Uji Diagnostik Dermatoskopi Pada Pasien Karsinoma Sel Basal di RSUP. H. Adam Malik Medan

(1)

UJI DIAGNOSTIK DERMATOSKOPI PADA PASIEN

KARSINOMA SEL BASAL DI RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

TESIS

FENNI RINANDA

NIM : 107105001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2014


(2)

UJI DIAGNOSTIK DERMATOSKOPI PADA PASIEN

KARSINOMA SEL BASAL DI RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis

Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

FENNI RINANDA

NIM : 107105001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

Judul Tesis :

Uji Diagnostik Dermatoskopi Pada Pasien Karsinoma Sel Basal di

RSUP. H. Adam Malik Medan

Nama

: dr. Fenni Rinanda

Nomor Induk

: 107105001

Program Studi

: Pendidikan Dokter Spesialis

Konsentrasi

: Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

(dr. Remenda Siregar, SpKK) (dr. Sri Wahyuni Purnama, SpKK(K), FINS. DV)

NIP. 196109141989022001

NIP. 196912231999032001

Ketua Departemen Ketua Program Studi

(Prof.Dr.dr. Irma D.Roesyanto-Mahadi, SpKK(K)) (dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K))

NIP. 194712241976032001 NIP. 1955012111978112001


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : dr. Fenni Rinanda

NIM : 107105001

Tanda tangan :


(5)

Uji Diagnostik Dermatoskopi pada Pasien Karsinoma Sel Basal di

RSUP. H. Adam Malik Medan

Fenni Rinanda, Sri Wahyuni Purnama,

Remenda Siregar

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang :

. Karsinoma sel basal adalah neoplasma ganas yang timbul dari

sel non keratinisasi yang berasal dari lapisan basal epidermis. Pemeriksaan

histopatologi untuk mendiagnosis karsinoma sel basal dapat menimbulkan

ketidaknyamanan dan rasa takut. Pemeriksaan dermatoskopi merupakan pemeriksaan

yang tidak invasif, mudah dan cepat dan meminimalkan resiko yang dapat terjadi

pada saat melakukan biopsi.

Tujuan :

Mengetahui nilai diagnostik dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma

sel basal.

Metode :

Penelitian uji diagnostik menggunakan dermatoskopi untuk mendiagnosis

karsinoma sel basal dengan menggunakan baku emas hasil pemeriksaan

histopatologi. Analisis statistik uji diagnostik untuk menentukan sensitivitas,

spesifisitas,

positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood

ratio, negative likelihood ratio

dan akurasi.

Subjek :

Dua belas orang yang diduga menderita karsinoma sel basal berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan klinis.

Hasil :

Nilai diagnostik pemeriksaan dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma

sel basal dengan baku emas hasil pemeriksaan histopatologi adalah tinggi.

Pemeriksaan dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal memiliki nilai

sensitivitas sebesar 90%, nilai spesifisitas sebesar 50 %,

positive predictive value

sebesar 90% dan

negative

predictive value

sebesar 50%,

positive likelihood ratio

0,9 dan

negative likelihood ratio

0,2, tingkat akurasi sebesar 83,33%,

Kesimpulan :

Pemeriksaan dermatoskopi dapat dijadikan sebagai alat dalam

mendiagnosis karsinoma sel basal.


(6)

Dermatoscopy Diagnostic Test on Basal-cell Carcinoma Patience in

the Haji Adam Malik Hospital in Medan

Fenni Rinanda, Sri Wahyuni Purnama,

Remenda Siregar

Dermatology Department

University of North Sumatera Medical Faculty

Haji Adam Malik Hospital-Medan

Abstract

Background:

Basal-cell carcinoma is a malignant neoplasm appeared from a

non-keratinizing cell which comes from epidermic basal layer. Hispatological test to

diagnose basal-cell carcinoma may give rise to uncomfortability and fear.

Dermatoscopy test, on the other hand, constitutes a non-invasive, easy, and prompt

test which may minimize risks that potentially occurs when conducting a biopsy.

Objective:

To find out dermatoscopy diagnostic test values in diagnosing basal-cell

carcinoma.

Method:

Diagnostic test study applying dermatoscopy to diagnose basal-cell

carcinoma by utilizing golden standard of hispatological test result. Afterward,

statistical analysis of diagnostic test carried out to determine sensitivity, specificity,

positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, negative

likelihood ratio, and accuracy.

Subject:

Twelve patients are suspected suffering basal-cell carcinoma based on

anamnesis and clinical test.

Result:

Diagnostic value of dermatoscopy test in diagnosing basal-cell carcinoma

utilizing golden standard of hispatologic test is high. Accordingly, dermatoscopy test

in diagnosing basal-cell carcinoma has a 90 % sensitivity value, 50 % specificity

value, 90 % positive predictive value, and 50 % negative predictive value, 0.9

positive likelihood ratio, 0.2 negative likelihood ratio, and 83.33 % accuracy rate.

Conclusion:

Dermatoscopy test is qualified as a diagnostic tool to diagnose basal-cell

carcinoma.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memampukan penulis dalam menyelesaikan seluruh rangkaian punyusunan tesis yang

berjudul: “Uji Diagnostik Dermatoskopi pada Pasien Karsinoma Sel Basal di RSUP.

H. Adam Malik Medan” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

Spesialis pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di SMF Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Tidak ada satupun karya tulis dapat diselesaikan seorang diri tanpa bantuan

dari orang lain. Dalam penyelesaian tesis ini, baik ketika penulis melakukan

penelitian maupun saat penulis menyusun setiap kata demi kata dalam penyusunan

proposal dan hasil penelitian, ada banyak pihak yang Tuhan telah kirimkan untuk

membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1.

Yang terhormat dr. Remenda Siregar, SpKK, selaku pembimbing utama penulis,

yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi saran dan koreksi kepada

penulis selama proses penyusunan tesis ini.

2.

Yang terhormat dr. Sri wahyuni Purnama, SpKK(K), FINS. DV, selaku

pembimbing kedua, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi

masukan, koreksi dan dorongan semangat kepada penulis dan juga sebagai

Sekretaris Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang juga telah banyak

membantu saya, senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama

menjalani pendidikan sehari-hari.

3.

Yang terhormat Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Irma D.

Roesyanto-Mahadi, SpKK(K), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


(8)

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan juga selalu memberikan

dukungan, bimbingan dan dorongan kepada penulis selama menjalani

pendidikan.

4.

Yang terhormat dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K), sebagai Ketua Program Studi

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara , dan juga sebagai anggota tim penguji yang telah mendidik dan

banyak membantu penulis selama menjalani pendidikan, dan dengan penuh

kesabaran membimbing, memberikan saran dan koreksi kepada penulis selama

penyusunan tesis ini.

5.

Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. H.

Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister Kedokteran

Klinik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6.

Yang terhormat Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

7.

Yang terhormat dr. Oratna Ginting, SpKK sebagai tim penguji, yang telah

memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.

8.

Yang terhormat dr. Ariyati Yosi, M.ked(KK), SpKK sebagai tim penguji, yang

telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini dan juga

sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang juga telah banyak membantu saya,

senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama menjalani

pendidikan sehari-hari.

9.

Yang terhormat Guru besar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Alm. Prof. Dr. dr. Marwali

Harahap, SpKK(K), dan Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK(K), serta seluruh


(9)

staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP

H. Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing penulis selama

menjalani pendidikan.

10.

Yang terhormat Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medam, Direktur RSUD

Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada

saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.

11.

Yang terhormat Dr. Surya Dharma , MPH, selaku staf Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis

dalam metodologi penelitian dan pengolahan statistik selama proses penyusunan

tesis ini.

12.

Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD Dr.

Pirngadi Medan, atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.

13.

Yang terhormat semua pasien karsinoma sel basal yang telah terlibat dalam

penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

14.

Yang tercinta Ayahanda drs. Arsil Alamsyah, Apt dan Ibunda Meijusna , yang

dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang

luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya, dan tidak

bosan-bosannya memotivasi saya untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi. Tiada ungkapan yang mampu melukiskan betapa bersyukurnya saya

mempunyai kedua orangtua seperti kalian. Kiranya hanya Allah SWT yang dapat

membalas segala kebaikan kalian.

15.

Yang tercinta mertua saya Sentot Toty Soerindra terima kasih atas doa dan

dukungan yang telah diberikan kepada saya selama ini dan Almh. Sri Yuniati,

saat ini hanya doa yang dapat saya panjatkan semoga mendapat tempat

sebaik-baiknya di sisi Allah SWT.

16.

Yang terkasih kedua kakak dan abang ipar saya, Mira Armeilia ST, Iwan

Prasetyo SE, MM , Meisil Hardiyani ST dan dr. Qadri Fauzi Tanjung, SpAN


(10)

(KAKV), terima kasih atas doa, dukungan dan semua bantuan baik moril maupun

materil yang telah kalian berikan kepada saya selama ini.

17.

Yang terkasih suamiku Arindra Yudha Oktoberry, SH, LLM, terima kasih untuk

segala dukungan moril dan materil, perhatian, kebersamaan kita selama ini. Doa

dan semangat darimu merupakan salah satu sumber kekuatan saya dalam

menjalani suka duka masa pendidikan ini.

18.

Teristimewa kepada anak-anakku tersayang, Putranda Febranoza Ahmadan dan

Mayadizta Firasd Hafsalia yang telah menjalani motivasi dan inspirasi saya

dalam penyelesaian tesis ini.

19.

Yang tersayang teman-temanku, dr. Leny Indriani Lubis, dr. Jamaliyah, dr.

Christia Iskandar, dr. Ivan Tarigan, dr. Indah Atmasari dan seluruh teman sejawat

peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK USU atas segala bantuan, dukungan, dan kerjasama yang telah diberikan

kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan

permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau kekhilafan yang

telah penulis lakukan selama menjalani masa pendidikan dan selama proses

penyusunan tesis.

Dan akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, penulis panjatkan doa kepada

Allah SWT , agar kiranya berkenan untuk memberkati dan melindungi kita semua.

Amin.

Medan, Oktober 2014

Penulis


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

...

i

ABSTRACT

...

ii

KATA PENGANTAR ...

iii

DAFTAR ISI

... vii

DAFTAR GAMBAR

... x

DAFTAR LAMPIRAN

...

xi

DAFTAR SINGKATAN ...

xii

DAFTAR TABEL

... xiii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah ... 1

1.2 Rumusan masalah ...

4

1.3 Tujuan penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan umum ... 4

1.3.2 Tujuan khusus ... 4

1.4 Manfaat penelitian ... 5

1.4.1 Bidang akademik atau ilmiah ... 5

1.4.2 Pengembangan penelitian ...

5


(12)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma sel basal ...

6

2.1.1 Defenisi ...

6

2.1.2 Epidemiologi ...

6

2.1.3 Etiologi ... ...

7

2.1.4 Gambaran klinis ...

12

2.1.5 Histopatologi ...

19

2.1.6 Diagnosis ...

24

2.1.7 Diagnosis banding ...

24

2.1.8 Penatalaksanaan ...

25

2.2 Dermatoskopi ...

25

2.3 Kerangka Teori ...

38

2.4 Kerangka Konsep ...

39

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian ...

40

3.2 Waktu dan tempat penelitian ...

40

3.3 Populasi penelitian ...

40

3.3.1 Populasi target ...

40

3.3.2 Populasi terjangkau ...

40


(13)

3.4 Besar sampel ...

41

3.5 Cara pengambilan sampel penelitian ...

41

3.6 Identifikasi variabel ...

42

3.7 Kriteria inklusi dan eksklusi ...

42

3.8 Alat dan bahan kerja...

42

3.9 Defenisi operasional ...

45

3.10 Kerangka operasional ...

48

3.11 Rencana pengolahan dan analisis data ...

49

3.12

Ethical Clearance

...

49

3.13 Jadwal pelaksanaan ...

50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik subjek penelitian ...

51

4.2 Uji diagnostik ...

55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ...

58

5.2. Saran ...

59

5.3. Keterbatasan penelitian ...

59


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambaran

sonic hedgehog

... 12

Gambar 2.2 Gambaran tipe nodular karsinoma sel basal ...

13

Gambar 2.3 Gambaran ulkus rodent ...

13

Gambar 2.4

Gambaran karsinoma sel basal berpigmen ...

14

Gambar 2.5

Gambaran karsinoma sel basal superfisial ...

15

Gambar 2.6

Gambaran karsinoma sel basal morfeaform ...

15

Gambar 2.7

Gambaran karsinoma sel basal yang invasi ke periorbital ...

16

Gambar 2.8

Gambaran karsinoma sel basal yang melibatkan canthus ...

18

Gambar 2.9

Gambaran histopatologi karsinoma sel basal nodular ...

20

Gambar 2.10 Gambaran histopatologi karsinoma sel basal mikronodular ...

20

Gambar 2.11 Gambaran histopatologi karsinoma sel basal dalam dermis ...

21

Gambar 2.12 Gambaran histopatologi karsinoma sel basal superfisial ...

22

Gambar 2.13 Gambaran histopatologi karsinoma sel basal morfeaform ...

23

Gambar 2.14 Gambaran histopatologi Fibroepitelioma pinkus ...

23

Gambar 2.15 Algoritma melanositik dan non melanositik ...

30

Gambar 2.16 Ilustrasi karsinoma sel basal pada dermoskop ...

32

Gambar 2.17 Gambaran dermoskopi

spoke wheel areas

...

32

Gambar 2.18 Gambaran dermoskopi

large blue gray ovoid nests

...

33

Gambar 2.19 Gambaran dermoskopi ulserasi ...

34

Gambar 2.20 Gambaran dermoskopi

arborizing vessels

...

35

Gambar 2.21 Gambaran dermoskopi

multiple blue gray globules

...

36

Gambar 2.22 Gambaran dermoskopi area seperti daun ...

37

Gambar 2.23 Kerangka teori ...

38

Gambar 2.24 Kerangka konsep ...

39

Halaman


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

: Naskah penjelasan kepada pasien/orang tua/keluarga pasien ...

63

Lampiran 2 : Lembar persetujuan tindakan medis (

informed consent

) ...

66

Lampiran 3

: Status penelitian ...

68

Lampiran 4

:

Ethical clearance

...

72

Lampiran 5

: Data pasien ...

73


(16)

DAFTAR SINGKATAN

DNA :

Deoxyribose nucleic acid

FEP : Fibroepitelioma pinkus

HIV :

Human immuno deficiency virus

KSB : Karsinoma sel basal

KSS : Karsinoma sel skuamosa

LR+ :

Positive likelihood ratio

LR- :

Negative likelihood ratio

PPV :

Positive predictive value

NPP :

Negative predictive value

PTCH :

Patched

RSUD : Rumah sakit umum daerah

RSUP : Rumah sakit umum pusat

SMF : Satuan medis fungsional

SMO :

Smoothened

SNSB : Sindrom nevus sel basal

SSCP :

Single-strand conformation polymorphism

UVB : Ultraviolet

B


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Klasifikasi

phototype

kulit berdasarkan kerentanan terhadap

resiko terbakarnya kulit di bawah sinar matahari, kemampuan

untuk tanning dan risiko kanker kulit ...

8

Tabel 2.2

Faktor resiko pasien transplantasi menjadi keganasan ...

10

Tabel 2.3 Diagnosis banding karsinoma sel basal ...

24

Tabel 2.4 Langkah proses pada dermatoskopi ...

31

Tabel 2.5 Kriteria dermatoskopi untuk menganalisis karsinoma sel basal ...

31

Tabel 3.1

Diagram jadwal penelitian ...

50

Tabel 4.1 Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ...

51

Tabel 4.2 Distribusi subjek penelitian berdasarkan umur ...

52

Tabel 4.3 Distribusi subjek penelitian berdasarkan pekerjaan ...

52

Tabel 4.4 Distribusi subjek penelitian berdasarkan3

point checklist

...

53

Tabel 4.5 Distribusi subjek penelitian berdasarkan hasil pemeriksaan

dermatoskopi ...

53

Tabel 4.6 Distribusi subjek penelitian berdasarkan gambaran dermatoskopi ..

54

Tabel 4.7 Distribusi subjek penelitian berdasarkan hasil pemeriksaan

histopatologi ...

54

Tabel 4.8

Distribusi subjek penelitian pada pemeriksaan dermatoskopi

dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi ...

55


(18)

Uji Diagnostik Dermatoskopi pada Pasien Karsinoma Sel Basal di

RSUP. H. Adam Malik Medan

Fenni Rinanda, Sri Wahyuni Purnama,

Remenda Siregar

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang :

. Karsinoma sel basal adalah neoplasma ganas yang timbul dari

sel non keratinisasi yang berasal dari lapisan basal epidermis. Pemeriksaan

histopatologi untuk mendiagnosis karsinoma sel basal dapat menimbulkan

ketidaknyamanan dan rasa takut. Pemeriksaan dermatoskopi merupakan pemeriksaan

yang tidak invasif, mudah dan cepat dan meminimalkan resiko yang dapat terjadi

pada saat melakukan biopsi.

Tujuan :

Mengetahui nilai diagnostik dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma

sel basal.

Metode :

Penelitian uji diagnostik menggunakan dermatoskopi untuk mendiagnosis

karsinoma sel basal dengan menggunakan baku emas hasil pemeriksaan

histopatologi. Analisis statistik uji diagnostik untuk menentukan sensitivitas,

spesifisitas,

positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood

ratio, negative likelihood ratio

dan akurasi.

Subjek :

Dua belas orang yang diduga menderita karsinoma sel basal berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan klinis.

Hasil :

Nilai diagnostik pemeriksaan dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma

sel basal dengan baku emas hasil pemeriksaan histopatologi adalah tinggi.

Pemeriksaan dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal memiliki nilai

sensitivitas sebesar 90%, nilai spesifisitas sebesar 50 %,

positive predictive value

sebesar 90% dan

negative

predictive value

sebesar 50%,

positive likelihood ratio

0,9 dan

negative likelihood ratio

0,2, tingkat akurasi sebesar 83,33%,

Kesimpulan :

Pemeriksaan dermatoskopi dapat dijadikan sebagai alat dalam

mendiagnosis karsinoma sel basal.


(19)

Dermatoscopy Diagnostic Test on Basal-cell Carcinoma Patience in

the Haji Adam Malik Hospital in Medan

Fenni Rinanda, Sri Wahyuni Purnama,

Remenda Siregar

Dermatology Department

University of North Sumatera Medical Faculty

Haji Adam Malik Hospital-Medan

Abstract

Background:

Basal-cell carcinoma is a malignant neoplasm appeared from a

non-keratinizing cell which comes from epidermic basal layer. Hispatological test to

diagnose basal-cell carcinoma may give rise to uncomfortability and fear.

Dermatoscopy test, on the other hand, constitutes a non-invasive, easy, and prompt

test which may minimize risks that potentially occurs when conducting a biopsy.

Objective:

To find out dermatoscopy diagnostic test values in diagnosing basal-cell

carcinoma.

Method:

Diagnostic test study applying dermatoscopy to diagnose basal-cell

carcinoma by utilizing golden standard of hispatological test result. Afterward,

statistical analysis of diagnostic test carried out to determine sensitivity, specificity,

positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, negative

likelihood ratio, and accuracy.

Subject:

Twelve patients are suspected suffering basal-cell carcinoma based on

anamnesis and clinical test.

Result:

Diagnostic value of dermatoscopy test in diagnosing basal-cell carcinoma

utilizing golden standard of hispatologic test is high. Accordingly, dermatoscopy test

in diagnosing basal-cell carcinoma has a 90 % sensitivity value, 50 % specificity

value, 90 % positive predictive value, and 50 % negative predictive value, 0.9

positive likelihood ratio, 0.2 negative likelihood ratio, and 83.33 % accuracy rate.

Conclusion:

Dermatoscopy test is qualified as a diagnostic tool to diagnose basal-cell

carcinoma.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB),

karsinoma sel skuamosa (KSS), dan karsinoma adneksa kulit. KSB adalah neoplasma

ganas yang timbul dari sel non keratinisasi yang berasal dari lapisan basal epidermis.

Tumor ini berkembang lambat dan tidak/jarang bermetastasis. KSB ini merupakan

kanker kulit yang paling sering dijumpai pada manusia.

1,2,3

Di Amerika Serikat setiap tahun 900.000 orang didiagnosis dengan kanker

kulit. Jumlah terbanyak terjadinya kanker kulit adalah di Amerika Selatan dan

Australia, dimana daerah tersebut menerima pancaran radiasi ultraviolet (UV) yang

tinggi. KSB lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dari pada kulit berwarna dan

tumor ini terutama timbul di daerah yang terpapar sinar matahari yang lama. Lebih

sering dijumpai pada pria, perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah dua

kali lipat. Insidennya lebih tinggi pada laki-laki mungkin disebabkan oleh ada faktor

perbedaan pada paparan sinar matahari dan biasanya timbul setelah usia lebih dari 40

tahun. KSB juga dapat terjadi pada anak remaja. Meskipun insiden KSB di dunia

setiap tahun meningkat, namun di Asia insiden KSB masih rendah, seperti terlihat

insiden di Jepang (0,13%), Korea (0,048%) dan di Taiwan (0,015%). Penelitian


(21)

retrospektif di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP M. Hoesin

Palembang, didapatkan adanya peningkatan insiden KSB primer. Penelitian Toruan

dkk. mendapatkan 20 kasus (0,042%), sedangkan Yahya dkk. mendapatkan 47 pasien

(0,11%).

1-4

Etiologi KSB yaitu paparan sinar UV, terutama spektrum ultraviolet B (UVB)

(290-320 nm) yang dapat menginduksi gen tumor p53. Selain itu faktor lain seperti

umur, ras, genetik, jenis kelamin, radiasi ionisasi, bahan-bahan karsinogenik, trauma

mekanis kulit juga berperan.

1-6

KSB terdiri dari beberapa tipe : KSB nodular, KSB berpigmen, KSB

superfisial, dan KSB

morfeaform

. KSB di Indonesia yang paling sering dijumpai

adalah tipe KSB nodular. Sepertiga kasus KSB bermanifestasi dalam bentuk nodul

yang mengalami ulserasi pada kepala dan leher.

1

Dalam menegakkan diagnosis KSB dapat melalui beberapa cara yang meliputi

dari anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatologis dan dermatoskopi.

Dari anamnesis dijumpai kelainan kulit yang sudah berlangsung lama berupa

benjolan kecil, tahi lalat, luka mudah berdarah dan luka menyembuh kemudian

kambuh kembali. Pada pemeriksaan fisik terlihat nodul atau ulkus yang berwarna

seperti kulit atau bisa hiperpigmentasi. Pada palpasi teraba indurasi. Pada

pemeriksaan histopatologi sifat sel KSB bervariasi, umumnya mempunyai inti yang

besar, oval atau memanjang dengan sedikit sitoplasma. Sedangkan pada dermatoskopi

dapat dijumpai kumpulan yang bentuknya seperti telur berwarna biru ke abuan, titik


(22)

yang banyak berwarna biru keabuan dan seperti daun. Metode yang paling sering

digunakan di indonesia adalah dengan menggunakan metode pemeriksaan

histopatologi.

1,2,5,6

Dermatoskopi adalah metode diagnostik non invasif, yang semakin dapat

diandalkan dan semakin populer di kalangan ahli kulit, terutama dapat di gunakan

untuk diagnosis banding penyakit kulit berpigmen. Dermatoskopi dapat membantu

memberikan informasi yang berguna, meningkatkan kinerja diagnostik untuk

diagnosis dini dari melanoma dan untuk membedakan pigmen melanositik dan non

melanositik.

7-8

Metode ini memiliki berbagai aplikasi potensial lain selain diagnosis,

termasuk seleksi lesi untuk biopsi, penentuan modalitas terapi yang sesuai, verifikasi

keberhasilan pengobatan, dan pengambilan margin bedah. Dermatoskopi lebih

spesifik dan sensitif pada karsinoma sel basal yang membuat diagnosis menjadi lebih

mudah. Dermatoskopi meningkatkan akurasi diagnostik sampai 90%.

7

Penelitian yang dilakukan oleh Braun RP dkk menemukan bahwa

dermatoskopi sangat baik untuk menegakkan diagnosis awal dari melanoma maligna

dan diagnosis banding dari lesi berpigmen di kulit.

9

Penelitian yang dilakukan oleh Chan GJ dan Ho HHF menemukan bahwa uji

diagnostik pada karsinoma sel basal berpigmen memberikan sensitifitas 97% dan

spesifisitas 93,4%. Hal ini menunjukkan adanya akurasi alat dermatoskopi yang baik

untuk mendiagnosis karsinoma sel basal.

10


(23)

Penelitian uji diagnostik dermatoskopi pada lesi kulit berpigmen yang

dilakukan oleh I Made Wardhana menemukan bahwa gambaran dermatoskopi

berkorelasi dengan gambaran histopatologi, sehingga pemeriksaan dengan

dermatoskopi sangat membantu untuk mendeteksi dini lesi kulit berpigmen.

10

Di Indonesia khususnya di Kota Medan belum ada dilakukan uji diagnostik

pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan dermatoskopi terhadap pasien KSB.

Untuk itu penulis berniat untuk melakukan penelitian tersebut agar dapat

membuktikan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan

histopatologi dengan dermatoskopi.

1.2

Rumusan Masalah

Bagaimana nilai uji diagnostik dermatoskopi dapat digunakan dalam

menegakkan diagnosis karsinoma sel basal.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui nilai uji diagnostik dermatoskopi dalam menegakkan

diagnosis karsinoma sel basal.


(24)

1.

Mengetahui nilai sensitifitas dermatoskopi dalam menegakkan diagnosis

karsinoma sel basal.

2.

Mengetahui nilai spesifisitas dermatoskopi dalam menegakkan diagnosis

karsinoma sel basal.

3.

Mengetahui nilai

positive predictive value

dermatoskopi dalam

menegakkan diagnosis karsinoma sel basal.

4.

Mengetahui nilai

negative predictive value

dermatoskopi dalam

menegakkan diagnosis karsinoma sel basal.

5.

Mengetahui nilai

Positive likelihood ratio

dermatoskopi dalam menegakkan

diagnosis karsinoma sel basal.

6.

Mengetahui nilai

Negative likelihood ratio

dermatoskopi dalam

menegakkan diagnosis karsinoma sel basal.

7.

Mengetahui nilai akurasi dermatoskopi dalam menegakkan diagnosis

karsinoma sel basal.

8.

Mengetahui hasil histopatologi dalam menegakkan diagnosis karsinoma sel

basal.

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1 Bidang Akademik atau Ilmiah

Membuka wawasan yang lebih mendalam tentang menegakkan diagnosis

karsinoma sel basal dengan menggunakan dermatoskopi.


(25)

1.4.2 Pengembangan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi data untuk penelitian selanjutnya dalam

menegakkan diagnosis karsinoma sel basal lebih dini (

early diagnosis

).


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Karsinoma Sel Basal

2.1.1 Definisi

KSB adalah neoplasma maligna dari

non keratinizing

sel yang terletak pada

lapisan basal epidermis dan merupakan karsinoma kulit non melanoma terbanyak dan

paling sering ditemukan.

1,2,11,12

KSB pertama kali dikemukakan oleh Jacob pada

tahun 1827, yang menyebutnya

ulcus rodens

. Karsinoma sel basal juga memiliki

nama lain, yaitu basalioma,

rodent ulcer, Jacob’s ulcer, rodent carcinoma, dan

epithelioma basocellulare

.

13

Kanker ini paling sering terjadi dan sebagian besar dapat

dicegah. Kanker ini biasanya tidak bermetastasis, berkembang lambat, invasif, dan

mengadakan destruksi lokal. Kanker ini bila bermetastasis akan menimbulkan

kerusakan yang luas akan tetapi hal ini sangat jarang terjadi.

1,4

2.1.2 Epidemiologi

KSB merupakan sel yang paling umum terjadi di golongan tumor kulit sekitar

70-80%.

2

Di Amerika Serikat setiap tahun 900.000 orang didiagnosis dengan kanker

kulit. Di Brasil rasio kasus baru sekitar 56 orang per 100.000 laki-laki dan 61 orang

per 100.000 perempuan. Jumlah terbanyak terjadinya kanker kulit adalah di Amerika


(27)

Selatan dan Australia, dimana daerah tersebut menerima pancaran radiasi UV yang

tinggi. Rata-rata usia yang beresiko terkena KSB kurang lebih 60 tahun dan jarang

sebelum usia 40 tahun. KSB jarang terjadi pada anak-anak dan remaja, namun KSB

juga dapat terjadi pada anak remaja. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan

adalah dua kali lipat.

1,14

Insidensi yang lebih tinggi pada laki-laki ini mungkin

disebabkan oleh faktor perbedaan pada paparan sinar matahari yang disebabkan oleh

pekerjaan, namun perbedaan ini semakin tidak terlalu bermakna seiring dengan

perubahan gaya hidup. Kejadian dan morbiditas tingkat karsinoma sel basal telah

meningkat baru-baru ini lebih dari 4% per tahun di semua negara dan kelas sosial.

2,12

Dipercaya bahwa perkembangan KSB terjadi setelah 10 sampai 50 tahun setelah

kerusakan akibat sinar matahari. Gambaran yang berbeda dari paparan sinar matahari

yang merupakan faktor risiko untuk klinis tertentu dan jenis histologi, topografi dan

prognosis tumor ini, namun masih menjadi pendapat yang kontroversial di kalangan

peneliti. Belum ada bukti yang cukup menyatakan bahwa sinar matahari merupakan

penyebab tunggal karsinoma sel basal. KSB umumnya ditemukan pada orang berkulit

putih, jarang pada orang berkulit hitam. Kulit hitam memang memiliki insiden lebih

rendah menderita KSB pada kulit yang terpapar sinar matahari, tetapi pada orang

yang berkulit hitam dimana kulit yang tidak terpapar sinar matahari bila menderita

KSB maka tipenya KSB berpigmen.

2,4,14,15,16


(28)

1)

KSB melibatkan adanya paparan sinar UV, terutama spektrum UVB yang dapat

menginduksi mutasi gen tumor P53. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

paparan sinar matahari yang

intermittent

selama liburan saja, dapat membuat

individu memiliki resiko KSB yang lebih tinggi dibanding orang yang selalu

terpapar sinar matahari karena pekerjaan. Ramini & Bannett melaporkan

peningkatan insiden KSB yang signifikan selama Perang Dunia II pada personil

yang ditempatkan di daerah Asia Pasifik dibandingkan yang di tempatkan di

Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa bulan atau beberapa tahun terkena

paparan sinar UV yang intensif dapat menimbulkan efek merugikan jangka

panjang.

1,3,13,17

Radiasi UV adalah penyebab karsinoma sel basal yang paling

penting dan paling sering. Radiasi UVB, yang menyebabkan

sunburn

, lebih

sering menyebabkan KSB dibandingkan UV gelombang panjang. Oleh karena itu

pengukuran sensitifitas terhadap radiasi sinar matahari sangatlah penting. Maksud

dari istilah sensitifitas terhadap radiasi sinar matahari adalah tipe kulitnya.

7,14,18,19

Dimana standar tipe kulit menurut Fitzpatrick terdapat pada tabel dibawah ini.

1

Tabel 2.1 Klasifikasi

phototype

kulit berdasarkan kerentanan terhadap resiko

terbakarnya kulit di bawah sinar matahari, kemampuan untuk


(29)

Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 1

2)

Radiasi sinar pengion telah terbukti menghasilkan KSB. Biasanya setelah

terpapar radiasi setelah 20-30 tahun yang lalu. Pada pasien yang mengalami

sindroma karsinoma nevoid sel basal sangat sensitif terhadap efek dari

radiasi sinar pengion ini.

3,13,16,17,19

3)

Paparan kronis terhadap arsen melalui air minum, obat-obatan, pekerjaan

dan diet meningkatkan resiko penyakit KSB.

3,16,17,18,21

4)

Peranan sistem imun dalam patogenesis kanker kulit belum sepenuhnya

dimengerti. Sejumlah studi mengenai imunologi telah dilakukan pada

pasien KSB. Secara umum muncul peningkatan dan agresifitas pada bentuk

kanker kulit tertentu dalam sistemik imunosupresi. Pasien dengan

imunosupresi disertai limfoma atau leukemia, dan pasien yang mendapat

transplantasi organ memiliki insiden KSS yang sangat tinggi, tapi


(30)

peningkatan insiden KSB hanya sedikit. Bastiaens dkk, menjumpai bahwa

resipien transplantasi organ lebih sering menderita KSB di badan dan di

lengan dibandingkan pasien non-imunosupresi. Pasien dengan infeksi

human immunodeficiency virus

(HIV) akan menderita KSB dengan angka

yang sama seperti inidividu yang imunokompeten berdasarkan faktor resiko

yang sama.

1,13,17,22

Pengobatan dengan imunosupresan jangka panjang juga

dapat meningkatkan resiko KSB. Oleh karena itu penerima transplantasi

organ atau sel stem mempunyai resiko tinggi sepanjang hayat untuk

menderita KSB. Suatu studi menyebutkan bahwa pasien dengan

transplantasi ginjal mempunyai resiko lebih besar 1,4-1,5 kali dari individu

normal untuk menderita KSB . Hal ini dapat terlihat pada tabel dibawah ini

3,12,13

Tabel 2.2 Faktor resiko pasien transplantasi untuk berkembang menjadi

keganasan kulit


(31)

5)

Adanya trauma, jaringan parut, dan luka bakar juga dapat menimbulkan KSB.

Untuk KSB biasanya berkembang pada luka bakar yang tidak menggunakan

graft

.

12,13,15,17

6)

Faktor Genetik yaitu terdapat pada:

a)

Kulit tipe 1, rambut kemerahan atau keemasan dengan anak mata berwarna

hijau atau biru telah menunjukkan faktor resiko yang tinggi untuk terjadinya

suatu KSB dengan perkiraan rasio. Perkembangan KSB dilaporkan lebih

sering terjadi setelah

freckling

pada usia anak dan setelah

sunburn

hebat pada

usia anak.

12,15,22

b)

Xeroderma pigmentosum merupakan penyakit autosomal resesif yang,

dimulai dengan perubahan pigmen dan akhirnya menjadi KSB. Efeknya

berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memperbaiki kerusakan DNA

karena UV. Selain itu juga terdapat gangguan pada mata seperti opasitas

kornea, kebutaan, dan defisit neurologis.

12

c)

SNSB terjadi disebabkan mutasi pada gen PTCH tumor supresor.

1,2

Pada

SNSB KSB muncul pada keadaan autosomal dominan, timbul pada usia

muda. Biasa terdapat odontogenik keratosistik,

pitting

palmoplantar,

kalsifikasi intrakranial, dan kelainan tulang iga. Biasa juga timbul tumor

seperti meduloblastoma, meningioma, dan ameblastoma.

2,12

d)

Sindroma Bazex diturunkan secara

X-linked dominan

. Pasien sindroma ini

memiliki gambaran adanya KSB yang multipel,

artrofoderma folikuler

, ostia

folikular yang mengalami dilatasi dengan adanya gambaran parut

ice pick

,

hipotrikosis dan hipohidrosis.

1,2,12


(32)

e)

Terdapat riwayat kanker kulit non melanoma sebelumnya. Insiden kanker

kulit non melanoma adalah 36% pada tiga tahun pertama dan 50% pada lima

tahun kedua setelah diagnosis awal kanker kulit.

1,12

Sedangkan patogenesis dari KSB berkembang pada lapisan sel basal

epidermis. Paparan sinar matahari dapat menyebabkan kerusakan DNA . Sementara

perbaikan DNA menghilangkan sebagian kerusakan yang ditimbulkan UV sehingga

tidak semua lintasan DNA menghilang. Dengan demikian, kerusakan DNA kumulatif

terjadi. Sebuah gen yang umum ditemukan bermutasi dalam KSB adalah gen PTCH.

Sebuah gen mutasi pada kromosom PTCH 9q22.3, yang menghambat jalur sinyal

hedgehog

, ditemukan pada pasien dengan sindrom nevus sel basal (sindrom Gorlin).

Demikian pula, mutasi pada gen SMO atau pada jalur

hedgehog

juga menyebabkan

KSB.


(33)

2.1.4 Gambaran Klinis

Adanya gambaran berupa lesi yang mudah luka dan setelah sembuh kemudian

kambuh kembali dan hal ini terjadi berulang-ulang, harus diwaspadai sebagai kanker

kulit. KSB sering didiagnosis pada pasien yang mengatakan bahwa mereka menderita

lesi yang mudah berdarah kemudian sembuh secara total, namun kambuh kembali.

KSB biasanya timbul pada daerah tubuh yang terpapar sinar matahari di kepala dan

leher, tetapi dapat terjadi dibagian tubuh lainnya. Gambarannya dapat berupa adanya

Gambar 2.1 : Sebuah representasi

sederhana dari sinyal Sonic Hedgehog

dan tegak lurus dengan jalur sinyal Wnt

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 13


(34)

lesi yang dapat bervariasi, tergantung subtipenya, yaitu KSB nodular, superfisial,

morfeaform

dan KSB berpigmen, dan Fibroepitelioma Pinkus.

1

Terdapat empat bentuk klinis KSB yang banyak ditemukan, yaitu:

2.1.4.1. Karsinoma Sel Basal Nodular

KSB nodular merupakan subtipe KSB yang paling sering dijumpai

(Gambar 2.2).

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 22

Subtipe ini paling sering dijumpai pada daerah kepala dan leher yang

terpapar sinar matahari, dan tampak berupa papul atau nodul

translucent

,

tergantung sudah berapa lama lesi terjadi. Biasanya dijumpai telangiektasia

dan sering pinggirnya meninggi. Lesi yang besar dengan bagian tengah yang

nekrosis sering disebut ulkus

rodent

(Gambar 2.3).

18,25,26

Gambar 2.2: Gambaran tipe nodular karsinoma sel basal


(35)

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 22

Bentuk ini dapat melekat di dasarnya apa bila telah berkembang lebih

lanjut. Selain itu KSB bentuk nodulus mudah berdarah dengan trauma ringan

atau apabila krustanya diangkat. Diagnosis banding untuk KSB nodular antara

lain nevus di dermis dan melanoma amelanotik.

1,2,15,25,26

2.1.4.2

Karsinoma Sel Basal Berpigmen

KSB berpigmen merupakan suatu subtipe dari KSB nodular yang

mengalami peningkatan melanisasi. KSB berpigmen tampak berupa nodul

translucent

yang hiperpigmentasi, nodul yang

translucent

yang dapat juga

mengalami erosi. (gambar 2.4).

1,15,25,26

Gambar 2.3: Gambaran ulkus rodent


(36)

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 22

2.1.4.3 Karsinoma Sel Basal Superfisial

KSB superfisial paling sering terjadi di badan dan tampak berupa

bercak eritematosa (sering berbatas tegas) bersisik yang menyerupai eksema,

dapat terjadi ulserasi dan krusta (Gambar 2.5) . Suatu bercak eksema yang

tidak respon terhadap terapi harus dicurigai sebagai KSB superfisial.

1,15,22

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 22

2.1.4.4

.

Karsinoma Sel Basal M

orfeaform

(yang menyebabkan sklerosis)

Gambar 2.4: Karsinoma

sel basal berpigmen

Gambar 2.5: Karsinoma sel basal superfisial


(37)

KSB

morfeaform

merupakan bentuk klinis yang paling penting karena

bersifat agresif dengan plak atau papul yang sklerotik. KSB

morfeaform

merupakan varian KSB yang tumbuh agresif dengan gambaran klinis dan

histologi yang berbeda. Bentuk ini sekitar 5% dari jumlah karsinoma sel basal

dan agak sukar didiagnosis dan manifestasinya agak lambat. Lesi KSB

morfeaform

bisa tampak berupa lesi berwarna putih gading dan bisa

menyerupai skar atau lesi lebih kecil dari morfea (Gambar 2.6).

1,15,22,26

Dengan demikian, adanya lesi seperti jaringan parut ditempat yang sebelumnya tidak pernah dioperasi, atau adanya skar yang atipikal ditempat yang sebelumnya tidak ada lesi kulit yang diobati, harus dicurigai kemungkinan adanya KSB morfeaform dan perlu untuk dibiopsi. 1,15,22

2.1.4.5 Fibroepitelioma Pinkus

Gambar 2.6: Karsinoma sel basal morfeaform (yang menyebabkan sklerosis)

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 1


(38)

Pertama kali di jelaskan oleh Pinkus pada tahun 1953. Fibroepitelioma Pinkus (FEP) biasanya tampak berupa papul merah muda yang biasanya terjadi pada punggung bawah. Merupakan jenis KSB yang langka. Lesi ini sulit dibedakan dengan Acrochordon atau Skin tag.1,15,22,26

2.1.4.6 Perilaku Biologis

2.1.4.6.1 Invasi Lokal

Bahaya KSB yang terbesar adalah invasinya (Gambar 2.7).

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 22

Secara umum KSB merupakan tumor yang tumbuh lambat, yang lebih bersifat invasif lokal dibanding bermetastasis. Pertumbuhan gandanya diperkirakan terjadi antara 6 bulan sampai 1 tahun. Jika tidak diobati, tumor akan berkembang menginvasi jaringan subkutan, otot dan bahkan tulang. Struktur anatomi yang sambung menyambung menyebabkan resistensi yang lemah terhadap progresifitas tumor. Tumor yang terjadi pada daerah sepanjang sulkus nasofasial atau

Gambar 2.7: Karsinoma sel basal yang invasi ke regio peri orbital kanan


(39)

retroaurikular bisa meluas. Pada satu kasus, seorang pasien diketahui mengalami pertumbuhan tumor selama 27 tahun berdasarkan pengamatan foto. Lesinya telah mengenai sebelah wajahnya, termasuk sinus maksilaris, dan diketahui lesi tersebut sudah mengalami pertumbuhan ganda selama 10 tahun dan kemudian tumbuh cepat dalam waktu 2 tahun sebelum pasien datang berobat. Keadaan ini berpengaruh pada terjadinya kecacatan fisik dan psikiatrik pasien tersebut dimana hal ini akan mempengaruhi penilaian atau masukan untuk memberikan perawatan. Pada kasus lain, dijumpai KSB dengan ukuran 35 cm pada punggung seorang laki-laki yang berusia 65 tahun yang timbul kembali setelah eksisi lokal dan terapi sinar X, yang menyebabkan kompresi tulang belakang. Selain itu ada juga 2 laporan kasus lain yang menunjukkan KSB yang menyebabkan penekanan sumsum tulang belakang. Perluasan mematikan ke sistem saraf pusat dari KSB di scalp yang agresif pernah dilaporkan. 1,12,16

2.1.4.6.2 Invasi Perineural

Invasi perineural jarang terjadi pada KSB dan paling sering terjadi pada lesi yang agresif secara histologi atau lesi yang recurrent. Dalam sebuah penelitian oleh Niazi dan Lamberty mengidentifikasikan adanya invasi perineural kurang dari 0,2% kasus. Pada seri tersebut diketahui bahwa KSB paling sering muncul pada tumor yang recurrent yang terletak pada daerah pre aurikular atau malar. Ratner dkk, memperlihatkan adanya insiden yang lebih tinggi pada penelitian mereka (3,8%). Leibovitch dkk, melaporkan penyebaran perineural pada lebih dari 50% KSB periokular yang berakhir dengan invasi orbital. Tumor ini membutuhkan bedah yang ekstensif dan pada sebagian kasus membutuhkan eksenterasi (Gambar 2.8)


(40)

Penyebaran perineural dapat disertai rasa nyeri, parestesia, kelemahan atau paralisis. Adanya gejala neurologi fokal ditempat yang sebelumnya pernah diterapi untuk kanker kulit harus dicurigai/dipertimbangkan kemungkinan adanya keterlibatan saraf.1

2.1.4.7 Metastasis

Metastasis KSB jarang terjadi, dengan angka yang hanya berkisar antara 0,0028 % - 0,55%. Keterlibatan nodus limfatik dan paru – paru adalah yang paling sering terjadi. Von Domarus dkk melaporkan 5 kasus KSB yang bermetastasis, dimana 3 diantaranya juga telah mengalami invasi perineural atau intravaskular. Differensiasi skuamosa tidak dijumpai pada tumor primer pada 3 kasus tersebut, tetapi malah dijumpai pada 2 kasus sisanya. Secara keseluruhan diferensiasi skuamosa terjadi pada 15% tumor primer atau metastasis dari 170 kasus yang pernah diamati pada satu penelitian. Gambaran histologi yang agresif, termasuk gambaran morpheaform, metaplasia skuamosa dan invasi perineural, diidentifikasi sebagai faktor-faktor resiko untuk metastasis.1,16,17,18,27

Gambar 2.8 : Karsinoma sel basal melibatkan canthus dapat menyerang orbit

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 1


(41)

2.1.5 Histopatologi

Gambaran histopatologi bervariasi sesuai dengan subtipe, tetapi sebagian besar KSB memiliki beberapa gambaran histologi yang mirip. Sel basal yang maligna mempunyai nukleus yang besar dan sitoplasma yang relatif kecil. Walaupun nukleus besar, namun tidak tampak atipikal. Biasanya, gambaran mitotik tidak dijumpai. Sering terjadi retraksi stroma dari pulau-pulau tumor sehingga memberikan gambaran adanya lakuna peritumor (peritumoral lacunae) yang sangat membantu untuk diagnosis histopatologi.1

2.1.5.1 Karsinoma Sel Basal Nodular

KSB nodular terjadi pada setengah dari seluruh kasus KSB dan khasnya dijumpai adanya gambaran nodul-nodul yang besar, sel basofilik dan retraksi stromal (Gambar 2.9).

Istilah KSB mikronodular digunakan untuk menggambarkan tumor dengan adanya nodul mikroskopis multipel yang berukuran lebih kecil dari 15µm (Gambar 2.10).

Gambar 2.9 : Karsinoma sel basal nodular ditandai dengan nodul sel basofilik besar dan retraksi stroma.

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 1


(42)

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 1

2.1.5.2 Karsinoma Sel Basal Berpigmen

KSB berpigmen menunjukkan gambaran histologi yang mirip dengan KSB nodular tapi dengan tambahan adanya melanin. Kurang lebih 75% KSB mengandung melanosit, tapi hanya 25% nya yang memiliki melanin dengan jumlah yang besar. Sel melanosit terletak diantara sel tumor dan mengandung sejumlah besar granul melanin pada sitoplasma dan dendritnya. Walaupun sel tumor mengandung sedikit melanin, tapi sejumlah populasi melanofag dijumpai di stroma di sekeliling tumor.1

Gambar 2.10 : Karsinoma sel basal mikronodular ditandai oleh beberapa nodul mikroskopis lebih kecil dari

Gambar 2.11 : Dijumpai dalam dermis,massa tumor sel basaloid dengan palisading perifer

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 24


(43)

2.1.5.3 Karsinoma Sel Basal Superfisial

KSB superfisial secara mikroskopis dapat dilihat dengan adanya sekumpulan sel maligna yang tersebar dari lapisan basal epidermis yang meluas ke dermis. Lapisan sel periferal menunjukkan gambaran seperti palisading. Dapat dijumpai atrofi epidermis dan invasi ke dermis biasanya minimal. Subtipe ini paling sering dijumpai di badan dan ekstremitas, tapi dapat juga dijumpai di kepala dan leher. Selain itu dapat dijumpai infiltrat inflamasi kronis di dermis bagian atas.1

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 25

Gambar 2.12: Adanya massa irreguler pada sel basofilik yang luas mulai dari epidermis sampai ke dermis.

2.1.5.4 Karsinoma Sel Basal Morfeaform

KSB morfeaform atau infiltratif mengandung serangkaian sel tumor yang terletak diantara stroma fibrosa yang padat. Sel tumor tampak berkelompok dan pada beberapa kasus, hanya dijumpai 1 penebalan sel. Rangkaian tumor ini meluas kedalam,


(44)

masuk ke dalam dermis. Kanker ini biasanya lebih besar dibanding yang diperkirakan dari gambaran klinisnya. KSB recurrent juga menunjukkan adanya pita-pita infiltratif dan sarang/pusat sel kanker terletak diantara fibrosa pada skar tersebut. 1

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 25

Gambar 2.13: Banyak pulau-pulau kecil sel basal karsinoma yang umumnya menyusup ke dalam dermis retikular.

2.1.5.5 Fibroepitelioma Pinkus

Pada FEP rangkaian sel basiloma yang terajut tampak pada stroma fibrosa. Secara histopatologi tampak gambaran keratosis seboroik yang mengalami retikulasi dan KSB superfisial.1


(45)

Gambar 2.14: Menunjukkan adanya penipisan, strand anastomosing sel epitel yang timbul dari dasar epidermis.

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan penunjang yaitu dermatoskopi.

2.1.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding karsinoma sel basal diringkas dalam tabel dibawah ini. 1,22

Tabel 2.3 Diagnosis banding karsinoma sel basal

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 25


(46)

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 1

2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KSB harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: ukuran, lokasi lesi, umur penderita, hasil kosmetik, tipe histologik, bentuk tumor, dan kemampuan penderita untuk mentoleransi tindakan operasi. Penatalaksanaan bisa meliputi Bedah Mikrografik Mohs , bedah eksisi standar, destruksi tumor dengan berbagai cara seperti kuretase dan kauter / elektrodesikasi. Dapat juga dilakukan Cryosurgery (bedah beku), laser karbon dioksida,


(47)

pemberian obat-obatan topikal seperti imiquimod, 5-fluorourasil, terapi fotodinamik dan kemoterapi topikal. Yang terbaik untuk mencapai kesembuhan adalah bila terapi yang adekuat diberikan pada KSB yang primer, apa bila tumor sudah recurrent maka akan cenderung berulang kembali dan akan menyebabkan destruksi lokal yang lebih jauh. 8,25,28

2.2 Dermatoskopi

Dermatoskopi adalah metode diagnostik non invasif, yang semakin dapat diandalkan dan semakin populer di kalangan ahli kulit , terutama dapat di gunakan untuk diagnosis banding penyakit kulit berpigmen . Dermatoskopi dapat membantu memberikan informasi yang berguna, meningkatkan kinerja diagnostik untuk diagnosis dini dari melanoma dan untuk membedakan pigmen melanositik dan non melanositik berbagai lesi.29,30 Metode ini memiliki berbagai aplikasi potensial lain selain diagnosis, termasuk seleksi lesi untuk biopsi, penentuan modalitas terapi yang sesuai, verifikasi keberhasilan pengobatan, dan pengambilan margin bedah. Dermatoskopi lebih spesifik dan sensitif pada karsinoma sel basal yang membuat diagnosis menjadi lebih mudah. Dermatoskopi dapat meningkatkan akurasi diagnostik sampai 90%.29

Teknik dermatoskopi dimulai pada abad ke-17 saat Kohlhaus pertama kali memeriksa pembuluh darah matriks kuku menggunakan mikroskop. Pada abad ke-18 Unna menggunakan istilah diaskopi setelah memeriksa lesi liken planus dan lupus vulgaris menggunakan minyak imersi dan lensa kaca pada permukaan kulit pasien. Dermatoskopi mulai dikenal pada tahun 1920 oleh ahli kulit dan kelamin yang berasal dari Jerman yang bernama Johann Saphier yang mempublikasikan alat diagnostik baru menyerupai mikroskop binokuler dengan sumber cahaya yang terletak di dalam alat untuk pemeriksaan kulit. Pada


(48)

tahun 1950 , dokter kulit asal Amerika yang bernama Goldman menggunakan teknik baru untuk mengevaluasi lesi kulit berpigmen. Pada tahun 1971, Rona MacKie memperkenalkan untuk pertama kalinya, keuntungan dari permukaan mikroskop untuk perbaikan pra operasi diagnosis lesi kulit berpigmen dan untuk diagnosis banding lesi jinak dibandingkan lesi ganas. Fritch dan Pechlaner tahun 1981 membedakan lesi kulit jinak dan ganas dengan melihat karakteristik pigment network pada lesi. Pehamberger dkk. Pada tahun 1987 memperkenalkan pola analisis dalam mendiagnosis lesi pigmentasi. Penelitian ini dilanjutkan di Eropa oleh beberapa kelompok di Austria dan di Jerman. Konferensi Konsensus pertama pada mikroskop permukaan kulit diadakan pada tahun 1989 di Hamburg . Sejak saat itu disepakati penggunaan istilah dermatoskopi. Pada Konsensus Netmeeting yang diselenggarakan pada tahun 2001 di Roma merupakan konsensus mengenai dermatoskopi. Pada saat itu dermatoskopi generasi baru diperkenalkan yaitu dermatoskopi dan mulai digunakan sebagai teknik yang rutin di Eropa dan mulai di terima di negara lain.31

Metode dermatoskopi bertujuan untuk menghasilkan visualisasi morfologi yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sehingga diharapkan dapat memperbaiki diagnosis klinis. Dermatoskopi bukan sekedar kaca pembesar umum namun merupakan alat kompleks yang dapat memperlihatkan superimposisi lapisan kulit, berbeda dengan visualisasi total yang didapat melalui pemeriksaan histopatologik. Metode ini merupakan jembatan antara standar evaluasi klinis lesi karsinoma sel basal dan interpretasi histopatologi pada lesi yang dibiopsi serta merupakan perluasan standar diagnosis visual untuk dapat melihat ke dalam lesi, tidak hanya pada permukaannya. Dermatoskopi secara bermakna mengurangi jumlah eksisi lesi jinak yang tidak diperlukan, mengurangi biaya dan waktu pasien dan dokter serta membantu dalam meyakinkan pasien. Dermatoskopi ada beberapa jenis yaitu :


(49)

Alat ini merupakan jenis yang digunakan pertama kali untuk pemeriksaan dermatoskopi. Keuntungan alat ini adalah kisaran pembesaran yang lebih besar (6-40 kali), namun harganya mahal dan penggunaannya sulit dan tidak praktis.31

2. Stereomikroskop binokular

Alat ini menghasilkan pembesaran 6-80 kali, dengan gambaran lesi tiga dimensi. Alat ini dapat dilengkapi dengan sistem optikal tambahan yang memungkinkan pemeriksaan simultan oleh pemeriksa kedua dan dilengkapi kamera. Namun alat ini sangat mahal, berat, berukuran besar dan membutuhkan waktu lama dalam pemeriksaan.31

3. Hand held surface microscope

Jenis ini diperkenalkan pertama kali pada akhir tahun 1980-an. Harganya tidak terlalu mahal dan sangat praktis digunakan untuk praktek sehari-hari. Alat ini mempunyai pembesaran tetap yaitu 10 kali. Permukaan kulit diterangi oleh lampu halogen menggunakan baterai atau sistem isi ulang yang terletak pada gagangnya.31

4. Acrylic globe dermoscopes

Merupakan hand held scopes alternatif dan digunakan terutama untuk kasus lesi pigmentasi yang besar dengan pembesaran angular 4 kali. Melalui alat berbentuk hemiglobus transparan berdiameter 6 cm, dihasilkan sinar yang diarahkan ke fokus lesi. Pembesaran hingga 8-10 kali didapat dengan penggunaan kaca pembesar tambahan.31

5. Dermatoskopi digital

Alat ini menghasilkan pembesaran hingga 70 kali dan dilengkapi kamera. Merupakan metode integrasi berdasarkan teknologi komputer yang memungkinkan pengolahan data, sehingga dapat dibandingkan gambaran dermatoskopi sebelumnya dan yang terbaru. Dengan alat ini dapat dilakukan teledermoskopi untuk mendapatkan opini dari ahli di


(50)

tempat lain. Selain sangat membantu mengevaluasi lesi KSB yang meragukan, alat ini juga memungkinkan interaksi pasien dan dokter dengan bersama-sama melihat gambaran lesi di layar monitor. 31

Kegunaan dari dermatoskopi sangat banyak. Selain membantu memperjelas lesi yang hendak dilihat juga dapat untuk membantu menegakkan diagnosis karsinoma sel basal. Selain itu dermatoskopi juga dapat membantu sebagai petunjuk daerah lesi yang akan dieksisi.32

Dermatoskopi yang digunakan pada penelitian ini adalah dermatoskopi yang dilekatkan ke iphone sehingga tidak diperlukan pemakaian cairan minyak imersi untuk melihat lesi. Dermatoskopi ada dua cara penggunaannya yaitu dengan kontak langsung ke kulit dan tidak langsung kontak ke kulit. Non kontak dermatoskopi merupakan pilihan yang baik untuk memvisualisasikan struktur lebih dalam dari kulit, seperti kolagen, fibrosis, dan struktur vaskular. Kontak dermatoskopi memberikan visualisasi yang lebih baik dari struktur kulit yang superfisial seperti struktur milia, komedo terbuka, dan selaput biru-putih.31

Berbagai algoritma telah dikembangkan untuk prosedur diagnostik dermatoskopi. Algoritma ada dua proses yang terdiri dari:


(51)

Gambar 2.15: Algoritma untuk menentukan lesi melanositik dan non melanositik

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 9

- Langkah kedua yaitu jika lesi sudah memenuhi kriteria sebagai lesi yang ganas maka langkah selanjutnya menentukan lesi termasuk resiko rendah, menengah dan resiko tinggi dengan menggunakan algoritma pola analisis. Yang termasuk pola analisis yaitu pola analisis yang telah direvisi, aturan ABCD dari dermoskopi, tujuh daftar yang penting, tiga daftar yang penting, dan metode Menzies. Semua komponen ini harus dikenali oleh dokter. Ketidakmampuan dokter menganalisis bisa mengakibatkan kegagalan diagnosis. Pada penelitian ini yang digunakan adalah metode 3 point checklist.33


(52)

Kriteria dermatoskopi untuk menganalisis Karsinoma sel basal dapat dilihat pada tabel dibawah ini.33

Tabel 2.5 Kriteria dermatoskopi untuk menganalisis karsinoma sel basal


(53)

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 33

atau ilustrasinya seperti gambaran dibawah ini

Dengan metode ini, setidaknya satu gambaran harus ada untuk mendiagnosis karsinoma sel basal. Dibawah ini akan dijelaskan satu persatu kriteria karsinoma sel basal yang dapat dilihat pada pemeriksaan dermatoskopi. 35

2.2.1 Spoke Wheel Areas

Daerah seperti jari-jari roda merupakan proyeksi radial yang telah disebut proyeksi seperti jari roda atau seperti pohon pinus.

Gambar 2.16 : Ilustrasi gambaran karsinoma sel basal pada dermatoskopi

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 35


(54)

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 35

Mereka biasanya cenderung berwarna coklat dan lebih gelap pada aksi sentral. Karena bentuk transisi dari daerah seperti daun merupakan suatu kemungkinan, membedakan antara tipe-tipe ini adalah sulit. Secara histopatologi, mereka mencerminkan pertumbuhan yang irregular dalam sarang tumor superfisial. Mereka ditemukan pada sekitar 10% dari karsinoma sel basal berpigmen dan kebanyakan terlihat pada karsinoma sel basal superfisial.

9, 35,36,37

2.2.2 Large Blue-Gray Ovoid Nests

Sarang besar berbentuk oval yang berwarna biru keabuan membentuk struktur oval atau biru keabuan panjang dengan batas yang jelas, dan mereka lebih besar dari pada globul-globul.

Gambar 2.17 : Karsinoma sel basal (tipe superfisial). Daerah seperti jari-jari roda (yang ditunjukkan oleh anak panah) paling banyak dilihat pada karsinoma sel basal superfisial.


(55)

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 35

Selain itu mereka tidak tergantung pada struktur pigmen yang membentuk sebagian dari lesi. Secara histopatologi mereka menyerupai suatu benjolan dari melanin yang berkumpul dalam sarang-sarang tumor di dermis. Meskipun demikian, ketika melanin dari sarang tumor seperti stroma sangat meningkat, sarang-sarang ini membentuk suatu area berpigmen yang tidak berstruktur (bisul), yang dapat merusak diagnosis karsinoma sel basal. Sarang-sarang ovoid besar yang berwarna biru keabuan ini ditemukan pada 50-70% karsinoma sel basal berpigmen.35-38

2.2.3 Ulserasi

Ulserasi pada permukaan tumor timbul akibat hilangnya epidermis atau dermis bagian atas dan deposisi dari krusta dan koagulan yang berhubungan.

Gambar 2.18 : Karsinoma sel basal. Sarang besar berbentuk oval yang berwarna biru keabuan dan pembuluh darah yang bercabang dapat dilihat. Selaput biru keputih-putihan juga ada.


(56)

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 35

KSB nodular cenderung membentuk ulkus besar pada bagian tengah dari permukaan tumor, tetapi KSB superfisial umumnya membentuk ulkus dangkal kecil dipinggir tumor. Ulserasi terjadi pada lebih dari 50% penderita KSB pada pasien orang jepang tetapi spesifisitasnya lebih rendah dari pada temuan yang lain. 35-38

2.2.4 Arborizing Vessels

Pembuluh darah yang bercabang merupakan akibat dari telangiektasia, yang merupakan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang dalam bentuk seperti ular pada permukaan KSB.

Gambar 2.19 : Karsinoma sel basal. Daerah seperti daun (yang ditunjukkan anak panah) dilihat pada pinggiran lesi dan mereka tidak ada hubungan dengan sarang berbentuk oval yang berwarna biru keabuan (kepala panah). Ulserasi (tanda bintang) yang ditutupi dengan koagulan, lokasinya dekat dengan pusat.


(57)

Mereka ditemukan dalam 50-70% pada penderita KSB, dan bahkan mereka ditemukan pada KSB tidak berpigmen, mereka dapat dijadikan petunjuk untuk diagnosis. Jika klinisi menggunakan dermatoskopi kontak, perhatian yang ketat diperlukan karena telangiektasia menghilang jika dermatoskopi ditekan terlalu kuat pada lesi. 35-38

2.2.5 Multiple Blue-Gray Globules

Merupakan struktur globuler yang berwarna biru keabuan.

Gambar 2.20 : Karsinoma sel basal. Sarang besar berbentuk oval yang berwarna biru keabuan dan pembuluh darah yang bercabang dapat dilihat. Selaput biru keputih-putihan juga ada.

Gambar 2.21 : Karsinoma sel basal. Lesi ini terutama terdiri dari beberapa globul-globul biru keabu-abuan.

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 35

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 35


(58)

Mereka berukuran lebih besar dari pada dots yang secara histopatologi menyerupai melanofag dermal. Meskipun demikian, membedakan antara globul dan dots dapat menjadi sulit. Globul mencerminkan adanya melanin dalam sarang kecil dan mereka ditemukan pada 20-40% KSB berpigmen.35-38

2.2.6 Area Seperti Daun

Area seperti daun merupakan perpanjangan bulbus berwarna biru keabuan yang membentuk struktur mirip daun maple. Mereka tidaklah muncul dari struktur berpigmen berkelompok disekitarnya atau dari jaringan pigmen, dan hal ini penting untuk membedakan mereka dari streaks yang merupakan karakteristik tumor melanositik. Secara histopatologi, mereka umumnya menyerupai penimbunan melanin pada sarang dermis bagian atas dipinggir tumor. Walaupun demikian, struktur seperti daun yang berwarna coklat terang dengan batas yang tidak jelas dapat dihubungkan dengan hiperplasia melanosit pada lapisan epidermis diatasnya. Sensitifitas diagnosis dari fitur ini untuk KSB berpigmen adalah sebesar 10-20%; meskipun demikian sensitifitasnya sangat tinggi. 35-38

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 36


(59)

Gambar 2.22 : Karsinoma sel basal berpigmen dengan area struktur berpigmen seperti daun atau seperti jari-jari roda.


(60)

2.3 Kerangka Teori Etiologi

- Paparan sinar matahari - Radiasi pengion - Paparan kronis

terhadap arsen - Sistem imun - Trauma,jaringan

parut, luka bakar G ik

Gambaran klinis - Karsinoma sel basal nodular - Karsinoma sel basal berpigmen - Karsinoma sel basal superfisial - Karsinoma sel basal morfeaform - Fibroepitelioma pinkus

Diagnosis - Anamnesis

- Gejala klinis

- Pemeriksaan histopatologis - Pemeriksaan dermatoskopi

Spoke wheel areas

Large blue gray ovoid nests Ulceration

Arborizing vessels

Multiple blue gray globules Leaf like areas

Karsinoma sel basal

Penatalaksanaan - Topikal

- Bedah beku - Elektrodesikasi - Eksisi

- Laser

- Terapi fotodinamik - Kemoterapi topikal


(61)

(62)

2.4. Kerangka Konsep

Suspek karsinoma Sel Basal

Pemeriksaan histopatologis

Dermatoskopi

1

. Sensitifitas

2. Spesifisitas

3.

Positif Predictive Value

4.

Negatif Predictive Value


(63)

(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi uji diagnostik observasional paralel dengan rancangan penelitian cross sectional.

3.2 Waktu dan tempat penelitian

3.2.1 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Bulan September 2013 sampai Bulan September 2014.

3.2.2 Tempat penelitian

Tempat di RSUP. H. Adam Malik Medan dan pemeriksaan histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.3 Populasi Penelitian

3.3.1 Populasi Target

Semua pasien suspek karsinoma sel basal di Medan


(65)

Pasien suspek karsinoma sel basal yang datang berobat ke RSUP. H. Adam Malik Medan pada Bulan September 2013 sampai Bulan September 2014.

3.3.3 Sampel

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi.

3.4 Besar Sampel

(dikutip dari kepustakaan nomor 35)

n = besar sampel yang didiagnosis positif oleh baku emas

sen = Sensitivitas dermatoskopi = 90%

d = presisi penelitian  20%

Zα = deviat baku dari tingkat kesalahan=1,96

Maka: n =

(0,2)2 (1,96)2.0,9.0,1

= 8,6436  9

Total sampel yang diperlukan untuk penelitian ini berjumlah minimal 9 orang. n= Zα2sen (1-sen)


(66)

3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode consecutive sampling.

3.6. Identifikasi variabel

3.6.1 Variabel bebas : hasil pemeriksaan dermatoskopi dan hasil pemeriksaan histopatologi.

3.6.2 Variabel terikat : suspek karsinoma sel basal.

3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.7.1 Kriteria Inklusi :

1. Pasien menderita karsinoma sel basal.

2. Pasien yang bersedia ikut dalam penelitian dan mengisi informed consent. 3.7.2 Kriteria Eksklusi :

1. Wanita hamil dan menyusui.

2. Pasien yang menderita hipertensi tidak terkontrol. 3. Pasien yang menderita gangguan pembekuan darah. 4. Pasien dengan kadar glukosa darah ad random > 200


(67)

3.8.1 Alat dan bahan dermatoskopi

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan Dermatoskopi adalah Iphone 5 , Handyscope Foto Finder.

3.8.2 Cara kerja Dermatoskopi

1. Pencatatan dasar

Pencatatan dasar dilakukan oleh peneliti di RSUP. H. Adam Malik Medan meliputi identitas penderita seperti nama, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, alamat dan nomor telepon.

2. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, pemeriksaan dermatoskopi untuk menegakkan diagnosis Karsinoma sel basal.

Langkah-langkah pemeriksaan dermatoskopi:

1. Sambungkan alat dermatoskopi dengan iphone 5. 2. Hidupkan lampu pada alat dermatoskopi.

3. Letakkan alat dermatoskopi menempel pada lesi.

4. Foto lesi kemudian simpan lalu beri keterangan pada foto yang telah disimpan. 5. Data foto yang tersimpan dapat dikirim ke pusat Handyscope Foto Finder

sebagai second opinion. 3.8.3 Alat dan bahan biopsi

Alat yang digunakan Skalpel, wadah yang berisi formalin 10%, benang nylon 5-0.


(68)

- Dibersihkan terlebih dahulu daerah lesi dengan povidone iodine 10% dan alkohol 70%.

- Dilakukan biopsi insisi dengan perbandingan setengah jaringan yang sehat dan setengah jaringan karsinoma sel basal.

- Diletakkan jaringan yang telah diinsisi lalu letakkan ke dalam tempat yang telah berisi formalin 10%.

- Penjahitan luka dengan nylon 5-0. - Diberi antibiotik topikal dan sistemik.

3.8.5 Pemeriksaan histopatologi dilakukan di patologi anatomi RSUP H.Adam Malik. Adapun cara pemeriksaan histopatologi:

1. Dilakukan penilaian makroskopis keadaan jaringan meliputi: ukuran, bentuk, konsistensi dan berat terhadap jaringan yang telah diterima bagian Patologi Anatomi.

2. Dilakukan pengawetan (fiksasi), dilakukan dengan merendam bahan/jaringan dalam larutan formalin.

3. Kemudian dilakukan dehidrasi, setelah jaringan diambil/dipotong sesuai dengan yang dibutuhkan maka dilakukan dehidrasi dengan memasukkan jaringan tersebut ke dalam alkohol 70%,80%,90%, masing-masing selama satu hari kemudian alkohol 95% selama 2 hari (diganti setiap hari), alkohol 100% 2 hari (diganti setiap hari)

4. Pembeningan (clearing) dibilas menggunakan xylol sebanyak 2 kali

5. Pembenaman (impregnansi) merupakan proses pengeluaran cairan pembening, dilakukan dengan cara pembenaman paraffin I selama 2 jam paraffin II selama 1 jam, paraffin III selama 2 jam.


(69)

6. Pengecoran (Blocking)

Preparat jaringan ditanam di dasar blok parafin dengan menggunakan besi potongan bentuk L (leuckhart) atau cassette.

7. Pemotongan (sectioning) digunakan alat mikrotom. 8. Dilakukan pewarnaan (staining).

Kemudian dilakukan deparafinisasi larutan xylol selama 2 menit, lalu dihidrasi dengan alkohol 95% , 90%, 80%, dan 70% selama 2 menit, lalu dicuci dengan air selama 2 menit. Kemudian direndam dalam larutan hematoksilin selama 7 menit kemudian dicuci diair mengalir/aquadest selama 2 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam eosin lalu dicuci dengan air mengalir. Setelah itu dilakukan dehidrasi dari alkohol konsentrasi rendah ke tinggi. Kemudian dimasukkan ke dalam xylol.

9. Mounting untuk mengawetkan jaringan yang telah diwarnai dengan entellan/balsem canada.

10. Labelling

Merupakan pemberian nama dan tanggal pada preparat.

3.9 Definisi Operasional

1. Karsinoma sel basal (KSB) ialah neoplasma ganas yang timbul dari sel non keratinisasi yang berasal dari lapisan basal epidermis. Penentuan diagnosis KSB dilakukan oleh dokter yang sudah dilatih, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, pemeriksaan histopatologi dan dermatoskopi. Skala yang digunakan adalah skala ordinal.


(70)

2. Suspek KSB ialah pasien yang diduga menderita KSB dengan gejala klinis yang menyerupai gejala klinis KSB. Adapun gejala klinisnya berupa bercak eritema, nodul dan ulkus, dimana lesinya terasa gatal dan mudah berdarah serta setelah menyembuh dapat kambuh kembali. Skala yang digunakan adalah skala ordinal.

3. Dermatoskopi merupakan teknik diagnostik non invasif in vivo yang menggunakan cahaya guna memperbesar tampilan kulit sehingga warna dan struktur epidermis, taut dermo-epidermal dan dermis pars papilare yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang dapat dilihat dengan jelas. Skala yang digunakan adalah skala ordinal.

4. Pemeriksaan histopatologi ialah pemeriksaan terhadap perubahan-perubahan abnormal pada tingkat jaringan yang dilakukan oleh Dokter ahli patologi anatomi. Skala yang digunakan adalah skala ordinal.

5. Sensitifitas adalah kemampuan alat diagnostik untuk mendeteksi suatu penyakit yang diperoleh dari perhitungan proporsi subjek yang sakit dengan hasil uji diagnostik positif (positif benar) dibanding seluruh subjek yang sakit (positif benar + negatif semu). Skala yang digunakan adalah skala nominal.

6. Spesifisitas adalah kemampuan alat diagnostik untuk menentukan bahwa subjek tidak sakit, yang diperoleh dari perhitungan proporsi subjek sehat yang memberikan hasil uji diagnostik negatif (negatif benar) dibandingkan dengan seluruh subjek yang tidak sakit (negatif benar + positif semu). Skala yang digunakan adalah skala nominal.

7. Positif predictive value (PPV) adalah probabilitas seseorang benar-benar menderita penyakit bila hasil uji diagnostiknya positif yang diperoleh dari perbandingan antara


(71)

subjek dengan hasil uji positif benar dengan positif benar ditambah positif semu. Skala yang digunakan adalah skala nominal.

8. Negative predictive value (NPV) adalah probabilitas seseorang tidak menderita penyakit bila hasil uji negatifnya yang diperoleh dari perbandingan antara subjek dengan hasil uji negatif benar dengan negatif semu ditambah negatif benar. Skala yang digunakan adalah skala nominal.

9. Positive likelihood ratio adalah perbandingan antara proporsi subjek yang sakit yang memberi hasil uji positif dengan proporsi subjek yang sehat yang memberi hasil uji positif. Skala yang digunakan adalah skala nominal.

10.Negative likelihood ratio adalah perbandingan antara proporsi subjek yang sakit yang memberi hasil uji negatif dengan proporsi subjek yang sehat yang memberi hasil uji negatif. Skala yang digunakan adalah skala nominal.

11. Akurasi adalah proporsi semua hasil uji yang positif benar dan negatif benar. Skala yang digunakan adalah skala nominal.

12. Dalam menentukan penilaian diagnostik digunakan skor sebagai berikut : 0 - 33% = rendah, 33 - 66% = sedang, 67 – 100% = tinggi


(72)

3.10 Kerangka Operasional

Pasien suspek karsinoma sel basal yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi

Dermatoskopi

Pemeriksaan histopatologis Biopsi insisi


(73)

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terhimpun ditabulasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis statistik dari tabel 2x2 diolah dengan memakai sistem komputer. Untuk menilai kemampuan diagnostik dermatoskopi maka dilakukan uji sensitifitas, spesifisitas, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio dan negative likelihood ratio dengan menggunakan baku emas pemeriksaan histopatologi.


(74)

3.12. Ethical Clearance

Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh ethical clearance dari Komite Etik Penelitian bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.13. Jadwal pelaksanaan

Lokasi penelitian : RSUP H. Adam Malik Medan


(75)

Tabel 3.1 : Diagram jadwal penelitian

No Uraian Sept ‘13 Okt ‘13 Nov ‘13 Des ‘13 Jan ‘14 Feb ‘14 Mar ‘14 Apr ‘14 Mei ‘14 Jun ‘14 Juli ‘14 Agus ‘14 Sep ’14 Okt ‘14

1 Persiapan pelaksanaan 2 Pelaksanaan

penelitian 3 Analisis

data 4 Penyusunan

laporan 5 Presentasi

hasil penelitian


(76)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan pada pasien dengan dugaan Karsinoma sel basal yang berjumlah 12 orang. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin, umur, pekerjaan, hasil pemeriksaan dermatoskopi, gambaran dermatoskopi, 3 point checklist dan hasil pemeriksaaan histopatologi dapat di lihat pada tabel-tabel di bawah ini.

4.1.Karakteristik Subjek Penelitian

4.1.1 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin n %

Perempuan 4 33.3

Laki-laki 8 66.7

Total 12 100.0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian adalah dengan jenis kelamin laki-laki (66,7%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan yaitu 4 orang (33,3%). Chinem VP dkk pada penelitiannya mengenai karsinoma sel basal di Brazil tahun 2011 menemukan bahwa perbandingan antara pasien karsinoma sel basal yang berjenis kelamin laki-laki dengan perempuan sekitar 1,5-2 : 1. Hal tersebut kemungkinan disebabkan


(1)

12

Ulserasi,

large blue ovoid


(2)

Lampiran 6

TABEL FREKUENSI

Umur

n % Valid Percent Cumulative Percent

Valid < 50 tahun 1 8,3 8,3 8,3

50 - 60 tahun 3 25 25 33,3

61 - 70 tahun 7 58,3 58,3 91,6

71 - 80 tahun 1 8,3 8,3 100,0

Total 12 100,0 100,0

Jenis_kelamin

n % Valid Percent Cumulative Percent


(3)

Perempuan 4 33,3 33,3 100,0

Total 12 100,0 100,0

Pekerjaan

n % Valid Percent Cumulative Percent

Valid pegawai kantor 1 8,3 8,3 8,3

Pelaut 1 8,3 8,3 16,6

Pendeta 1 8,3 8,3 24,9

Petani 8 66,7 66,7 91,6

Polisi laut 1 8,3 8,3 100,0

Total 12 100,0 100,0

3 point checklist


(4)

percent

Valid

Asimmetry, blue

white structures,

atypical network

5

41,7

41,7

41,7

Asimmetry, blue

white structures

7

58,3

58,3

100

Total

12

100

100

Dermatoskopi

n % Valid Percent Cumulative Percent

Valid Negatif ksb 2 16,7 16,7 16,7

Positif ksb 10 83,3 83,3 100,0


(5)

Gambaran Dermatoskopi

n % Valid Percent Cumulative Percent

Valid Arborizing vessels, large blue gray

ovoid nests

2 16,7 16,7 16,7

Arborizing vessels, multiple blue gray globules,

1 8,3 8,3 25

Pigment network in the thin furrows 1 8,3 8,3 33,3

Ulserasi, arborizing vessels 1 8,3 8,3 41,6

Ulserasi, arborizing vessels, multiple blu gray globules

1 8,3 8,3 49,9

Ulserasi, arborizing vessels, multiple blu gray globules, maple leaf like areas,

1 8,3 8,3 58,2

Ulserasi, large blue gray ovoid nests, arborizing vessels,

4 33,4 33,4 100,0

Total 12 100,0 100,0

Hasil Pemeriksaan Histopatologi


(6)

Valid Negatif ksb 2 16,7 16,7 16,7

positif ksb 10 83,3 83,3 100,0

Total 12 100,0 100,0

Dermatoskopi * Hasil Pemeriksaan histopatologi Crosstabulation

Hasil Pemeriksaan histopatologi

Total Positif KSB Negatif KSB

Dermatoskopi Positif KSB 9 1 10

Negatif KSB 1 1 2