Pendekatan GAD secara implementatif cenderung mengarah pada adanya komitmen pada perubahan struktural. Oleh sebab itulah pelaksanaan GAD
memerlukan dukungan sosio-budaya masyarakat dalam politik nasional yang menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki. GAD tidak mungkin terlaksana
bila dalam politik suatu negara masih menempatkan perempuan dalam posisi yang inferior dan subordinatif. Dari pendekatan GAD diharapkan agar keikutsertaan
perempuan dan laki-laki dalam pembangunan menjadi lebih setara dan memberikan akses, kontrol, manfaat kepada pelaku pembangunan itu sendiri.
2.8 Analisis Gender dalam Pengembangan Organisasi Koperasi
Organisasi yang responsif gender adalah sebuah organisasi yang kebijakanprogramkegiatan atau kondisinya sudah memperhitungkan kepentingan
laki-laki dan perempuan. Didalam sebuah organisasi yang responsif gender terdapat relasi gender. Relasi gender adalah menyangkut hubungan laki-laki dan
perempuan dalam kerjasama saling bersaing satu sama lain. Kepentingan- kepentingan strategis gender muncul dan berkembang karena relasi perempuan
dan laki-laki yang timpang, dimana perempuan berada pada posisi tersubordinasi memenuhi kepentingan-kepentingan strategis perempuan adalah upaya jangka
panjang dan berkaitan dengan upaya memperbaiki posisi sosial perempuan.
Menurut Departemen Kehutanan, buta gender Gender-blind adalah kondisikeadaan seseorang yang tidak memahami tentang pengertian atau konsep
gender ada perbedaan kepentingan laki-laki dan perempuan. Sadar gender Gender-aware adalah mengenali perbedaan antara prioritas dan kebutuhan
Gambar 1. Skema Perubahan Kawasan Belajar Kognitif, Afektif, Psikomotorik
Responsif Gender
Sensitif Gender Buta Gender
Bias Gender Netral Gender
Sumber : Departemen Kehutanan, 2004
perempuan dan laki-laki. Bias gender adalah pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah satu jenis kelamin daripada jenis kelamin lain sebagai akibat
pengaturan kepercayaan budaya yang lebih berpihak kepada laki-laki daripada kepada
perempuan dan
sebaliknya. Netral
gender adalah
kebijakanprogramkegiatan atau kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin. Sensitif gender adalah kemampuan dan kepekaan seseorang dalam
melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan lainnya dari perspektif gender disesuaikan dengan kepentingan yang berbeda antara laki-laki
dan perempuan. Responsif gender adalah kebijakanprogramkegiatan atau kondisi yang
sudah memperhitungkan kepentingan laki-laki dan perempuan. Peka gender adalah selalu mempertanyakan apakah suatu kebijakan, program, proyek, atau
kegiatan organisasi adalah adil dan berdampak sama terhadap perempuan dan laki-laki dan hasilnya juga sama-sama dinikmati oleh perempuan dan laki-laki.
Perspektif gender adalah menggunakan aspek gender untuk membahas atau menganalisis isu-isu dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, agama,
psikologi untuk memahami bagaimana aspek gender tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan, program, proyek dan dalam kegiatan-
kegiatan pembahasan tersebut dipelajari bagaimana faktor gender menumbuhkan diskriminasi dan menjadi perintang bagi kesempatan dan pengembangan diri
seseorang.
Apa gender?
Siapa? Peran gender?
Diskriminatif? Mengapa
ada perbedaan?
Ada masalah apa?
Mengapa ? Buta
Gender Gender
Blind Sadar
Gender Gender
Awareness Peka
Gender Gender
Sensitive Mawas
Gender Gender
Perspective Peduli
Gender Gender
Responsive
Gambar 2. Skema Perubahan Perilaku
Sumber : Departemen Kehutanan, 2004
Kerangka Analisis Perencanaan Gender Gender Planning Frameworks menurut Jonatan A. Lassa
7
, yaitu kerangka analisis Harvard, kerangka analisis Moser, kerangka analisis Longwe, dan kerangka analisis “Relasi Sosial”.
Kerangka analisis gender Harvard lebih concern dengan membuat pembagian kerja gender division of labour, peran dalam pengambilan keputusan, tingkat
kontrol atas sumberdaya yang kelihatan. Sebagai konsep dan alat, ini dibutuhkan data detail bagi perencanaan gender. Implikasi perencanaan program terhadap
gender perempuan adalah diperlukan analisis yang menutupi gaps pada level beban kerja, pengambilan keputusan, dan sebagainya antara perempuan dan laki-
laki. Tiga data set utama yang diperlukan: Siapa melakukan apa, kapan,
dimana, dan berapa banyak alokasi waktu yang diperlukan? Profil Aktivitas, Siapa yang memiliki akses dan kontrol seperti pembuatan kebijakan atas sumber
daya tertentu Profil Akses dan Kontrol, Siapa yang memiliki akses dan kontrol atas “benefit” seperti produksi pangan, uang dan sebagainya, Faktor yang
mempengaruhi perbedaan dalam pembagian kerja berbasis gender, serta akses dan kontrol yang ada pada “profil aktivitas” dan “profil akses dan kontrol”. Tujuan
dari alat analisis ini adalah untuk membedah alokasi sumberdaya ekonomis terhadap laki-laki dan perempuan, dan membantu perencana proyek untuk lebih
efisien dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan. Kerangka Moser The Gender Roles Framework menawarkan pembedaan
antara kebutuhan praktis dan strategis dalam perencanaan pemberdayaan komunitas dan berfokus pada beban kerja perempuan. Kerangka ini tidak berfokus
pada kelembagaan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumah tangga. Tiga konsep utama dari kerangka ini adalah: Peran lipat tiga triple roles perempuan pada tiga
aras: kerja reproduksi, kerja produktif dan kerja komunitas yang berguna untuk pemetaan pembagian kerja gender dan alokasi kerja, Berupaya untuk
membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan strategis bagi perempuan dan laki-laki dimana kebutuhan strategis berelasi dengan kebutuhan transformasi
status dan posisi perempuan seperti subordinasi, pendekatan analisis kebijakan –
7
www.acehrecoveryforum.org. Diakses tanggal 23 Agustus 2008.
dari fokus pada kesejahteraan welfare, kesamaan equity, anti kemiskinan, efisiensi, dan pemberdayaan atau dari WID ke GAD.
Kerangka Longwe
berfokus langsung
pada penciptaan
situasipengkondisian dimana masalah kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. Longwe menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan
dan kesederajatan equality dimana ditunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama dengan, pemberdayaan maupun
sederajat equal. Pengambilan keputusan kontrol merupakan puncak dari pemberdayaan dan kesederajatan equality.
Kerangka analisis ”Relasi Sosial” didasarkan pada ide bahwa tujuan pembangunan adalah pada kesejahteraan manusia human well-being, yang
terdiri atas survival, security, dan otonomi. Relasi gender adalah salah satu tipe relasi sosial. Tujuan dari kerangka ini adalah untuk menganalisis ketimpangan
gender yang ada di dalam distribusi sumber daya, tanggung jawab dan kekuasaan, menganalisis relasi antara orang, relasi mereka dengan sumber daya, aktivitas dan
bagaimana posisi mereka melalui lensa kelembagaan, menekankan kesejahteraan manusia human well-being sebagai tujuan utama dalam pembangunan. Lima
dimensi relasi sosial kelembagaan yang relevan dengan analisis gender: 1. Aturan rules, bagaimana aturan main yang terjadi; apakah memperkuat atau
menghambat? Aturan tertulis atau tidak informal. 2. Aktivitas activities, yakni siapa melakukan apa, siapa mendapatkan apa,
siapa berhak mengklaim atas apa. Aktivitas bisa saja yang bersifat produktif, regulatif, dan distributif.
3. Sumber daya, yakni yang yang digunakan, apa yang diproduksikan, termasuk input SDM tenaga kerja, pendidikan, material pangan, capital asset, dan
sebagainya, ataupun yang tidak kelihatan seperti kehendak baik, informasi dan jaringan.
4. Orang people, yakni siapa yang terlibat, siapa yang pergi, siapa melakukan apa? Kelembagaan relatif selektif dalam masukan atau mengeluarkan orang,
menugaskan mereka pada sumber daya dan tanggung jawab, memposisikan mereka dalam hierarkis, dan sebagainya.
5. Kekuatan power, yakni siapa mengontrol, memutuskan dan kepentingan siapa yang dilayani.
Kerangka analisis relasi sosial menekankan pada akar masalah ketimpangan gender dengan memetakan secara jelas apa sebab langsung
immediate, faktor kontributif underlying, dan yang bersifat struktural. Analisis kelembagaan
ini menyingkapkan
buta gender
dan berbagai
jenis kesenjanganketimpangan diproduksi dan direproduksi ulang.
2.9 Kerangka Pemikiran