Cek Kemampuan Awal Tujuan Pembelajaran Rangkuman

Direktorat Pembinaan SMK 2013 6

F. Cek Kemampuan Awal

Untuk mengetahui kemampuan awal yang anda miliki berkaitan dengan mata pelajaran dasar – dasar farmakologi dan berkaitan dengan kompetensi dasar di bawah ini berilah tanda Check ü pada kolom yang telah disediakan sesuai kemampuan awal sebelum anda mempelajari buku ini NO KOMPETENSI DASAR KD Kemampuan Awal Sudah Belum K.1 1.1. MenghayatikaruniaTuhan Yang MahaE- sa, melalui pengembangan berbagai materi tentang industri perhotelan sebagai pengamalan agama yang dia- nutnya. K.2 2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah jujur, di- siplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong dalam melaksanakan pembelajaran sebagai ba- gian dari sikap ilmiah. 2.2 Menghargai kerja individu dan kelompok dalam pembelajaran sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap kerja K.3 3.1 Menerangkan pengertian, sejarah, ruang lingkup dan istilah medis yang berkaitan dengan dasar-dasar farmakologi 3.2 Menjelaskan spesialite obat 3.3 Menjelaskan perjalanan obat dalam tubuh K.4 4.1 Mengemukakan sejarah, ruang lingkup dan istilah medis yang berkaitan dengan dasar-dasar farmakologi 4.2 Mengkategorikan obat obat spesialite 4.3 Menghubungkan perjalanan obat dengan nasib obat dalam tubuh Jika anda memberi tanda ü pada kolom “sudah” anda bisa langsung melanjutkan ke KD berikut dan dapat mengerjakan lembar Tugas dan Evaluasi Jika memberi tanda üpada kolom ”belum”, anda dipersilahkan mempelajari Bahan Pembelajaran seluk-beluk tentang dasar – dasar farmakologi untuk meningkatkan kompetensi anda pada bidang Farmakologi 7 Direktorat Pembinaan SMK 2013

A. Tujuan Pembelajaran

1. Selama dan setelah proses pembelajaran peserta didik dapat : 2. 1. Memahami aspek-aspek biofarmasi 3. 2. Memahami prinsip-prinsip farmakokinetika 4. 3. Memahami prinsip-prinsip farmakodinamika 5.

B. Uraian Materi

1. Pendahuluan

Dalam terapeutik praktis, obat sebaiknya dapat mencapai titik tangkap kerja target site setelah diberikan melalui rute pemberian yang tepat. Hanya dalam beberapa kondisi tertentu penggunaan obat secara langsung pada jaringan sasaran dapat dilakukan, misalnya pada pemberian obat antiradang secara topical pada kulit atau mukosa yang meradang. • Biofarmasi • Farmakokinetika • Farmakodinamika KEGIATAN BELAJAR 1 NASIB OBAT DALAM TUBUH Direktorat Pembinaan SMK 2013 8 Disisi lain obat mungkin diberikan secara intravena dan diedarkan didalam darah langsung ke pembuluh darah yang dituju pada bagian tubuh lainnya dan menimbulkan efek yang diinginkan. Hal yang sering ditemukan adalah bahwa obat yang diberikan dalam satu kompartemen tubuh, misalnya di usus harus bergerak menuju titik tangkap kerja di kompartemen lain, misalnya otak. Untuk itu obat perlu diabsorpsi di dalam darah dari tempat pemberian dan didistribusikan ke titik tangkap kerjanya dan harus merembes melalui berbagai sawar yang memisahkan kompartemen tersebut. Akhirnya setelah menghasilkan efeknya, obat sebaiknya dibuang dengan kecepatan yang wajar melalui inaktivasi metabolik dan ekskresi dari tubuh.

2. Aspek-aspek Biofarmasi

Biofarmasi adalah ilmu yang bertujuan menyelidiki pengaruh pembuatan sediaan obat terhadap efek terapeutisnya. Efek obat tidak tergantung kepada efek farmakologinya saja, tetapi juga kepada cara pemberian dan terutama dari faktor formulasinya. Faktor formulasi yang dapat mempengaruhi efek obat dalam tubuh adalah :

a. Bentuk isik zat aktif amorf atau Kristal, kehalusannya

Obat-obat dapat berupa benda padat pada temperatur kamar aspirin, atropin, bentuk cair tocopherol, etanol, atau dalam bentuk gas nitrogen oksida. Kecepatan disolusi obat berbanding lurus dengan luas permukaannya, artinya semakin kecil ukuran partikelnya semakin luas permukaan kontaknya sehingga semakin baik disolusikelarutannya. Ukuran molekular obat yang biasa digunakan bervariasi dari sangat kecil ion Lithium Bobot molekul 7 sampai sangat besar alteplase suatu protein dengan Berat molekul 59.050. Pada umumnya obat-obat memiliki ukuran Berat molekul 100 sampai 1000. Obat dengan berat molekul lebih dari 1000 tidak mudah berdifusi antara kompartemen tubuh dari tempat pemberian ke tempat kerjanya.

b. Keadan kimiawi ester, garam, garam kompleks, dan sebagainya

Zat hidrat yang mengandung air kristal seperti pada ampicilin trihidrat ternyata dapat menyebabkan absorpsi menjadi lebih lambat dibandingkan dengan bentuk kimianya yang tidak mengandung air kristal yaitu ampicilin. Hormon kelamin yang diuraikan oleh getah lambung dapat diberikan per oral sebagai esternya yang stabil misalnya etinil estradiol dan testosterondekanoat, begitu pula eritromisin yang diberikan sebagai esternya yaitu eritromisin stearat dan eritromisin estolat. 9 Direktorat Pembinaan SMK 2013

c. Zat pembantu zat pengisi, zat pelekat, zat pelican, zat pelindung dan sebagainya

Penggunaan laktosa sebagai bahan pengisi pada tablet fenitoin dapat meningkatkan bioavaibilitas dari fenitoin sehingga absorbsinya ditingkatkan dan mencapai kadar toksik. Pemakaian zat-zat hidrofob seperti asam stearat dan magnesium stearat sebagai pelicin untuk mempermudah mengalirnya campuran tablet kecetakan ternyata dapat menghambat melarutnya zat aktif. Oleh sebab itu perlu pengaturan jumlah yang tepat untuk penggunaan zat pembantu ini. d. Proses teknik yang digunakan dalam membuat sediaan tekanan pada mesin tablet, kecepatan alat emulgator, dan sebagainya Tekanan yang berlebihan pada pembuatan tablet dapat membuat tablet memperlambat waktu hancur tablet sehingga proses absorpsi zat aktif akan terhambat. Beberapa hal yang juga sering dibahas dalam biofarmasi atau biofarmasetik terkait pengaruh formulasi obat adalah : a. Farmaceutical Avaibility FA Ketersediaan Farmasi, merupakan ukuran untuk bagian obat yang secara in vitro dibebaskan dari bentuk pemberiaannya dan tersedia untuk proses absorpsi. Kecepatan melarut obat tergantung dari berbagai bentuk sediaan dengan urutan sebagai berikut: Larutan suspensi - emulsi - serbuk - kapsul - tablet – tablet ilm coated- tablet salut gula dragee – tablet enterik coated – tablet long acting retard, sustained release. FA hanya dapat diukur secara in vitro di laboratorium dengan mengukur kecepatan melarutnya zat aktif dalam waktu tertentu dissolution rate. Gambar 1.1. Fase-fase melarut dari tablet Direktorat Pembinaan SMK 2013 10 b. Biological Availability BA Ketersediaan hayati, adalah persentase obat yang diabsorpsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapeutiknya. BA dapat diukur pada keadaan sebenarnya yang dialami oleh pasien secara in vivo dengan mengetahui kadar plasma obat setelah tercapai kondisi setimbang steady state. c. Therapeutical Equivalent Kesetaraan terapeutik, adalah syarat yang harus dipenuhi oleh suatu obat paten yang meliputi kecepatan melarut dan jumlah kadar zat berkhasiat yang harus dicapai di dalam darah. Kesetaraan terapeutik dapat terjadi pada pabrik yang berbeda atau pada batch yang berbeda dari produksi suatu pabrik. Hal ini sangat penting terutama untuk obat-obat yang mempunyai luas terapi yang sempit seperti digoksin dan antikoagulansia. d. Bioassay adalah cara menentukan aktivitas obat dengan menggunakan organisme hidup hewan percobaan dan kuman. Kebanyakan obat dapat diukur aktivitasnya dengan metode kimia dan isika seperti spektrofometer. Untuk obat yang belum diketahui struktur kimianya atau merupakan campuran dari beberapa zat aktif, metode biologis bioassay dapat dilakukan. Tetapi setelah metode Fisiko-Kimia dikembangkan, bioassay mulai ditinggalkan, begitu pula dengan penggunaan satuan biologi dan selanjutnya kadar dinyatakan dalam gram atau miligram e. Standarisasi ialah kekuatan obat yang dinyatakan dalam Satuan Internasional atau IU International Unit yang bersamaan dengan standart-standart internasional biologi dikeluarkan oleh WHO. Ukuran-ukuran standart ini disimpan di London dan Copenhagen. Obat yang kini masih distandarisasi secara biologi adalah insulin menggunakan kelinci, ACTH menggunakan tikus, antibiotik polimiksin dan basitrasin, vitamin A dan D, faktor pembeku darah, preparat-preparat antigen dan antibodi, digitalis dan pirogen.

3. Prinsip-prinsip Farmakokinetik

Farmakokinetik dideinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat yaitu absorpsi, distribusi, biotransformasi metabolisme, distribusi dan ekskresi ADME, sehingga sering juga diartikan sebagai nasib obat dalam tubuh. Dalam arti sempit farmakokinetik khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dari obat dan metabolitnya di dalam dan jaringan berdasarkan perubahan waktu. 11 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Farmakokinetik Farmakodinamik • Pengaruh organisme hidup terhadap obat • Penanganan obat oleh organisme hidup • Studi tentang absorpsi, distribusi, metabolisme dan • ekskresi • Pengaruh obat terhadap organisme hidup • Studi tentang tempat dan mekanisme kerja serta efek isiologi dan biokimia obat pada organisme hidup Tubuh kita dianggap sebagai suatu ruangan besar yang terdiri dari beberapa kompartemen bagian berisi cairan, dan antar kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran sel. Kompartemen yang terpenting dalam tubuh adalah : • Saluran lambung-usus • Sistim peredaran darah • Ruang ekstra sel diluar sel, antar jaringan • Ruang intra sel didalam sel • Ruang cerebrospinal sekitar otak dan sum-sum tulang belakang Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses yang berlangsung cukup rumit. Umumnya ini didasari suatu rangkaian reaksi yang dibagi dalam tiga fase yaitu : 1. Fase farmasetik, adalah fase yang meliputi waktu hancurnya bentuk sediaan obat, melarutnya bahan obat sampai pelepasan zat aktifnya kedalam cairan tubuh. Fase ini berhubungan dengan ketersediaan farmasi dari zat aktifnya dimana obat siap diabsorbsi. 2. Fase farmakokinetik, adalah fase yang meliputi semua proses yang dilakukan tubuh, setelah obat dilepas dari bentuk sediaannya yang terdiri dari absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. 3. Fase farmakodinamik, fase pada saat obat telah berinteraksi dengan reseptor dan siap memberikan efek farmakologi, sampai efek farmakologi diakhiri. Direktorat Pembinaan SMK 2013 12 Gambar 1. 2. Bagan fase farmasetik, fase farmakokinetik dan fase farmakodinamik Absorbsi, distribusi dan eksresi obat dalam tubuh pada hakikatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena semaua proses ini tergantung dari lintasan obat melalui serangkaian membran sel tersebut. Membran sel terdiri dari suatu lapisan lipoprotein lemak dan protein yang mengandung banyak pori kecil dan berisi air. Membran ini dapat dilewati dengan mudah oleh zat-zat tertentu, tetapi ada juga zat yang sukar melewati membran sel, sehingga disebut semi permiabel semi = setengah, permiabel = dapat dilewati. Gambar 1.3. Struktur membran sel dan fungsinya 13 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Zat-zat lipoil yang larut dalam lemak dan tidak bermuatan listrik umumnya lebih mudah melintasi membran sel dibandingkan dengan zat-zat hidroil yang bermuatan listrik ion

a. Sistim transportasi obat

Untuk dapat mentransport obat ketempat yang tepat dalam tubuh molekul zat kimia harus dapat melintasi membrane semi permiabel berdasarkan adanya perbedaan konsentrasi, antara lain melintasi dinding pembuluh ke ruang antar jaringan interstitium. Pada proses ini beberapa mekanisme transport memegang peranan yaitu: 1. Transport pasif : tidak menggunakan energi, misalnya perjalanan molekul obat melintasi dinding pembuluh ke ruang antar jaringan interstitium, yang dapat terjadi melalui dua cara : • Filtrasi melalui pori-pori kecil dari membran. Zat-zat yang diiltrasi adalah air dan zat-zat hidroil yang molekulnya lebih kecil dari pori, seperti alkohol, urea BM 200 • Difusi, zat melarut dalam lapisan lemak dari membran sel. Zat lipoil lebih lancar penerusannya dibandingkan zat hidroil. 2. Transport aktif : memerlukan energi. Pengangkutan dilakukan dengan mengikat zat hidroil makro molekul pada protein pengangkut spesiik yang umumnya berada di membran sel carrier. Setelah membran dilintasi obat dilepaskan kembali. Glukosa, asam amino, asam lemak dan zat gizi lain di absorpsi dengan cara transport aktif. Berbeda dengan difusi, cepatnya penerusan pada transport aktif tidak tergantung dari konsentrasi obat. Gambar 1.4. Proses transportasi obat menggunakan carrier Direktorat Pembinaan SMK 2013 14 3. Endosistosis Pinosistosis dan fagositosis Pada pinositosis tetesan-tetesan cairan kecil diserap dari saluran cerna, sedangkan pada fagositosis yang diserap adalah zat padat, membran permukaan tertutup keatas dan bahan ekstrasel ditutup secara vesikular. Gambar 1.5 : Proses transportasi obat a pinositosis b fagositosis,

b. Absorpsi

Absorpsi suatu obat adalah pengambilan obat dari permukan tubuh termasuk juga mukosa saluran cerna atau dari tempat-tempat terntentu pada organ dalaman ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe. Karena obat baru dapat menghasilkan efek terapeutik bila tercapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya, maka absorpsi yang cukup menjadi syarat untuk suatu efek terapeutik, kecuali untuk obat yang bekerja lokal dan antasida. Absorbsi obat umumnya terjadi secara pasif melalui proses difusi. Kecepatan absorpsi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yang terpenting adalah sifat isikokima bahan obat, terutama sifat stereokimia dan kelarutannya seperti : • Besar partikel • Bentuk sediaan obat • Dosis • Rute pemberian dan tempat pemberian • Waktu kontak dengan permukaan absorpsi • Besarnya luas permukaan yang mengabsorbsi • Nilai pH dalam darah yang mengabsorpsi • Integritas membran • Aliran darah organ yang mengabsorbsi 15 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Gambar 1.6. Berbagai tempat terjadinya proses absorpsi obat

c. Absorpsi obat melalui rute oral

Pemberian oral merupakan rute pemberian yang paling mudah dan paling sering digunakan sehingga absorpsi dalam saluran cerna mempunyai peran yang besar. Usus halus merupakan organ absorpsi yang terpenting, tidak hanya untuk makanan melainkan juga untuk bahan obat. Hal ini disebabkan luasnya permukaan yang dibutuhkan untuk absorpsi serta adanya lipatan mukosa, jonjot mukosa , kripta mukosa dan mikrovili pada usus. Bahan yang peka terhadap asam lambung harus dilindungi terhadap asam lambung dengan zat penyalut yang tahan terhadap asam.

d. Absorpsi obat melalui rute bukal atau sublingual

Mukosa yang tervaskularisasi dengan baik pada rongga mulut dan tenggorokan memiliki sifat absorpsi yang baik untuk senyawa yang tidak terionisasi lipoil. Bahan obat pada rute ini tidak dipengaruhi oleh asam lambung serta tidak melewati hati setelah diabsorpsi serta menghasilkan efek terapeutik yang cepat. Karena permukaan absorpsi yang relatif kecil, rute bukal dan sublingual sebaiknya hanya untuk bahan obat yang mudah diabsorpsi. Direktorat Pembinaan SMK 2013 16

e. Absorpsi obat pada pemakaian melalui rektum

Absorpsi obat pada rectum terjadi pada 23 bagian bawah rectum. Obat yang diabsorbsi tidak mencapai hati karena langsung masuk ke vena cava inferior. Proses absorpsi umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan pemberian oral.

f. Absorpsi obat melalui hidung

Mukosa hidung yang memiliki sifat absorpsi yang baik seperti mukosa mulut, cocok untuk pemakaian obat menurunkan pembengkakan mukosa secara topikal pada rhinitis.

g. Absorbsi obat pemakaian pada mata

Jika obat harus diabsorbsi untuk masuk kedalam bagian mata, maka obat mempunyai sifat lipoilik dan hidroilik secara bersamaan akan mengalami absorpsi yang lebih baik, karena epitel kornea bersifat lipoilik sedangkan bagian stroma bersifat hidroilik. Zat-zat yang memiliki sifat-siafat lipoilik dan hidroilik secara bersamaan adalah asam lemah dan basa lemah.

h. Absorpsi obat melalui paru-paru

Obat yang cocok untuk pemakaian melalui paru-paru adalah yang berbentuk gas. Walaupun paru-paru dengan luas permukaan alveolar yang besar 70-100 m2 mampu juga mengabsorpsi cairan dan zat padat. Aerosol berfungsi terutama untuk terapi lokal dalam daerah saluran pernafasan misalnya pada pengobatan asma bronchial

i. Absorpsi obat pemakaian pada kulit

Kemampuan absorpsi obat melalui kulit mungkin lebih rendah dibandingkan melalui mukosa. Zat yang larut dalam lemak pada umumnya diabsorpsi lebih baik dibandingkan zat hidroilik. Sejumlah faktor dapat meningkatkan proses absorpsi melalui kulit seperti peningkatan suhu kulit, pemakaian zat pelarut dimetilsulfoksid dan kondisi kulit yang meradang.

j. Distribusi

Setelah proses absorbsi, obat masuk ke dalam pembuluh darah untuk selanjutnya ditransportasikan bersama aliran darah dalam sistim sirkulasi menuju tempat kerjanya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. 17 Direktorat Pembinaan SMK 2013 • Distribusi fase pertama Terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. • Distribusi fase kedua Jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak Penetrasi dari dalam darah ke jaringan pada proses distribusi seperti pada absorbsi juga sangat bergantung kepada beberapa hal, khususnya : 1. Ukuran molekul 2. Ikatan pada protein plasma 3. Kelarutan dan sifat kimia 4. Pasokan darah dari organ dan jaringan 5. Perbedaan pH antara plasma dan jaringan Molekul obat yang mudah melintasi membran sel akan mencapai semua cairan tubuh baik intra maupun ekstra sel, sedangkan obat yang sulit menembus membran sel maka penyebarannya umumnya terbatas pada cairan ekstra sel. Berdasarakan sifat isiko kimianya, berdasarkan ruang distribusi yang dapat dicapai, dibedakan 3 jenis bahan obat : 1. Obat yang hanya terdistribusi dalam plasma 2. Obat yang terdistribusi dalam plasma dan ruang ekstrasel sisa 3. Obat yang terdistribusi dalam ruang ekstra sel dan intra sel Beberapa obat dapat mengalami kumulatif selektif pada beberapa organ dan jaringan tertentu, karena adanya proses transport aktif, pengikatan ainitas jaringan dengan zat tertentu atau daya larut yang lebih besar dalam lemak. Kumulasi ini digunakan sebagai gudang obat yaitu protein plasma, umumnya albumin, jaringan ikat dan jaringan lemak. Salah satu kumulasi yang terkenal adalah glikosid digitalis yang dikumulasi secara selektif di otot jantung sebagian kecil dalam hati dan ginjal. Diketahuinya kumulasi obat pada jaringan ini juga bermanfaat untuk menilai resiko efek samping dan efek toksisnya. Selain itu ada beberapa tempat lain misalnya tulang, organ tertentu, dan cairan trans sel yang dapat berfungsi sebagai gudang untuk beberapa obat tertentu. Distribusi obat ke susunan saraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri plasenta. Obat yang mudah larut dalam lemak pada umumnya lebih mudah menembus sawar tersebut. Direktorat Pembinaan SMK 2013 18

k. Metabolisme Biotransformasi

Pada dasarnya obat merupakan zat asing bagi tubuh sehingga tubuh akan berusaha untuk merombaknya menjadi metabolit yang tidak aktif lagi dan sekaligus bersifat lebih hidroil agar memudahkan proses ekskresinya oleh ginjal. Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi lalu diangkut melalui sistim pembuluh porta ke hati. Dalam hati seluruh atau sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis. Enzim yang berperan pada proses biotransformasi ini adalah enzim mikrosom di retikulum endoplasma sel hati. Perubahan kimiawi terhadap obat yang dapat terjadi setelah proses metabolismebiotransformasi adalah : 1. Molekul obat berubah menjadi metabolit yang lebih polar hidroil sehingga mudah untuk diekskresikan melalui urin pada ginjal. 2. Molekul menjadi metabolit yang tidakkurang aktif lagi bioinaktivasi detoksiikasi, proses ini disebut juga irst pass efect FPE efek lintas pertama. Untuk menghindari resiko FPE maka rute pemberian secara sublingual, intrapulmonal, transkutan, injeksi dan rektal dapat digunakan. Obat yang mengalami FPE besar, dosis oralnya harus lebih tinggi dibandingkan dengan dosis parenteral. 3. Molekul obat menjadi metabolit yang lebih aktif secara farmakologi bioaktivasi Contohnya adalah kortison yang diubah menjadi bentuk aktif kortison, prednison menjadi prednisolon. 4. Molekul obat menjadi metabolit yang mempunyai aktiitas yang sama tidak mengalami perubahan. Contohnya adalah klorpromazin, efedrin, dan beberapa senyawa benzodiazepin. Disamping hati yang menjadi tempat biotransformasi utama, obat dapat pula diubah di organ lain seperti di paru-paru, ginjal, dinding usus asetosal, salisilamid, lidokain, di dalam darah suksinil kholin serta di dalam jaringan cathecolamin. Kecepatan proses biotransformasimetabolisme umumnya bertambah bila konsentrasi obat meningkat sampai konsentrasi maksimal, sebaliknya bila konsentrasi obat melewati maka kecepatan metabolisme dapat turun. Disamping konsentrasi obat, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses metabolisme adalah : a. Fungsi hati, Pada gangguan fungsi hati metabolisme dapat berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang diharapkan. 19 Direktorat Pembinaan SMK 2013 b. Usia Pada bayi yang baru dilahirkan neonatal semua enzim hati belum terbentuk dengan sempurna sehingga reaksi metabolismenya lebih lambat, antara lain pada obat-obatan seperti kloramfenikol, sulfonamida, diazepam dan barbital. Untuk mencegah efek toksik pada obat-obat ini maka dosis perlu diturunkan. Sebaliknya pada bayi juga dikenal obat-obat yang metabolismenya lebih cepat pada bayi seperti fenitoin, fenobarbital, karbamazepin dan asam valproat. Dosis obat-obat ini harus dinaikkan agar tercapai kadar plasma yang diinginkan. a. Faktor genetik Ada orang yang tidak memiliki faktor genetik tertentu misalnya enzim untuk asetilasi INH dan sulfadiazin. Akibatnya perombakan obat ini dapat berjalan lebih lambat. b. Penggunaan obat lain Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan, dapat mempercepat metabolisme induksi enzim dan menghambat metabolisme inhibisi enzim.

l. Ekskresi

Ekskresi adalah pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni, dan dikeluarkan dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya. Disamping itu ada pula beberapa cara lain, yaitu: • Kulit, bersama keringat, misalnya paraldehide dan bromida • Paru-paru, dengan pernafasan keluar, misalnya pada anestesi umum, anestesi gas anestesi terbang seperti halotan dan siklopropan. • Hati, melalui saluran empedu, misalnya fenolftalein, obat untuk infeksi saluran empedu, penisilin, eritromisin dan rifampisin. • Air susu ibu ASI, misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan alkaloid lain. Harus diperhatikan karena dapat menimbulkan efek farmakologi atau toksis pada bayi. • Usus, bersama tinja, misalnya sulfa dan preparat besi.

m. Konsentrasi plasma

Pada umumnya besarnya efek obat tergantung pada konsentrasinya di target site, dan ini sekaligus juga berhubungan erat dengan konsentrasi plasma. Pada obat yang absorpsinya baik, kadar plasma akan meningkat bila dosis juga ditingkatkan. Direktorat Pembinaan SMK 2013 20

n. Plasma half- life eliminasi

Turunnya kadar plasma obat dan lamanya efek tergantung pada kecepatan metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eliminasi obat, yang dinyatakan dengan pengertian masa-paruh plasma–t ½ atau half-life eliminasi, yaitu rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menurun sampai setengahnya. Setiap obat memiliki masa paruh yang berlainan dan dapat bervariasi dari 23 detik adrenalin dan 2 tahun lebih obat kontras Iod organis. Half-life obat juga berlainan pula untuk binatang percobaan dan bahkan untuk setiap individu terkait dengan variasi individual, sehingga data t- ½ yang tercantum pada literatur hanya merupakan angka rata-rata. Kecepatan eliminasi obat dan kecepatan t ½ tergantung dari kecepatan biotransformasi dan ekskresi. Obat dengan metabolisme cepat maka half-life juga singkat, misalnya insulin yang diberikan secara sub kutan, t ½ -nya dalam waktu 40 menit. Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi , atau obat dengan siklus enterohepatis, atau juga obat yang diabsorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t ½ nya juga panjang. Obat-obat yang terikat dengan protein plasma yang tinggi juga akan mempunyai t ½ yang panjang dibandingkan dengan obat yang sedikit terikat dengan protein plasma. Fungsi organ-organ eliminasi penting sekali, karena kerusakan hati dan ginjal dapat mempengaruhi t ½ obat meningkat sampai 20 kali. Cara pemberian obat juga dapat mempengaruhi waktu t ½ obat, misalnya t ½ penisilin pada pemberian secara intra vena adalah 2-3 menit, sedangkan pada pemberian oral dapat mencapai 1-2 jam.

4. Prinsip-prinsip Farmakodinamik

a. Mekanisme kerja obat

Secara garis besar dikenal dua jenis mekanisme kerja obat yaitu melalui perantara reseptor dan tanpa melibatkan reseptor, seperti yang digambarkan pada bagan dibawah ini. 21 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Gambar 1. 7. Mekanisme kerja obat Mekanisme aksi obat yang diperantarai reseptor adalah berdasarkan teori pendudukan reseptor Receptor Occupancy yaitu obat baru dapat menghasilkan efek farmakologi jika terjadi ikatan komplek antara obat dan reseptor. Reseptor dideinisikan suatu makromolekul seluler yang secara spesiik langsung berikatan ligan obat, hormon dan neurotransmitter untuk memicu serangkaian reaksi dalam tubuh sehingga timbul efek farmakologis. Keterangan : D = Drug Obat R = Receptor D-R = Kompleks obat-reseptor Ikatan atau komplek yang terbentuk antara obat dan reseptor digambarkan seperti gembok dan anak kunci, dalam arti hanya obat yang sesuai yang dapat berikatan dengan reseptornya. Direktorat Pembinaan SMK 2013 22 Gambar 1.8. Ikatan kompleks antara obat dan reseptor yang digambarkan seperti gembok dan anak kunci Beberapa mekanisme kerja obat tanpa melibatkan reseptor dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Secara isika • Massa isis, contohnya laktulosa dan biji psyllium akan mengadsorpsi air jika diberikan secara peroral sehingga volume akan mengembang dan memicu peristaltik laksativapurgativa. • Osmosis, contohnya adalah laksansia osmotis natrium sulfat dan magnesium sulfat, lambat sekali diabsorbsi usus dan secara osmosis menarik air ke dalam usus sehingga volume usus bertambah dan memicu peristaltik usus untuk mengeluarkan isinya. Contoh obat lain yang juga bekerja dengan cara osmosis adalah diuretik osmosis seperti sorbitol dan manitol. • Adsorbsi, contohnya adalah kaolin dan karbon aktif akan menyerap racun pada pengobatan diare dan sebagai antidotum. • Rasa, contohnya adalah gentian senyawa pahit akan memacu aliran asam klorida ke lambung sehingga menambah nafsu makan • Radioaktivitas, contohnya senyawa Iodium 131 memiliki aktivitas radiasi pada pengobatan hipertiroidisme. • Pengendapan protein, contohnya fenol bersifat denaturasi protein mikroorganisme sehingga bersifat desinfektan. • Barrier isik, contohnya sukralfat, melapisi membran mukosa lambung sehingga akan melindungi lambung dari serangan pepsin- asam. • Surfaktan, contohnya sabun pembersih kulit bersifat antiseptik dan desinfektan. • Melarut dalam lemak dari membran sel, contohnya anestetik terbang, berdasarkan sifat lipoilnya, obat ini melarut dalam lemak dari membran sel, sehingga menghambat transport oksigen dan zat-zat gizi akhirnya menyebabkan aktivitas sel terhambat. 23 Direktorat Pembinaan SMK 2013 2. Secara Kimia • Aktivitas asam basa, contohnya antasida lambung AlOH3 yang bersifat basa akan menetralkan kelebihan asam lambung. • Pembentukan khelat, contohnya adalah zat-zat khelasi seperti EDTA Etilen Diamin Tetra Acetat dan dimercaprol yang dapat mengikat logam berat seperti timbal dan tembaga dalam tubuh sehingga toksisitasnya berkurang. • Aktivitas oksidasi dan reduksi, contohnya adalah kalium permanganat konsentrasi rendah mempunyai aktivitas oksidasi morin dan strychnin sehingga toksisitasnya berkurang. • Reduktor, contohnya adalah vitamin C 3. Proses metabolisme • Contohnya antibiotika mengganggu pembentukan dinding sel kuman, sintesis protein, dan metabolisme asam nukleat. 4. Secara kompetisi atau saingan, dalam hal ini dapat dibedakan dua jenis kompetisi yaitu untuk reseptor spesiik dan enzym-enzym.Contoh: Obat- obat Sulfonamida

b. Efek terapeutis

Tidak semua obat bersifat betul-betul menyembuhkan penyakit, banyak diantaranya hanya meniadakan atau meringankan gejala-gejalanya. Oleh karena itu dapat dibedakan tiga jenis pengobatan, yaitu : • Terapi kausal, yaitu pengobatan dengan meniadakan atau memusnahkan penyebab penyakitnya, misalnya sulfonamid, antibiotika, obat malaria dan sebagainya. • Terapi simptomatis, yaitu pengobatan untuk menghilangkan atau meringankan gejala penyakit, sedangkan penyebabnya yang lebih mendalam tidak dipengaruhi, misalnya pemberian analgetik pada reumatik atau sakit kepala, obat hipertensi dan obat jantung. • Terapi substitusi, yaitu pengobatan dengan cara menggantikan zat- zat yang seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit , misalnya insulin pada penderita diabetes, oralit pada penderita diare, tiroksin pada penderita hipotiroid, estrogen pada hipofungsi ovarium dimasa klimakterium wanita. Efek terapeutis obat tergantung dari banyak sekali faktor, antara lain dari bentuk dan cara pemberian, sifat isikokimia yang menentukan absorbsi, biotransformasi dan ekskresinya dalam tubuh. Begitu pula dari kondisi isiologis pasien fungsi hati, ginjal, usus dan peredaran darah. Faktor-faktor individual lainnya, misalnya etnik, kelamin, luas permukaan badan dan kebiasaan makan juga dapat memegang peranan penting. Direktorat Pembinaan SMK 2013 24

c. Plasebo

Salah satu faktor penting dalam penyembuhan penyakit adalah kepercayaan akan dokter dan obat yang diminumnya. Berdasarkan kepercayaan ini dibuatlah plasebo yang dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan. Zat inaktif dalam plasebo umumnya terdiri laktosa dengan dibubuhi sedikit kinin untuk rasa pahit dan sering juga zat warna. Bentuk tablet sebaiknya sangat kecil atau sangat besar dan warnanya mencolok kuning atau coklat guna menambah efek psikologisnya. Beberapa bentuk penggunaan plasebo dan tujuannya adalah : • Pengobatan sugesti, kadangkala memberikan efek yang mengagumkan pada pasien yang sesungguhnya tidak mengalami gangguan organis lainnya dan pada penderita kanker stadium akhir yang penyembuhan sangat sulit. • Uji klinis, digunakan pada tahap akhir dalam rangkaian penelitian suatu obat baru yang akan dinilai efek farmakologisnya. • Pelengkap dan penggenap pil KB, bertujuan agar pasien tidak terlupa menelan pil KB tersebut pada saat menstruasi.

d. Efek obat yang tidak diinginkan

• Efek samping Adalah segala pengaruh obat yang tidak diinginkan pada tujuan terapi yang dimaksud, pada dosis normal WHO 1970. Khasiat utama suatu obat seringkali muncul bersamaan dengan efek samping yang kadangkala tidak dapat dihindarkan. Obat yang ideal seharusnya bekerja dengan waktu yang cepat dengan aktivitas tertentu tanpa menimbulkan keluhan atau gangguan untuk aktivitas yang lain. Oleh sebab itu saat ini setiap industri farmasi yang telah mengeluarkan obat baru selalu harus melakukan pengujian terhadap kemungkinan munculnya efek samping pada pasien. Hal ini dilakukan pada uji klinis fase IV yang disebut juga Post Marketing Surveilance. • Idiosinkrasi Adalah peristiwa dimana suatu obat secara kualitatif memberikan efek yang sama sekali berlainan dari efek normalnya. Hal ini umumnya terjadi karena kelainan genetis pada pasien yang bersangkutan. Contohnya adalah pasien yang menggunakan obat neuroleptika yang bertujuan untuk menenangkan, akan tetapi efek yang terjadi justru sebaliknya dimana pasien malah menjadi tegang fdan gelisah. • Alergi 25 Direktorat Pembinaan SMK 2013 Adalah peristiwa hipersensitif akibat pelepasan histamin di dalam tubuh atau terjadinya reaksi khusus antara antigen-antibodi. Gejala-gejala alergi yang terpenting dan sering terjadi adalah pada kulit yaitu urtikaria gatal dan bentol-bentol, kemerah-merahan dan sebagainya. Pada alergi yang lebih hebat dapat berupa demam, serangan asma, anailaksis shock dan lain-lain. Contoh reaksi alergi sangat umum dijumpai pada pasien yang alergi pada pemberian penisilin, dimana akan timbul reaksi gatal, kemerahan dan bengkak. • Fotosensitasi Adalah kepekaan berlebihan terhadap cahaya akibat penggunaan obat, terutama pada penggunaan lokal. Tetrasiklin dan turunannya kadang- kadang juga dapat menyebabkan fotosensitasi pada pemakaian oral.

e. Efek toksis

Setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat menunjukkan efek toksis. Secara umum, hebatnya reaksi toksis berhubungan langsung dengan tingginya dosis. Dengan mengurangi dosis, efek dapat dikurangi pula. Salah satu efek toksis yang terkenal yaitu efek teratogen yaitu obat yang pada dosis terapeutik untuk ibu, mengakibatkan cacat pada janin kasus Thalidomide . Dengan SK MENKES RI No 682Ph636 berlaku sejak1 Januari 1963, maka obat-obat yang mengandung thalidomide, meklizin, dan femotazin dilarang penggunaannya di Indonesia.

f. Toleransi, habituasi dan adiksi.

Toleransi adalah peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus menerus untuk mencapai efek terapeutik yang sama. Macam-macam toleransi yaitu: a. Toleransi primer bawaan, terdapat pada sebagian orang dan binatang tertentu misalnya kelinci sangat toleran untuk atropin. b. Toleransi sekunder, yang bisa timbul setelah menggunakan suatu obat selama beberapa waktu. Organisme menjadi kurang peka terhadap obat tersebut. Hal ini disebut habituasi atau kebiasaan. c. Toleransi silang, dapat terjadi antara zat-zat dengan struktur kimia serupa fenobarbital dan butobarbital, atau kadang-kadang antara zat- zat yang berlainan misalnya alkohol dan barbital. d. Tachyphylaxis, adalah toleransi yang timbul dengan pesat sekali, bila obat diulangi dalam waktu singkat . Direktorat Pembinaan SMK 2013 26

g. Habituasi kebiasaan dan adiksi

Habituasi adalah kebiasaan dalam mengkomsumsi suatu obat. Habituasi dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu dengan: 1. Induksi enzim Misalnya barbital dan fenilbutazon, menstimulasi terbentuknya enzim yang menguraikan obat-obat tersebut. 2. Reseptor sekunder yang dibentuk ekstra oleh obat-obat tertentu Misalnya morin sehingga jumlah molekul obat yang dapat menduduki reseptornya akan berkurang. 3. Penghambatan absorpsi setelah pemberian oral, misalnya habituasi bagi preparat arsen. Dengan meningkatkan dosis obat terus menerus pasien dapat menderita keracunan, karena efek sampingnya menjadi lebih kuat pula. Habituasi dapat diatasi dengan menghentikan pemberian obat dan pada umumnya tidak menimbulkan gejala-gejala penghentian abstinensi seperti halnya pada adiksi. Adiksi atau ketagihan berbeda dengan habituasi dalam dua hal yakni : 1. Adanya ketergantungan jasmaniah dan rohaniah dan bila pengobatan dihentikan. 2. Penghentian penggunaan obat adiktif menimbulkan efek hebat secara isik dan mental, yang dinamakan gejala abstinensi.

h. Dosis

Dosis yang diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek yang diinginkan tergantung dari banyak faktor antara lain: usia, berat badan, berat ringannya penyakit dan sebagainya. Takaran pemakaian suatu obat umumnya tercantum dalam setiap Farmakope. Sebenarnya yang umum dipakai sekarang adalah dosis pemakaian usual doses atau dosis lazim. Anak-anak kecil terutama bayi yang baru lahir., menunjukkan kepekaan yang lebih besar terhadap obat, karena fungsi hati, ginjal serta enzim-enzimnya belum lengkap perkembangannya. Demikian juga untuk orang tua diatas usia 65 tahun. Perkiraan kebutuhan dosis untuk lansia: 65 – 74 tahun : dosis biasa - 10 75 – 84 tahun : dosis biasa – 20 85 tahun dan lebih : dosis biasa - 30 27 Direktorat Pembinaan SMK 2013

i. Waktu minum obat

Bagi kebanyakan obat waktu di telannya tidak begitu penting, yaitu sebelum atau sesudah makan. Tetapi ada pula obat dengan sifat atau maksud pengobatan khusus guna menghasilkan efek maksimal atau menghindarkan efek samping tertentu. Sebenarnya absorpsi obat dari lambung yang kosong berlangsung paling cepat karena tidak dihalangi oleh isi usus, contoh : 1. Obat-obat yang diminum sebelum makan a.c = ante coenam Diharapkan memberikan efek yang cepat sebaiknya ditelan sebelum makan, misalnya analgetik kecuali asetosal dan NSAID = Non Steroid Anti Inlamation Drugs. Obat yang sebaiknya diberikan pada lambung kosong yakni 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan adalah Penisilin, Sefalosporin, Eritromysin, Rovamysin, Linkomisin, dan Klindamisin, Rifampisin dan Tetrasiklin. 2. Obat diminum sesudah makan p.c = post coenam dan saat makan d.c = durante coenam Obat yang bersifat merangsang mukosa lambung harus digunakan pada waktu atau setelah makan, meskipun absorpsinya menjadi terhambat, misalnya kortikosteroid dan obat-obat reumatik, antidiabetik oral, garam- garam besi dan sebagainya.

j. Indeks Terapi

Hampir semua obat pada dosis yang cukup besar menimbulkan efek toksik dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian Toxic Dose = TD, Letal Dose = LD, dan dosis terapeutik atau Efective Dose = ED . Untuk menilai keamanan dan efek suatu obat, dilakukan dengan menggunakan binatang-binatang percobaan dengan menentukan ED 50 yaitu dosis yang menghasilkan efek pada 50 dari jumlah binatang percobaan dan LD 50 yaitu dosis yang mematikan 50 binatang percobaan. Perbandingan antara kedua dosis ini dinamakan Indeks terapi. Semakin besar indeks ini semakin aman penggunaan obat tersebut. Luas terapi adalah jarak antara LD 50 dan ED 50 , juga disebut jarak keamanan atau Safety margin. Obat dengan luas terapi kecil, yaitu dengan selisih kecil antara dosis terapi dan dosis toksisnya, mudah sekali menimbulkan keracunan bila dosis normalnya dilampaui, misalnya antikoagulansia kumarin, fenitoin, teoilin, litium karbonat dan tolbutamida.

k. Kombinasi obat

Dua obat yang digunakan pada waktu yang bersamaan dapat saling mempengaruhi kerjanya masing-masing, yaitu : Direktorat Pembinaan SMK 2013 28 1. Antagonisme, dimana kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua. Misalnya barbital bersifat sedatif dan strychnin bersifat stimulansia. 2. Sinergisme, dimana kekuatan obat pertama diperkuat oleh obat kedua. Ada dua jenis : • Adisi atau sumasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat adalah sama dengan jumlah masing-masing kekuatan obat tersebut. Misalnya kombinasi asetosal dan parasetamol, kombinasi trisulfa. • Potensiasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat lebih besar dari jumlah kedua obat tersebut. Misalnya kombinasi trimetoprim dan trisulfa.

l. Interaksi obat

Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat index drug berubah akibat adanya obat lain precipitant drug, makanan, atau minuman. Interaksi obat dapat menghasilkan efek yang memang dikehendaki Desirable Drug Interaction, atau efek yang tidak dikehendaki UndesirableAdverse Drug Interactions=ADIs yang lazimnya menyebabkan efek samping obat danatau toksisitas karena meningkatnya kadar obat di dalam plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal. Sejumlah besar obat baru yang dilepas di pasaran setiap tahunnya menyebabkan munculnya interaksi baru antar obat akan semakin sering terjadi. Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni : 1. Interaksi secara farmasetik inkompatibilitas Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat langsung dan dapat secara isik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi invisible, yang selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi karbcnisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5 terjadi presipitasi; amfoterisin B dengan larutan NaCl isiologik, terjadi presipitasi. 2. Interaksi secara farmakokinetik Interaksi dalam proses farmakokinetik yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi ADME dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat. Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat diekstrapolasikan tidak berlaku untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat isikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda. Contohnya, interaksi farmakokinetik oleh simetidin tidak dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi oleh terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif lainnya. Interaksi yang terjadi pada proses absorpsi gastrointestinal sebelum obat 29 Direktorat Pembinaan SMK 2013 diabsorpsi contohnya adalah interaksi antibiotika tetrasiklin, luorokuinolon dengan besi Fe dan antasida yang mengandung Al, Ca, Mg, terbentuk senyawa khelat yang tidak larut sehingga obat antibiotika tidak diabsorpsi. Interaksi yang terjadipada proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan protein plasma. Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser warfarin ikatan protein 99 dan tolbutamid ikatan protein 96 sehingga kadar plasma warfarin dan tolbutamid bebas meningkat. Interaksi yang terjadi pada proses metabolisme obat terjadi dengan mekanisme berupa: penghambatan inhibisi metabolisme, induksi metabolisme, dan perubahan aliran darah hepatik. Hambatan ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat terutama berlaku terhadap obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat enzim mikrosom hati sitokrom P450 CYP. Interaksi yang terjadi pada proses ekskresi obat, dapat terjadi melalui mekanisme pada proses ekskresi melalui empedu dan pada sirkulasi enterohepatik, sekresi tubuli ginjal, dan karena terjadinya perubahan pH urin. Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang sama, contohnya kuinidin menurunkan ekskresi empedu digoksin, probenesid menurunkan ekskresi empedu rifampisin.

m. Interaksi secara farmakodinamik.

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem isiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun proil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena klasiikasi obat adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat dihindari. Contoh interaksi pada reseptor yang bersifat antagonistik misalnya: interaksi antara β-bloker dengan agonis-β2 pada penderita asma; interaksi antara penghambat reseptor dopamine haloperidol, metoclo-pramid dengan levodopa pada pasien parkinson. Direktorat Pembinaan SMK 2013 30

C. Rangkuman

Proses perjalanan obat untuk mencapai target site, sampai menghasilkan efek terapeutik membutuhkan proses yang cukup panjang. Selain fakator zat aktif, sekumpulan faktor-faktor formulasi obat sangat berpengaruh terhadap efek terapeutik efek farmakologis yang ditimbulkan, hal ini dipelajari dalam bidang ilmu biofarmasi. Sebelum menimbulkan efek farmakologis, obat juga melalui fase-fase dalam perjalanannya di dalam tubuh. Fase-fase tersebut meliputi pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya fase farmasetik, proses absorbsi, distribusi, metabolism dan ekskresi fase farmakokinetik dan fase farmakodinamik, yaitu obat berikatan dengan reseptor dan menimbulkan efekfarmakologis. Proses perjalanan obat dalam tubuh nasib obat meliputi absorbsi, distribusi, metabolism dan ekskresi. Proses absorbs obat dapat terjadi di semua tempat pemberian obat. Berbagai macam factor seperti kelarutan obat , sirkulasi pada letak absorbs sangat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat. Distribusi obat terjadi segera setelah proses absorbsi. Distribusi akan terjadi pada organ yang perfusinya lebih cepat. Metabolisme adalah proses yang sangat penting dalam mengubah molekul obat menjadi hasil metabolisme metabolit obat. Sebagian besar proses metabolism ini terjadi di organ hati oleh enzim retikuloendotelial. Perubahan meolekul obat yang terjadi dapat berupa: bioinaktivasi, detoksiikasi, atau perubahan kepolaran. Ekskresi merupakan proses yang sangat penting untuk eliminasi pengeluaran obat dan metabolitnya dalam tubuh. Ginjal melalui urin, merupakan organ yang sangat penting dalam pengeluaran metabolit obat dalam tubuh. Efek terapeutik efek farmakologis obat dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu melalui perantara reseptor dan tanpa perantara reseptor. Teori yang mendasari efek obat melalui perantara reseptor adalah teori pendudukan reseptor, di mana obat dapat menimbulkan efek setelah terjadi kompleks antara reseptor yang sesuai dengan obat. Mekanisme kerja obat yang lain tanpa perantara reseptor dapat terjadi secara isika, kimia, metabolism dan antagonis saingan kompetitif. 31 Direktorat Pembinaan SMK 2013

D. Tugas