15
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal KSB,
karsinoma sel skuamosa KSS, dan karsinoma adneksa kulit. KSB adalah neoplasma ganas yang timbul dari sel non keratinisasi yang berasal dari lapisan basal epidermis.
Tumor ini berkembang lambat dan tidakjarang bermetastasis. KSB ini merupakan kanker kulit yang paling sering dijumpai pada manusia.
1,2,3
Di Amerika Serikat setiap tahun 900.000 orang didiagnosis dengan kanker kulit. Jumlah terbanyak terjadinya kanker kulit adalah di Amerika Selatan dan
Australia, dimana daerah tersebut menerima pancaran radiasi ultraviolet UV yang tinggi. KSB lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dari pada kulit berwarna dan
tumor ini terutama timbul di daerah yang terpapar sinar matahari yang lama. Lebih sering dijumpai pada pria, perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah dua
kali lipat. Insidennya lebih tinggi pada laki-laki mungkin disebabkan oleh ada faktor perbedaan pada paparan sinar matahari dan biasanya timbul setelah usia lebih dari 40
tahun. KSB juga dapat terjadi pada anak remaja. Meskipun insiden KSB di dunia setiap tahun meningkat, namun di Asia insiden KSB masih rendah, seperti terlihat
insiden di Jepang 0,13, Korea 0,048 dan di Taiwan 0,015. Penelitian
Universitas Sumatera Utara
16
retrospektif di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP M. Hoesin Palembang, didapatkan adanya peningkatan insiden KSB primer. Penelitian Toruan
dkk. mendapatkan 20 kasus 0,042, sedangkan Yahya dkk. mendapatkan 47 pasien 0,11.
1-4
Etiologi KSB yaitu paparan sinar UV, terutama spektrum ultraviolet B UVB 290-320 nm yang dapat menginduksi gen tumor p53. Selain itu faktor lain seperti
umur, ras, genetik, jenis kelamin, radiasi ionisasi, bahan-bahan karsinogenik, trauma mekanis kulit juga berperan.
1-6
KSB terdiri dari beberapa tipe : KSB nodular, KSB berpigmen, KSB superfisial, dan KSB morfeaform. KSB di Indonesia yang paling sering dijumpai
adalah tipe KSB nodular. Sepertiga kasus KSB bermanifestasi dalam bentuk nodul yang mengalami ulserasi pada kepala dan leher.
1
Dalam menegakkan diagnosis KSB dapat melalui beberapa cara yang meliputi dari anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatologis dan dermatoskopi.
Dari anamnesis dijumpai kelainan kulit yang sudah berlangsung lama berupa benjolan kecil, tahi lalat, luka mudah berdarah dan luka menyembuh kemudian
kambuh kembali. Pada pemeriksaan fisik terlihat nodul atau ulkus yang berwarna seperti kulit atau bisa hiperpigmentasi. Pada palpasi teraba indurasi. Pada
pemeriksaan histopatologi sifat sel KSB bervariasi, umumnya mempunyai inti yang besar, oval atau memanjang dengan sedikit sitoplasma. Sedangkan pada dermatoskopi
dapat dijumpai kumpulan yang bentuknya seperti telur berwarna biru ke abuan, titik
Universitas Sumatera Utara
17
yang banyak berwarna biru keabuan dan seperti daun. Metode yang paling sering digunakan di indonesia adalah dengan menggunakan metode pemeriksaan
histopatologi.
1,2,5,6
Dermatoskopi adalah metode diagnostik non invasif, yang semakin dapat diandalkan dan semakin populer di kalangan ahli kulit, terutama dapat di gunakan
untuk diagnosis banding penyakit kulit berpigmen. Dermatoskopi dapat membantu memberikan informasi yang berguna, meningkatkan kinerja diagnostik untuk
diagnosis dini dari melanoma dan untuk membedakan pigmen melanositik dan non melanositik.
7-8
Metode ini memiliki berbagai aplikasi potensial lain selain diagnosis, termasuk seleksi lesi untuk biopsi, penentuan modalitas terapi yang sesuai, verifikasi
keberhasilan pengobatan, dan pengambilan margin bedah. Dermatoskopi lebih spesifik dan sensitif pada karsinoma sel basal yang membuat diagnosis menjadi lebih
mudah. Dermatoskopi meningkatkan akurasi diagnostik sampai 90.
7
Penelitian yang dilakukan oleh Braun RP dkk menemukan bahwa dermatoskopi sangat baik untuk menegakkan diagnosis awal dari melanoma maligna
dan diagnosis banding dari lesi berpigmen di kulit.
9
Penelitian yang dilakukan oleh Chan GJ dan Ho HHF menemukan bahwa uji diagnostik pada karsinoma sel basal berpigmen memberikan sensitifitas 97 dan
spesifisitas 93,4. Hal ini menunjukkan adanya akurasi alat dermatoskopi yang baik untuk mendiagnosis karsinoma sel basal.
10
Universitas Sumatera Utara
18
Penelitian uji diagnostik dermatoskopi pada lesi kulit berpigmen yang dilakukan oleh I Made Wardhana menemukan bahwa gambaran dermatoskopi
berkorelasi dengan gambaran histopatologi, sehingga pemeriksaan dengan dermatoskopi sangat membantu untuk mendeteksi dini lesi kulit berpigmen.
10
Di Indonesia khususnya di Kota Medan belum ada dilakukan uji diagnostik pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan dermatoskopi terhadap pasien KSB.
Untuk itu penulis berniat untuk melakukan penelitian tersebut agar dapat membuktikan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan
histopatologi dengan dermatoskopi.
1.2 Rumusan Masalah