Enam jam setelah penyuntikan, dilakukan pengambilan darah untuk
dilakukan pengukuran kadar albumin. Hasil pengukuran kadar albumin pada kontrol hepatotoksin CCl
4
dosis 2 mLkgBB yaitu 2,85 ± 0,05 mgdL. Secara statistik, apabila dibandingkan dengan aktivitas serum albumin pada kontrol
CMC-Na 1 3,47 ± 0,07 memperlihatkan hasil yang berbeda bermakna p≤0,05. Ini menunjukkan bahwa CCL
4
dapat menurunkan aktivitas serum albumin pada tikus betina galur Wistar.
3. Kontrol Dosis III 137,14 mgKgBB FHEMM
Tujuan pembuatan kontrol dosis III sediaan FHEMM adalah untuk melihat pengaruh FHEMM dosis tertinggi. Dosis fraksi yang diberikan pada tikus
perlakuan yaitu 137,14 mgKgBB yang merupakan dosis tertinggi yang digunakan
dalam penelitian ini. Uji dilakukan dengan memberikan FHEMM pada tikus secara oral, dan 6 jam kemudian setelah pemberian sediaan fraksi tersebut
dilakukan pengambilan cuplikan darah setelah itu dilakukan pengukuran kadar albumin. Aznam, Atun, Arianingrum, Sulisdiarto, Utami, dan Sholeh 2010
dalam penelitiannya mengenai aktivitas antihepatotoksik dan toksisitas ekstrak etanol batang kayu Hopea mengarawan mengatakan bahwa hasil histopatologi
hati tikus yang diinduksi dengan CMC-Na 0,5 sebagai kontrol selama 4 hari menunjukkan hasil yang normal.
Bila dibandingkan antara kontrol dosis III dengan kontrol CMC-Na 1 3,47 ± 0,07 mgdl , kedua kelompok memiliki perbedaan kadar albumin yang
tidak bermak na p≤0,05. Hal ini berarti FHEMM kontrol dosis III 137,14
mgKgBB tidak memiliki aktivitas menurunkan kadar albumin, dimana dapat
dilihat dari hasil statistika bahwa kadar albumin hampir sama dengan kontrol negatif CMC-Na 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian
FHEMM kontrol dosis III 137,14 mgKgBB selama 6 jam tidak memberikan pengaruh terhadap aktivitas albumin.
4. Kelompok perlakuan sediaan FHEMM jangka pendek 6 jam dosis
34,28 mg KgBB ; 68,57mgKgBB, dan 137,14 mgKgBB
Pada penelitian ini dilakukan pengujian jangka pendek 6 jam yaitu dimana dalam jangka waktu 6 jam setelah pemberian sediaan FHEMM secara oral
dengan tiga tingkatan dosis yaitu dosis rendah 34,28 mgKgBB, dosis sedang 68,57mgKgBB, dan dosis tinggi 137,14 mgKgBB, dilakukan pemejanan
hepatotoksin CCl
4
dosis 2 mLkgBB secara intraperitonial pada tikus. Pengaruh pemberian FHEMM dapat dilihat dengan ada tidaknya peningkatan aktivitas
serum albumin pada tikus yang terinduksi CCl
4.
Berikut merupakan analisis hasil purata kadar albumin pada tabel V pada kelompok perlakuan dosis I 34,28 mgKgBB; dosis II 68,57 mgKgBB; dan
dosis III 137,14 mgKgBBB bila dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin CCl
4
sebesar 2,85 ± 0,05 mgdL. Analisis secara statistik FHEMM dosis I 34,28 mgKgBB dibandingkan
dengan kelompok kontrol hepatotoksin CCl
4
menunjukkan hasil berbeda bermakna p0,05 Tabel VI. Hal ini menunjukkan bahwa FHEMM dosis I
34,28 mgKgBB mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kadar albumin pada tikus setelah diinduksi CCl
4
.
Pada dosis II 68,57 mgKgBB dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin CCl
4
menunjukkan hasil berbeda bermakna p0,05 Tabel VI. Hal ini menunjukkan bahwa FHEMM dosis II 68,57 mgKgBB mempunyai
pengaruh terhadap peningkatan kadar albumin pada tikus setelah diinduksi CCl
4
. Pada dosis III 137,14 mgKgBB dibandingkan dengan kelompok
kontrol hepatotoksin CCl
4
menunjukkan hasil berbeda bermakna p0,05 Tabel VI. Hal ini menunjukkan bahwa FHEMM dosis III 137,14 mgKgBB
mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kadar albumin pada tikus setelah diinduksi CCl
4
. Hasil analisis analisis secara statistik antara dosis I 34,28 mgKgBB,
dosis II 68,57 mgKgBB, dan dosis III 137,14 mgKgBB memiliki efek dalam menaikkan kadar serum albumin pada tikus betina yang terinduksi CCl
4.
Di bawah ini merupakan analisis hasil purata kadar albumin pada tabel V pada kelompok perlakuan dosis I 34,28 mgKgBB; dosis II 68,57 mgKgBB;
dan dosis III 137,14 mgKgBBB bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif CMC-Na 1 sebesar 3,47 ± 0,07 mgdL.
Analisis secara statistik FHEMM daun dosis I 34,28 mgKgBB
dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif CMC-Na 1 menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna p0,05 Tabel VI. Hal ini menunjukkan bahwa
FHEMM dosis I 34,28 mgKgBB memiliki pengaruh dalam menaikkan kadar albumin pada tikus betina yang terinduksi CCL
4
setara dengan normal. Pada dosis II 68,57 mgKgBB dibandingkan dengan kelompok kontrol
negatif CMC-Na 1 menunjukkan hasil berbeda bermakna p0,05 Tabel VI.
Hal ini menunjukkan bahwa FHEMM dosis II 68,57 mgKgBB mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kadar albumin pada tikus betina setelah diinduksi
CCl
4
namun tidak setara atau belum sebanding dengan kadar albumin normal. Pada dosis III 137,14 mgKgBB dibandingkan dengan kelompok
kontrol negatif CMC-Na 1 menunjukkan hasil berbeda bermakna p0,05
Tabel VI. Hal ini menunjukkan bahwa FHEMM dosis III 137,14 mgKgBB memiliki pengaruh terhadap peningkatan kadar albumin pada tikus setelah
diinduksi CCl
4
namun belum dapat sebanding atau setara dengan normal. Berikut merupakan perbandingan antar kelompok perlakuan dosis I
34,28 mgKgBB; dosis II 68,57 mgKgBB; dan dosis III 137,14 mgKgBB untuk melihat ada atau tidaknya kekerabatan antar dosis pemberian FHEMM
terhada- peningkatan kadar albumin pada tikus betina terinduksi CCl
4.
Analisis secara statistik antara dosis I 34,28 mgkgBB dengan dosis II 68,57 mgkgBB menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna p 0,05 Tabel
VI. Hal ini menunjukkan baik dosis I 34,28 mgkgBB dengan dosis II 68,57 mgkgBB masing-masing dapat memberikan efek untuk menaikkan kadar
albumin pada tikus betina yang terinduksi CCL
4
. Namun jika dilihat dari analisis statistik yang sebelumnya telah dibahas di atas perbandingan antara dosis II
dengan CMC- Na 1 , menunjukkan hasil berbeda bermakna p≤0,05 dan
perbandingan dosis II dengan kontrol CCL
4
menunjukkan hasil berbeda bermakna p≤0,05
dapat disimpulkan dosis II mampu menaikkan kadar albumin pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCL
4
namun belum dapat setara dengan normal.
Hasil analisis secara statistik antara dosis I 34,28 mgkgBB dengan dosis III 137,14 mgkgBB menunjukkan hasil berbeda bermakna p 0,005
Tabel VI. Hal ini menunjukkan antara dosis I 34,28 mgkgBB dengan dosis III 137,14 mgkgBB ada perbedaan yang signifikan dalam menaikkan kadar
albumin pada tikus yang terinduksi CCL
4
. Baik dosis I 34,28 mgKgBB maupun dosis III 137,14 mgKgBB dapat menaikkan kadar albumin ditinjau dari
analisis dosis III dengan kontrol CCL
4
yang menunjukkan hasil berbeda bermakna pada tikus betina yang terinduksi CCL
4
namun pada dosis III 137,14 mgKgBB kenaikan kadar albumin belum dapat setara dengan normal ditinjau
dari perbandingan analisis statistik antara dosis III 137,14 mgKgBB dengan kontrol negatif CMC-Na 1.
Analisis statistik antara dosis II 68,57 mgkgBB dengan dosis III 137,14 mgkgBB menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna p0,005 Tabel
VI. Hal ini menunjukkan antara dosis II 68,57 mgkgBB dengan dosis III 137,14 mgkgBB ada perbedaan yang tidak signifikan dalam menaikkan kadar
albumin pada tikus betina yang terinduksi CCL
4
, namun baik dosis II maupun dosis III belum memiliki efek untuk menaikkan kadar albumin yang setara dengan
normal jika dibandingkan dengan analisis statistik kedua dosis ini dengan kontrol negatif CMC-
Na yaitu berbeda bermakna p≤0,05 . Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan tidak adanya kekerabatan
antara dosis pemberian sediaan FHEMM dengan peningkatan kadar albumin terhadap tikus betina yang terinduksi CCl
4
. Tidak adanya kekerabatan dapat diartikan dengan menaikkan dosis dari FHEMM tidak akan menaikkan efek
hepatoprotektif. Untuk mengembangkan penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai pemberian FHEMM pada tikus betina dengan induksi senyawa lain, contohnya parasetamol. Pemberian induksi senyawa hepatotoksin lain seperti
paracetamol dikarenakan parasetamol memiliki tipe kerusakan yang berbeda dengan CCl
4
. Kerusakan hati akibat parasetamol disebabkan oleh proses stres oksidatif
metabolik NAPQI yang sangat reaktif berikatan seacara kovalen dengan makromolekul vital sel hati. Kerusakan yang timbul berupa nekrosis
sentrilobularis Winarsi, 2007.
E. Rangkuman Pembahasan