senantiasa ada pada diri petani ialah berusaha menghindari kegagalan yang akan menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar
dengan mengambil resiko. Dengan kata lain petani berusaha meminimumkan keuntungan subjektif dari kerugian maksimum. Perilaku demikian yang disebut
juga perilaku safety first atau mendahulukan keamanan merupakan ciri umum petani. Bukan saja petani miskin yang memiliki perilaku tersebut, tetapi sebagian
besar petani menengah juga bertindak serupa.
2.6. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai usahatani padi ladang atau padi gogo dilakukan oleh Susanto 2004. Penelitian ini melakukan analisis tentang
pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor produksi usahatani padi ladang secara tumpangsari dengan jagung di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan petani dari produksi padi ladang per hektar per musim tanam sebesar Rp.1.348.100,- dengan harga jual
rata-rata sebesar Rp.1.700,- per kilogram dan produksi padi ladang per hektar rata-rata sebesar 793 kilogram dalam bentuk gabah kering panen. Sedangkan rata-
rata jagung yang dihasilkan per hektar sebesar 1.438 kilogram dengan harga jual rata-rata Rp.450,- per kilogram, sehingga penerimaan dari produksi jagung
sebesar Rp.647.100,-. Jadi, total penerimaan petani dari usahatani padi ladang yang ditumpangsari dengan jagung sebesar Rp.1.995.200,-.
Biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani padi ladang tumpangsari dengan jagung sebesar Rp.683.091,- sedangkan biaya total sebesar Rp.1.824.575,-
. Dengan komposisi biaya seperti ini, pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani adalah sebesar Rp.1.312.109,- sedangkan pendapatan atas biaya total
sebesar Rp.170.625,- Jadi rasio RC atas biaya tunai diperoleh sebesar 2.92, dan rasio RC atas biaya total sebesar 1.09. Hal ini berarti dari segi analisis pendapatan
usahatani padi ladang secara tumpangsari dengan jagung menguntungkan karena penerimaan yang lebih besar dari biaya total yang dikeluarkan.
Dari analisis model fungsi produksi Cobb-Douglas yang dilakukan Susanto 2004, diperoleh hasil F-hitung yang nyata pada taraf kepercayaan 95
persen, dan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 74.5 dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi R
2
-adjusted sebesar 67.8. Nilai R
2
-adjusted sebesar 67.8 berarti bahwa 67.8 persen kergaman pada nilai produksi dapat dijelaskan oleh
variabel bebas yang digunakan dalam fungsi produksi yaitu luas lahan, jumlah benih, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk TSP, dan tenaga kerja. Sedangkan 32.2
persen lainnya dari keragaman nilai produksi dipengruhi faktor- faktor lain di luar model regresi. Faktor- faktor lain di luar model yang diduga berpengaruh tersebut
adalah tingkat kesuburan lahan, intensitas serangan hama, dan faktor iklim. Berdasarkan hasil uji-t yang dilakukan Susanto 2004, diperoleh hasil
bahwa faktor produksi jumlah benih, pupuk Urea, dan pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap nilai produksi. Sedangkan faktor produksi luas lahan, puuk KCl
dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap nilai produksi pada taraf kepercayaan yang ditentukan.
Berdasarkan analisis efisiensi dengan rasio NPM dan BKM, diperoleh hasil bahwa penggunaan faktor produksi pupuk Urea, KCl, TSP, dan tenaga kerja
tidak efisien berlebihan, yang ditunjukkan oleh rasio NPM dan BKM yang lebih kecil dari satu. Sedangkan penggunaan faktor produksi luas lahan dan jumlah
benih masih kurang untuk mencapai level efisien. Penggunaan faktor produksi
yang tidak efisien ini diduga disebabkan oleh pengetahuan petani yang terbatas akibat tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi yang rendah serta status
penguasaan lahan.
Penelitian lain mengenai padi ladang dilakukan oleh Rahayu 2001
dengan judul “Perbandingan Usahatani Padi Ladang Baduy Luar dan Luar Baduy Dilihat Dari Tingkat Efisiensi dan Subsistensi Usahatani” di Desa Kanekes dan
Desa Jalupang Mulya, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Banten. Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknologi usahatani padi ladang yang
digunakan di wilayah Luar Baduy Jalupang Mulya lebih maju dibandingkan dengan Baduy Luar. Hal ini dilihat dari : tingkat pendidikan, luas lahan garapan,
status penguasaan lahan, pengalaman bertani, jenis alat pengolahan lahan, jenis varietas padi, pupuk, obat dan cara pengobatan hama dan penyakit tanaman, serta
alat pengolahan padi. Namun dari segi analisis pendapatan dengan menggunakan analisis rasio RC, usahatani padi ladang di wilayah Baduy Luar Kanekes
menghasilkan nilai rasio RC yang lebih tinggi daripada Luar Baduy Jalupang Mulya, dimana rasio RC atas biaya total untuk Baduy Luar sebesar 0.26
sedangkan RC atas biaya total untuk luar baduy sebesar 0.11. Demikian juga dengan RC atas biaya tunai untuk wilayah Baduy Luar sebesar 1.22, lebih besar
daripada RC atas biaya tunai untuk Luar Baduy yang sebesar 0.39. Rendahnya nilai rasio RC untuk usahatani padi ladang di wilayah Luar
Baduy diduga disebabkan oleh : 1 Tingkat kesuburan lahan di wilayah Baduy Luar yang lebih subur
dibandingkan dengan wilayah Luar Baduy, dilihat dari segi intensitas penggunaan lahan.
2 Tingkat upah tenaga kerja luar keluarga di wilayah Luar Baduy lebih tinggi
daripada wilayah Baduy Luar. 3 Kondisi lingkungan usahatani padi ladang di wilayah Luar Baduy yang
sedang terserang hama dan penyakit. 4 Penggunaan pupuk dan pestisida yang belum tepat untuk wilayah Luar
Baduy, sementara usahatani padi ladang di wilayah Baduy Luar tidak menggunakan pupuk dan pestisida sama sekali.
Dilihat dari segi tingkat subsistensi, usahatani padi ladang di wilayah Luar Baduy tergolong usahatani semi- subsisten mengarah ke komersial Transisi-
Dinamis, sedangkan usahatani padi ladang untuk wilayah termasuk dalam usahatani semi-subsisten mengarah ke subsisten Transisi-Statis. Kesimpulan ini
diambil berdasarkan analisis terhadap : tujuan produksi, nilai rasio upah tenaga kerja dan rasio faktor input, serta tingkat pendayagunaan lembaga pertanian.
Penelitian yang dilakukan Wana 2000 dengan judul “Analisis Faktor- faktor Produksi Padi Lahan Kering di Indonesia”, melakukan analisis pendugaan
model respon areal luas panen dan produktivitas padi lahan kering di seluruh Indonesia. Wana 2000 mengelompokkan Indonesia menjadi tiga daerah regional
yaitu : Regional I meliputi seluruh provinsi Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Regional II meliputi seluruh provinsi di pulau Sumatera dan Kalimantan. Regional III meliputi seluruh provinsi di pulau Sulawesi, NTT, Maluku, Timtim,
dan Irian Jaya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi
produksi luas areal panen padi lahan kering ladang di seluruh regional adalah :
harga beras, luas lahan kering, harga jagung, harga ubikayu, harga kedelai, dan luas areal panen padi tahun sebelumnya. Sedangkan faktor- faktor yang
mempengaruhi produktivitas padi lahan kering ladang di seluruh regional adalah harga pupuk urea, curah hujan, varietas unggul, dan harga pupuk TSP. Penelitian
ini juga memperoleh kesimpulan bahwa peningkatan produksi dengan mengupayakan peningkatan luas areal dan produktivitas padi ladang pada
umumnya tidak responsif terhadap faktor- faktor yang berpengaruh, yang memberi indikasi bahwa di Indonesia terutama di Jawa peningkatan luas areal panen dan
produktivitas sudah hampir mendekati level optimum. Akan tetapi dalam upaya memenuhi kebutuhan beras nasional dan mengurangi impor beras, kegiatan
produksi harus tetap ditingkatkan. Yelni 1999 meneliti tentang faktor- faktor yang mempengaruhi
produksi dan pendapatan usahatani padi sawah pada jaringan irigasi teknis Desa Tinggar Jaya, Kecamatan Jatilawang dan irigasi sederhana Desa Losari,
Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat produksi per hektar di daerah irigasi teknis lebih
tinggi daripada daerah irigasi sederhana. Perbedaan tingkat produksi tersebut 24.947 kwintal dalam satu tahun dua musim tanam. Pendapatan atas biaya tunai
dan biaya total yang diperoleh daerah dengan lahan sawah yang menggunakan irigasi teknis juga lebih tinggi daripada lahan sawah beririgasi sederhana. Rasio
RC atas biaya tunai di Desa Tinggar Jaya irigasi teknis sebesar 2.7554, sedangkan di Desa Losari irigasi sederhana sebesar 2.4193. Rasio RC atas biaya
total di Desa Tinggar Jaya irigasi teknis sebesar 1.5574 dan di Desa Losari irigasi sederhana sebesar 1.4637. Berdasarkan analisis model fungsi produksi
dengan menggunakan analisis model Cobb-Douglas, diperoleh hasil bahwa untuk usahatani padi sawah di Desa Tinggar Jaya irigasi teknis, faktor-faktor yang
berpengaruh nyata pada a = 0.05 adalah benih dan pupuk, sedangkan faktor- faktor yang berpengaruh nyata pada 0.05 a = 0.10 adalah penggunaan pestisida dan
dummy luas lahan. Sedangkan untuk usahatani padi sawah di Desa Losari irigasi sederhana, faktor- faktor yang berpengaruh nyata adalah penggunaan tenaga kerja
dan dummy luas lahan. Wijaya 2002 melakukan penelitian tentang perbandingan pendapatan
dan efisiensi usahatani padi sawah organik input rendah dan usahatani padi sawah konvensional di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa produktivitas padi organik input rendah lebih kecil dibandingkan padi konvensional. Produktivitas padi organik sebesar 4.569 kgha
sedangkan produktivitas padi sawah konvensional sebesar 5.263 kgha. Rasio RC atas biaya tunai dan atas biaya total pada usahatani padi sawah organik didapat
sebesar 2.68 dan 1.72, sedangkan rasio RC atas biaya tunai dan atas biaya total pada usahatani padi sawah konvensional sebesar 2.14 dan 1.63.
Berdasarkan analisis fungsi produksi dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, disimpulkan bahwa usahatani padi organik berada pada
kondisi decreasing return to scale hasil yang semakin menurun. Faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada usahatani padi sawah organik
luas lahan, jumlah pupuk TSP yang digunakan, dan tenaga kerja. Sedangkan faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada usahatani padi
sawah konvensional adalah luas lahan, jumlah benih yang digunakan, pupuk urea, pestisida butir, dan penggunaan tenaga kerja.
Berdasarkan analisis efisiensi ekonomi dengan menggunakan rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal NPMBKM untuk usahatani padi
sawah organik, diketahui bahwa penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien. Hal ini terbukti dari nilai NPMBKM semua faktor produksi yang tidak sama
dengan satu. Faktor-faktor yang penggunaannya harus ditingkatkan agar dicapai level efisien adalah luas lahan, pupuk organik, pupuk daun, pestisida butir, dan
tenaga kerja. Sedangkan faktor- faktor yang penggunaannya berlebihan adalah pupuk urea dan TSP. Untuk faktor benih dan pestisida cair didapat nilai rasio
NPM dan BKM yang negatif, artinya syarat keharusan untuk mencapai level efisien tidak teroenuhi sehingga penggunaannya untuk mencapai efisien tidak
dapat diramalkan karena rasio NPM dan BKM tidak akan pernah sama dengan satu NPMBKM ? 1.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Konsep Usahatani
Usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun terorganisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian T.B.
Bachtiar Rifai dalam Hernanto, 1988. Berdasarkan pengertian di atas, maka suatu usahatani dapat digambarkan lebih rinci sebagai berikut :
a. Adanya lahan dalam luasan dan produk
yang tertentu, unsur ini dalam usahatani
mempunyai fungsi sebagai tempat
diselenggarakannya usaha bercocok
tanam, pemeliharaan hewan ternak dan
tempat keluarga tani bermukim.
b. Adanya bangunan yang berupa rumah petani, gudang, kandang, lantai jemur, dan lain- lain.
c. Adanya alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, penyemprot, traktor, pompa air dan lain- lain.
d. Adanya pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara dan lain- lain.