Kombinasi obat Interaksi obat

27 Direktorat Pembinaan SMK 2013

i. Waktu minum obat

Bagi kebanyakan obat waktu di telannya tidak begitu penting, yaitu sebelum atau sesudah makan. Tetapi ada pula obat dengan sifat atau maksud pengobatan khusus guna menghasilkan efek maksimal atau menghindarkan efek samping tertentu. Sebenarnya absorpsi obat dari lambung yang kosong berlangsung paling cepat karena tidak dihalangi oleh isi usus, contoh : 1. Obat-obat yang diminum sebelum makan a.c = ante coenam Diharapkan memberikan efek yang cepat sebaiknya ditelan sebelum makan, misalnya analgetik kecuali asetosal dan NSAID = Non Steroid Anti Inlamation Drugs. Obat yang sebaiknya diberikan pada lambung kosong yakni 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan adalah Penisilin, Sefalosporin, Eritromysin, Rovamysin, Linkomisin, dan Klindamisin, Rifampisin dan Tetrasiklin. 2. Obat diminum sesudah makan p.c = post coenam dan saat makan d.c = durante coenam Obat yang bersifat merangsang mukosa lambung harus digunakan pada waktu atau setelah makan, meskipun absorpsinya menjadi terhambat, misalnya kortikosteroid dan obat-obat reumatik, antidiabetik oral, garam- garam besi dan sebagainya.

j. Indeks Terapi

Hampir semua obat pada dosis yang cukup besar menimbulkan efek toksik dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian Toxic Dose = TD, Letal Dose = LD, dan dosis terapeutik atau Efective Dose = ED . Untuk menilai keamanan dan efek suatu obat, dilakukan dengan menggunakan binatang-binatang percobaan dengan menentukan ED 50 yaitu dosis yang menghasilkan efek pada 50 dari jumlah binatang percobaan dan LD 50 yaitu dosis yang mematikan 50 binatang percobaan. Perbandingan antara kedua dosis ini dinamakan Indeks terapi. Semakin besar indeks ini semakin aman penggunaan obat tersebut. Luas terapi adalah jarak antara LD 50 dan ED 50 , juga disebut jarak keamanan atau Safety margin. Obat dengan luas terapi kecil, yaitu dengan selisih kecil antara dosis terapi dan dosis toksisnya, mudah sekali menimbulkan keracunan bila dosis normalnya dilampaui, misalnya antikoagulansia kumarin, fenitoin, teoilin, litium karbonat dan tolbutamida.

k. Kombinasi obat

Dua obat yang digunakan pada waktu yang bersamaan dapat saling mempengaruhi kerjanya masing-masing, yaitu : Direktorat Pembinaan SMK 2013 28 1. Antagonisme, dimana kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua. Misalnya barbital bersifat sedatif dan strychnin bersifat stimulansia. 2. Sinergisme, dimana kekuatan obat pertama diperkuat oleh obat kedua. Ada dua jenis : • Adisi atau sumasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat adalah sama dengan jumlah masing-masing kekuatan obat tersebut. Misalnya kombinasi asetosal dan parasetamol, kombinasi trisulfa. • Potensiasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat lebih besar dari jumlah kedua obat tersebut. Misalnya kombinasi trimetoprim dan trisulfa.

l. Interaksi obat

Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat index drug berubah akibat adanya obat lain precipitant drug, makanan, atau minuman. Interaksi obat dapat menghasilkan efek yang memang dikehendaki Desirable Drug Interaction, atau efek yang tidak dikehendaki UndesirableAdverse Drug Interactions=ADIs yang lazimnya menyebabkan efek samping obat danatau toksisitas karena meningkatnya kadar obat di dalam plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal. Sejumlah besar obat baru yang dilepas di pasaran setiap tahunnya menyebabkan munculnya interaksi baru antar obat akan semakin sering terjadi. Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni : 1. Interaksi secara farmasetik inkompatibilitas Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat langsung dan dapat secara isik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi invisible, yang selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi karbcnisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5 terjadi presipitasi; amfoterisin B dengan larutan NaCl isiologik, terjadi presipitasi. 2. Interaksi secara farmakokinetik Interaksi dalam proses farmakokinetik yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi ADME dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat. Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat diekstrapolasikan tidak berlaku untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat isikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda. Contohnya, interaksi farmakokinetik oleh simetidin tidak dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi oleh terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif lainnya. Interaksi yang terjadi pada proses absorpsi gastrointestinal sebelum obat 29 Direktorat Pembinaan SMK 2013 diabsorpsi contohnya adalah interaksi antibiotika tetrasiklin, luorokuinolon dengan besi Fe dan antasida yang mengandung Al, Ca, Mg, terbentuk senyawa khelat yang tidak larut sehingga obat antibiotika tidak diabsorpsi. Interaksi yang terjadipada proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan protein plasma. Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser warfarin ikatan protein 99 dan tolbutamid ikatan protein 96 sehingga kadar plasma warfarin dan tolbutamid bebas meningkat. Interaksi yang terjadi pada proses metabolisme obat terjadi dengan mekanisme berupa: penghambatan inhibisi metabolisme, induksi metabolisme, dan perubahan aliran darah hepatik. Hambatan ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat terutama berlaku terhadap obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat enzim mikrosom hati sitokrom P450 CYP. Interaksi yang terjadi pada proses ekskresi obat, dapat terjadi melalui mekanisme pada proses ekskresi melalui empedu dan pada sirkulasi enterohepatik, sekresi tubuli ginjal, dan karena terjadinya perubahan pH urin. Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang sama, contohnya kuinidin menurunkan ekskresi empedu digoksin, probenesid menurunkan ekskresi empedu rifampisin.

m. Interaksi secara farmakodinamik.