dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan bersih usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan.
Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani.
3.3. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya RC Ratio Analysis
M enurut Soeharjo dan Patong 1973,
pendapatan yang besar bukanlah sebagai
petunjuk bahwa usahatani efisien. Suatu
usahatani dikatakan layak apabila
memiliki tingkat efisiensi penerimaan
yang diperoleh atas setiap biaya yang
dikeluarkan hingga mencapai
perbandingan tertentu.
Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya RC ratio analysis yang didasarkan pada
perhitungan secara finansial. Analisis ini menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan
untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai RC maka akan semakin besar pula
penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan atau usahatani dikatakan menguntungkan.
Kegiatan usahatani dikategorikan layak jika memiliki nilai RC ratio lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya kegiatan
usahatani dikategorikan tidak layak jika memiliki nilai RC ratio lebih kecil dari satu, yang artinya untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usahatani merugikan. Sedangkan untuk kegiatan usahatani yang
memiliki nilai RC ratio sama dengan satu berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal.
3.4. Teori Produksi
Setiap proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor- faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan . Faktor- faktor
produksi seperti lahan, pupuk, tenaga kerja, modal dan sebagainya sangat mempengaruhi terhadap besar kecilnya produksi yang diperoleh. Keputusan
penggunaan sumber daya atau input, baik dalam kuantitas maupun kombinasi yang dibutuhkan dalam suatu tingkat produksi ditentukan oleh petani produsen.
I II
III
TP Y Produksi
Keterangan
: TP = Total Produksi
MP = Marginal Product Produk Marjinal
AP = Average Product Produk Rata-rata
Fungsi produksi secara sederhana dapat digambarkan sebagai hubungan fisik atau hubungan teknis antara jumlah faktor produksi yang digunakan dengan
jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu tanpa memperhatikan faktor harga.
Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan antara input dengan output yang menunjukkan suatu tingkat
dimana sumberdaya dapat diubah sehingga menghasilkan produk tertentu Doll dan Orazem, 1984. Dengan kata lain fungsi produksi menggambarkan kombinasi
penggunaan beberapa faktor produksi untuk menghasilkan suatu tingkat produksi tertentu.
Secara matematis, fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut Doll dan Orazem, 1984 :
Y = fX
1
, X
2
, X
3
,…,X
n
.......................................................... 3.1 Keterangan :
Y : Jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi
X
1
,X
2
,..,X
n
: Faktor- faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi f
: Bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor- faktor produksi ke-n dalam hasil produksi
M enurut Doll dan Orazem 1984,
suatu fungsi produksi dapat dibagi ke
dalam tiga daerah produksi. Daerah
produksi tersebut dapat dibedakan
berdasarkan elastisitas produksi dari
faktor-faktor produksi. Pada Gambar 1,
ketiga daerah tersebut adalah daerah
dengan elastisitas produksi yang lebih
besar dari satu daerah I, antara nol dan
satu daerah II, dan lebih kecil dari nol
daerah III.
Daerah produksi I yang terletak antara 0 dan X2, mempunyai nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor
produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum belum tercapai, karena
produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Oleh karena itu daerah I disebut sebagai daerah irrasional irrational
region atau irrational stage of production. Syarat keharusan untuk tercapainya keuntungan maksimum adalah tingkat
produksi yang terjadi harus berada pada daerah II dalam kurva fungsi produksi. Pada daerah ini yang terletak antara X2 dan X3, elastisitas produksi bernilai antara
nol dan satu, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah
nol. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang peningkatannya makin berkurang decreasing return to scale. Pada tingkat tertentu dari
penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini berarti bahwa penggunaan faktor- faktor produksi sudah
optimal. Oleh karena itu daerah II disebut sebagai daerah rasional rational region atau rational stage of production.
Daerah Produksi III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktor- faktor produksi akan menyebabkan penurunan
jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor- faktor produksi yang sudah tidak efisien, sehingga daerah ini disebut juga
sebagai daerah irrasional.
3.5. Efisiensi Ekonomi