSI

0 0 17

Peran Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Sales Forces (Studi Pada PT. Asta Kencana Cemerlang di Surabaya)

0 1 24