Sosialisasi Peran Gender dalam Keluarga

melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada Vries dalam Silawati, 2006. Menurut Murniati 2004, gender sebagai alat analisis umumnya dipakai oleh penganut aliran ilmu sosial konflik yang justru memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan sistem yang disebabkan oleh gender. Gender membedakan manusia laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender merupakan interpretasi kultural atas perbedaan jenis kelamin. Gender membagi atribut dan pekerjaan menjadi “maskulin” dan “feminin”. Pada umumnya jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan gender maskulin, sementara jenis kelamin perempuan berkaitan dengan gender feminin, akan tetapi hubungan itu bukan merupakan korelasi absolut Rogers, 1980 dalam Susilastuti, 1993. Secara konseptual gender berguna untuk mengadakan kajian terhadap pola hubungan sosial laki-laki dan perempuan dalam berbagai masyarakat yang berbeda Fakih, 1996. Istilah gender berbeda dengan istilah sex atau jenis kelamin menunjuk pada perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis kodrat, gender lebih mendekati arti jenis kelamin dari sudut pandang sosial interpensi sosial kultural, seperangkat peran seperti apa yang seharusnya dan apa yang seharusnya dilakukan laki-laki dan perempuan Fakih, 1996. Susilastuti 1993 menyatakan bahwa gender tidak bersifat universal. ia bervariasi dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain dari waktu ke waktu. Sekalipun demikian, ada dua elemen gender yang bersifat universal: 1. Gender tidak identik dengan jenis kelamin. 2. Gender merupakan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat Gailey, 1987 dalam Susilastuti, 1993.

2.4 Sosialisasi Peran Gender dalam Keluarga

Sebagai hasil dari konstruksi sosial, gender bukan suatu kodrat atau ketentuan Tuhan yang tidak dapat dirubah. Gender dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan ini terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan-perbedaan gender terbentuk karena banyak hal, yaitu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosial maupun kultural, melalui ajaran agama maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah lagi atau dipahami sebagai kodrat. Hal inilah yang sering kali menimbulkan kerancuan ataupun kesalahpahaman dalam masyarakat. Kecenderungan laki-laki diorientasikan ke bidang publik dan perempuan ke bidang domestik telah memproduksi ketimpangan kekuasaan antara kedua jenis kelamin. Perbedaan ini juga dapat diperluas dengan melihat kecenderungan bahwa perempuan lebih terlibat dalam bidang konsumtif, sementara laki-laki dalam bidang produktif. Perbedaan bidang ini juga menunjukkan adanya negosiasi kekuasaan antara laki-laki yang menguasai sektor produksi, maka perempuan juga akhirnya berada dibawah kontrol laki-laki. Perempuan lebih bertanggungjawab terhadap keluarga dan segala kegiatan yang berkaitan dengan rumah tangga, seperti pengasuhan anak. Laki-laki terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi dan politik berbagai kegiatan publik yang dianggap sebagai instansi utama dalam masyarakat modern Chafetz, 1999. Dalam proses sosialisasi, perempuan cenderung dihubungkan dengan kegiatan domestik tersebut, yang dianggap sebagai kegiatan yang “kurang” penting dalam perkembangan masyarakat modern yang bertumpu pada proses produksi dan birokrasi. Asosiasi semacam ini telah mereproduksi ketimpangan gender yang terus menerus, karena dalam proses sosialisasi, perempuan disosialisasikan ke dalam suatu nilai dan ukuran sosial budaya yang kemudian pilihan-pilihannya ditentukan oleh laki-laki atau dalam kerangka struktural yang patriarkhal. Kedudukan perempuan karenanya dibingkai oleh tatanan yang terpusat pada laki-laki yang ditegaskan oleh lembaga-lembaga pendukung Solomon, 1988 dalam Abdullah, 2001. Mitos-mitos telah dibangun untuk mengatakan bahwa tempat laki-laki adalah di dunia kerja dalam perjuangannya untuk hidup, sementara tempat perempuan di rumah mengatur rumah tangga dan merawat anak Solomon, 1988 dalam Abdullah, 2001. Proses sosialisasi semacam ini telah membatasi pilihan-pilihan hidup perempuan. Sesuatu yang berada di luar dapur, anak, rumah tangga, dianggap bukan sebagai tempat yang sesuai bagi perempuan. Keluarga, sekolah, bacaan, dan televisi telah menjadi sumber pengetahuan tentang bagaimana menjadi perempuan yang ideal, yang sesuai dengan tatanan sosial. Institusi semacam ini telah menegaskan suatu bentuk hubungan laki-laki dan perempuan dalam berbagai praktek kehidupan. Proses internalisasi mengakar dalam institusi tersebut yang telah menjadi dasar dimana laki-laki tetap ditonjolkan. Proses semacam ini merupakan konstruksi yang secara terus menerus menegaskan suatu realitas obyektif yang memiliki daya paksa Berger dan Luckmann, 1997 dalam Abdullah, 2001. Apa yang diajarkan dalam keluarga dan institusi lain dapat berarti sesuatu yang memang dihasilkan oleh keluarga itu sendiri dan pada saat yang sama juga merupakan artikulasi dari nilai dan norma yang berlaku secara sosial. Perbedaan domestik dan publik ditentukan oleh proses pemaknaan yang bersumber dari dunia makna universe of meaning yang merupakan pedoman kehidupan Berger dan Luckmann, 1997 dalam Abdullah, 2001.

2.5 Peranan dan Relasi Gender