gemar berdansa. Tidak suka dengan Ibunya dan asal-usulnya tidak jelas. Selain itu, Elisa juga mudah berputus asa, walaupun mudah
berputus asa namun dia merasa senang jika ada orang yang menghiburnya hingga pada akhirnya memilih untuk meninggalkan
Indonesia.
b. Penokohan Ibu Elisa
Ibu Elisa adalah seorang yang bersifat kasar terhadap anak- anaknya. Hal itu ditunjukkan dengan metode analitik berikut ini.
57 Sikapku terhadap Ibuku disebabkan karena
perlakuannya yang keras dan kuanggap keterlaluan. Tangannya ringan, sering jatuh menampar muka
atau kepala anak-anaknya hlm. 21.
58 Dan lebih-lebih lagi malam itu, malam terakhir
aku menerima pukulan Ibuku karena pergi bersama kawan yang tidak disukainya hlm. 22.
Selain itu, ia seorang yang selalu ingin memiliki barang kepunyaan Elisa. Hal itu ditunjukkan dengan metode dramatik
berikut ini.
59 “Mahal ini, Elsye?” “Bagiku, ya.” “Ini buat aku
saja. Kau beli lagi” Itulah Kalimat yang kubenci keluar dari mulutnya hlm. 15
Hal itu juga ditunjukkan dengan metode analitik berikut ini.
60 Kadang-kadang
aku menerkanya
sebagai ungkapan rasa iri hati terhadapku. Dia menghendaki
semua yang kupunyai, semua yang yang dapat kubeli setelah aku menerima gaji sendiri hlm. 22.
Ibu Elisa mempunyai banyak sifat buruk. Sewaktu masih muda, ia sering sekali berganti pasangan. Hal itu ditunjukkan dengan
metode dramatik berikut ini.
61 Baru setelah besar, ingat kepada malam-malam
di mana dia sering bepergian dengan tamu-tamu, atau tamu yang datang dan keluar masuk kamar
dengan leluasa, aku mengerti apa maksud kata asing itu hlm. 92.
Berdasarkan kutipan 57 sampai 61, dapat dirangkum bahwa pengarang menggunakan metode dramatik dan analitik untuk
menggambarkan penokohan Ibu Elisa.Ia digambarkan oleh pengarang sebagai seorang Ibu yang kasar dan juga selalu mengingikan barang
milik Elisa. Selain itu, ia mempunyai kebiasaan buruk sewaktu muda yaitu sering berganti pasangan.
c. Penokohan Ayah Elisa
Ayah Elisa seorang yang tenang saat bicara. Hal itu ditunjukkan dengan metode analitik berikut ini.
62 Ayahku berbicara dengan tenang. Suaranya
barangkali hanya terdengar oleh kami yang mengenal betul akan nada dan tekanannya hlm. 15.
Ayah Elisa juga mengingikan Elisa ikut terbang ke Belanda bersama keluarganya dengan memberikan nasihat agar Elisa mau
menyusul.Hal itu ditunjukkan dengan metode dramatik berikut ini.
63 Sebentar
aku berbicara
dengan Ayahku
mengenai hal-hal penting. Diulanginya nasihat- nasihat serta petunjuk caranya memperoleh surat-
surat. Di perwakilan, langsung minta ketemu dengan Tuan Tinbergen.
Dia yang mengurus pengungsian.” hlm. 11.
64 Dengan terharu kudengar lagi Ayah mengulangi
sesuatu yang harus kukerjakan di Perwakilan. Kesekian kalinya pula dia mengharapkan agar aku
benar-benar menyusul ke luar negeri hlm. 17.
Ayah Elisa selalu mengalah dengan sikap Ibu Elisa.Hal itu ditunjukkan dengan metode analitik berikut ini.
65 Kadang-kadang aku tidak dapat menahan diri
buat menyesali Ayahku. Dia kelihatan selalu mengalah, terlalu pengecut di hadapan isterinya
hlm. 22.
Selain selalu mengalah, kadang Ayah Elisa mampu bersikap tegas terhadap sikap isterinya. Hal itu ditunjukkan dengan metode
dramatik berikut ini.
66 “Tidak pantas buat kamu” Tiba-tiba Ayahku
menegur Ibuku. Katanya lagi:”Terlalu kecil.”
Berdasarkan kutipan 62 sampai 66 dapat dirangkum bahwa pengarang menggunakan metode dramatik dan analitik untuk
menggambarkan penokohan Ayah Elisa. Ia digambarkan oleh pengarang sebagai tokoh yang tenang dan seorang Ayah yang baik
untuk Elisa dengan memberikan nasihat-nasihat. Akan tetapi, terkadang Ayah Elisa terlalu mengalah dengan sikap Ibu Elisa, namun
ia juga mempunyai sosok seorang yang bersifat tegas.
d. Penokohan Kakak Elisa