Gambar 2. Struktur lobus hati Stenvall, Larsson, Strand and Jönsson, 2014
.
B. Fungsi Metabolik Hati
Hati memiliki tiga fungsi utama di dalam tubuh yaitu sebagai alat ekskresi, sintesis dan metabolisme Chandrasoma and Taylor, 1995. Fungsi
metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak, penimbunan vitamin, besi dan tembaga, konjugasi dan ekskresi steroid adrenalin dan gonad serta
detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen Price and Wilson, 2005. Hati berperan dalam mengubah zat buangan dan bahan-bahan yang beracun agar
mudah untuk diekskresi dalam urin dan empedu. Selain itu hati memiliki fungsi glikogenik yaitu menghasilkan glikogen dari glukosa yang diambil dari makanan
hidrat karbon Pearce, 2009. Ketika hati mengalami kehilangan jaringannya, hati akan melakukan
regenerasi atau mengembalikan dirinya sendiri. Proses regenerasi ini berlangsung
selama 5 hingga 7 hari pada tikus dimana pada saat ini hepatosit diperkirakan mengalami replikasi sebanyak satu atau dua kali, dan setelah mencapai ukuran
yang sebenarnya, hepatosit akan kembali lagi pada keadaan semula Guyton and Hall, 2006.
C. Kerusakan Hati
Konsekuensi klinis paling parah dari kerusakan hati adalah terjadinya gagal ginjal. Hal ini terjadi akibat kerusakan hati yang mendadak dan sifatnya
masif. Gagal hati merupakan titik akhir kerusakan progresif hati sebagai bagian dari penyakit hati kronik. Umumnya sekitar 80-90 kapasitas fungsional hati
sudah rusak sebelum gagal hati timbul Kumar, Abbas, Fausto and Mitchell, 2007.
Jenis kerusakan sel hati yang dapat ditimbulkan akibat adanya efek toksik antara lain :
1. Perlemakan hati
Perlemakan hati adalah keadaan dimana hati memiliki lemak melebihi 5 dari berat hati itu sendiri. Dalam keadaan normal hati memiliki lemak hanya 5
dari berat hati secara keseluruhan Soemarto, 1996. 2. Nekrosis hati
Nekrosis hati merupakan kematian hepatosit. Perubahan morfologi awal berupa edema sitoplasma, dilatasi retikulum endoplasma, dan disagregasi
polisom. Terjadi akumulasi trigliserida sebagai butiran lemak dalam sel Soemarto, 1996.
3. Kolestasis
Kolestasis merupakan jenis kerusakan hati yang bersifat akut dan lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan perlemakan hati dan nekrosis. Jenis
kerusakan ini sulit diinduksi pada hewan uji, kecuali jika digunakan steroid. Mekanisme utama dari kolestasis adalah berkurangnya aktivitas ekskresi empedu
pada membran kanakulus Lu, 1995.
4. Sirosis
Sirosis hati merupakan penyakit hati yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat diseertai nodul yang terbentuk dari kumpulan
hepatosit. Sirosis biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul Tarigan,
1996.
D. Hepatotoksin
Hepatotoksin diklasifikasikan menjadi dua kelas, yaitu :
1. Hepatotoksin teramalkan Tipe A
Tipe A merupakan senyawa yang dapat merusak hati jika diberikan dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek toksik. Jadi jenis hepatotoksin
ini bergantung dari jumlah dosis pemberian senyawa. CCl
4
merupakan contoh hepatotoksin teramalkan Forrest, 2006.
2. Hepatotoksin tak teramalkan Tipe B
Tipe B merupakan senyawa yang merusak hati dengan tidak bergantung pada dosis pemberian. Sebenarnya senyawa ini tidak bersifat toksik, namun
memberikan efek toksik pada orang-orang tertentu. Contoh senyawanya adalah
isoniazid dan clorpromazine Forrest, 2006.
E. Albumin
Albumin adalah protein yang paling banyak ditemukan di dalam darah manusia. Albumin diproduksi oleh hati dan mewakili 50 dari produksi protein
hepatik Atara and Lanza, 2002. Albumin sangat larut di dalam plasma pada konsentrasi normal antara 30 dan 50 gdL. Albumin mampu mengangkut asam
lemak, logam, kolesterol, empedu, pigmen, serta obat-obatan. Albumin adalah elemen kunci dalam regulasi tekanan osmotik dan distribusi cairan antara
kompartemen yang berbeda. Konsentrasi plasma albumin mewakili keseimbangan antara sintesis di dalam hati dan katabolisme. Fungsi lain dari albumin ialah
kemampuannya untuk mengikat berbagai macam ligan yang mencakup asam lemak bebas, kalsium, hormon steroid tertentu, bilirubin, dan sebagian plama
triptofan Hutchison, Reilly and Mac,1998 Berikut adalah nilai normal albumin pada manusia dewasa yaitu sekitar
3,8-5,1 gdL , anak-anak 4,0-5,8 gdL, bayi 4,4-5,4 gdL, dan untuk bayi baru lahir berkisar 2,9-5,4 gdL Sutedjo, 2006. Serum albumin normal pada tikus yaitu 3,0-
3,5 mgdL Triznarizki, 2007. Penurunan albumin dapat dilihat dari kenaikan ALT. Kenaikan ALT pada kondisi hati yang tidak normal, akan diikuti penurunan
kadar albumin Sivakrishnan and Kottaimuthu, 2014. Sintesis albumin membutuhkan mRNA untuk ditranslasikan. Suplai asam
amino yang cukup akan diaktivasi dan berikatan dengan tRNA. Ribosom berfungsi untuk pembentukan energi dalam bentuk ATP. Sintesa albumin dimulai
di dalam nukleus, dimana gen ditranskripsikan ke dalam messenger ribonukleic
acid mRNA. mRNA disekresikan ke dalam sitoplasma, dimana albumin
berikatan dengan ribosom, membentuk polysome
yang mensintesis
preproalbumin. Preproalbumin adalah molekul albumin dengan asam amino yang disambung pada terminal N. Sambungan asam amino memberi isyarat
penempatan preproalbumin ke dalam membran retikulum endoplasma. Ketika berada di dalam lumen retikulum endoplasma, asam amino akan memecah,
menyisakan albumin albumin dengan asam amino yang tersisa. Proalbumin merupakan bentuk intraseluler yang utama dari albumin. Proalbumin kemudian
dikirim ke aparatus golgi, dimana 6 sambungan asam amino dipindahkan sebelum albumin disekresi oleh hepatosit. Rentang nilai rujukan bervariasi pada manusia
albumin serum kurang dari 2,5 mgdL disebut abnormal, dan konsentrasi kurang dari 1,5 mgdL dapat menyebabkan tanda klinis yang bermakna seperti
pembentukan asites dan edema Bangun, 2008. Penurunan kadar albumin akibat adanya senyawa kimia, seperti CCl
4
mengindikasikan terjadinya penurunan fungsi hati dalam hal sintesis protein sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah protein intake dan berkurangnya
absorbsi asam amino. Menurunnya level protein total dan albumin akibat CCl
4
akan menyebabkan kerusakan produksi pada hati dan terjadinya lokalisasi pada retikulum endoplasma yang menyebabkan hilangnya P-450 yang mengarah pada
perlemakan hati Rajendran, Hamalata, Akasakalai, Mandhukhrisna, Sohil and Sundaram, 2009. Peningkatan kadar albumin kembali ke normal setelah
pemberian senyawa yang mengarah pada proteksi hati menunjukkan adanya stabilisasi retikulum endoplasma yang mengarah pada sintesis protein Nasir et
al ., 2013. Berdasarkan penelitian Sivakrishnan dan Kottaimuthu 2014
menyatakan bahwa kadar albumin mengalami penurunan mencapai 15 nilai normal jika terjadi kerusakan pada senyawa yang dapat menginduksi kerusakan
hati seperti CCl
4
. Albumin sangat larut dalam plasma pada konsentrasi yang normal antara
35 dan 50 gdL. Albumin memiliki beberapa fungsi fisiologis dan farmakologis penting. Albumin mampu mengangkut logam, asam lemak, kolesterol, pigmen
empedu, dan obat-obatan. Albumin merupakan elemen kunci dalam regulasi tekanan osmotik dan distribusi cairan antara kompartemen yang berbeda.
Konsentrasi plasma albumin mewakili keseimbangan antara sintesis dalam hati dan katabolisme. Fungsi penting albumin yang lainnya adalah kemampuan untuk
mengikat berbagai macam ligan berupa asam lemak bebas, kalsium, hormon staroid tertentu, bilirubin dan sebagian triptofan plasma Hutchison et al., 1998.
Pada kadar albumin serum berada dibawah nilai normal, maka fraksi obat yang terikat protein tersebut berkurang, dengan kata lain fraksi obat bebas banyak
sehingga keadaan ini dapat menimbulkan pengaruh obat yang tidak diinginkan Sherlock, 1979. Penurunan kadar albumin dalam darah hipoalbuminemia
mengakibatkan cairan keluar dari pembuluh darah, keluar ke dalam jaringan menyebabkan terjadinya edema. Kadar albumin dalam serum tergantung pada tiga
proses yang dinamik yaitu sintesa, degradasi dan distribusi. Beberapa faktor dapat mempengaruhi sintesis albumin antara lain gizi, lingkungan, hormon dan adanya
suatu penyakit Sherlock, 1979.
F. Karbon tetraklorida