kelompok pangan serealia dan produk olahannya merupakan penyumbang kalori utama pada diet Barasi 2009.
Kandungan gizi dalam pangan dapat dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM. DKBM adalah daftar yang menunjukkan
kandungan zat gizi dari berbagai jenis pangan. Dalam penelitian ini, setelah diperoleh kandungan zat gizi dalam diet TKTP yang diberikan kepada masing-masing pasien,
kemudian dibandingkan dengan standar diet TKTP yang dianjurkan. Hasil yang diperoleh adalah kandungan kalori dalam diet TKTP yang diberikan kepada masing-
masing pasien tidak ada yang sesuai dengan standar diet atau dengan kata lain seluruh hasil hitung kandungan kalori diet TKTP yang diberikan kepada masing-masing
pasien berada di bawah 2340 kkal hari yang merupakan batas minimal standar diet TKTP I. Adapun jumlah kalori dalam diet yang diberikan oleh rumah sakit adalah
berkisar 1579 - 2088 kkal orang hari. Artinya, kandungan kalori dalam diet yang diberikan oleh rumah sakit kepada masing- masing pasien berjumlah minimal 1579
kkal serta maksimal 2088 kkal setiap harinya. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya tambahan bahan makanan yang disajikan. Dalam hal pemenuhan jumlah kandungan
kalori pada diet TKTP, ahli gizi memberlakukan penambahan kuantitas nasi ke dalam menu makanan biasa rumah sakit MB RS untuk menjadikannya menu diet TKTP.
Makan selingan yang diberikan pada pukul 10.00 WIB adalah berupa sepotong roti atau kue tanpa disertai dengan minuman berenergi seperti susu atau teh manis.
5.2.2. Jumlah Protein dalam Diet TKTP
Universitas Sumatera Utara
Dalam perhitungannya konsumsi pangan lebih ditekankan pada kebutuhan kalori dan protein. Sebab apabila kebutuhan kalori dan protein sudah terpenuhi maka
kebutuhan zat gizi lainnya akan mudah untuk terpenuhi. Diet tinggi kalori tinggi protein pada umumnya sama dengan diet makanan
biasa MB yang ditambahkan beberapa jenis makanan lain, adapun bahan makanan yang ditambahkan pada makanan biasa tersebut adalah gula pasir, formula komersial,
serta bahan makanan yang mengandung protein tinggi seperti ayam, daging, susu, telur, tahu maupun tempe. Almatsier 2004 menyatakan bahwa dalam makanan biasa
jika ditambahkan susu, daging, gula pasir maka diet makanan biasa tersebut bisa menjadi diet TKTP.
Kualitas protein suatu bahan pangan dapat dilihat dari komposisi asam amino esensial yang dikandungnya. Protein yang mengandung semua jenis asam amino
esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan adalah protein yang memiliki nilai biologi tinggi. Protein hewani merupakan protein yang memiliki
nilai biologi tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, kandungan protein dalam diet TKTP yang
diberikan kepada masing-masing pasien tidak ada yang sesuai dengan standar diet atau dengan kata lain seluruh hasil hitung kandungan protein diet TKTP yang
diberikan kepada masing-masing pasien berada di bawah batas minimal standar diet TKTP yaitu 90 g hari. Adapun jumlah kandungan protein dalam diet yang diberikan
oleh rumah sakit adalah berkisar 65-82 g orang hari. Artinya, kandungan protein dalam diet yang diberikan oleh rumah sakit kepada masing- masing pasien berjumlah
minimal 65 g serta maksimal 82 g setiap harinya. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya
Universitas Sumatera Utara
bahan makanan sumber protein pada menu diet TKTP. Penambahan telur, ikan, daging, tahu ataupun tempe ke dalam menu makanan biasa MB untuk
menjadikannya diet TKTP tidak dilakukan di rumah sakit tersebut. Penambahan tahu atau tempe malah diberlakukan untuk makanan yang diberikan kepada pasien di
ruang tertentu seperti Super VIP dan VIP. Dengan kata lain, tidak ada yang membedakan diet TKTP dengan makanan biasa dalam hal jumlah kandungan
proteinnya. Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Mustamin, DKK 2010 yang melakukan penelitian di RS. DR. Tadjuddin Chalid Makassar. Mereka menemukan bahwa asupan protein pada diet
TKTP untuk pasien kusta rata-rata sebesar 79,78 gram, yang artinya masih dibawah standar diet TKTP I 100 gram protein.
Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi 2009, yang menemukan bahwa asupan protein dari 3 orang pasien rawat inap yang mendapat diet
TKTP rata-rata sebesar 98,40 dari angka kecukupan protein untuk diet TKTP yaitu masih belum sesuai dengan standar diet TKTP.
Berdasarkan penelitian Retnani 2007, ada hubungan antara jumlah asupan kalori dari makanan rumah sakit dengan perubahan status gizi dan juga ada hubungan
antara asupan protein dari makanan rumah sakit dengan perubahan status gizi. Hal ini menujukkan bahwa jika asupan protein dari rumah sakit baik, maka status gizi pasien
akan baik juga. Kasus penurunan status gizi pada pasien rawat inap di rumah sakit masih
terjadi dikebanyakan rumah sakit di Indonesia. Itu terjadi karena dokter yang
Universitas Sumatera Utara
merawat pasien tak memerhatikan asupan zat gizi yang tepat bagi pasien Anonim, 2009.
Keadaan protein diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung yang kurang dari standar diet TKTP I dalam penelitian ini juga disebabkan oleh karena tidak
adanya penambahan bahan makanan sumber protein ke dalam diet TKTP. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mayasari, 2011 tentang diet TKTP
untuk pasien pascabedah sectiocaesaria di RSUD Sidikalang. Pihak rumah sakit tersebut menambahkan satu butir telur ayam rebus untuk jenis diet TKTP I.
Penyebab lain adalah perbedaan pemberian susu pada setiap harinya, dimana susu hanya diberikan untuk ruangan Super VIP saja walaupun terkadang diet pasien
di ruangan tersebut bukan merupakan diet TKTP , sehingga pada menu yang tidak diberikan susu kandungan proteinnya tidak mencapai standar. Hal ini sesuai dengan
teori Almatsier, 2004 yang menyatakan bahwa harus ditambahkan susu, daging, telur atau makanan sumber protein lainnya agar diet TKTP memiliki kandungan zat gizi
yang sesuai standar.
5.3. Perubahan Berat Badan Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet TKTP