IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Analisis Mutu Bahan Baku
Lengkuas dikenal kaya akan kandungan bahan kimia. Lengkuas yang biasanya digunakan untuk pengobatan adalah jenis lengkuas merah Alpinia
purpurata K Schum . Hasil penelitian Rahayu 2000 menunjukkan bahwa
lengkuas merah memberikan daya antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan dengan lengkuas putih untuk semua bakteri yang diuji yaitu
rata-rata memberikan nilai KHM 16,9 mgml untuk lengkuas merah dibandingkan dengan 20,6 mgml untuk lengkuas putih. Dalam farmakologi
Cina dan pengobatan tradisional lainnya disebutkan bahwa lengkuas merah memiliki sifat antijamur.
Rimpang lengkuas yang telah diolah ke dalam bentuk simplisia haruslah memiliki mutu yang baik. Untuk mengetahui mutu simplisia maka dilakukan
pengujian terhadap beberapa kriteria mutu seperti yang tercantum dalam Depkes RI 1978. Hasil pengujian terhadap mutu simplisia disajikan pada
Tabel 7. Tampilan simplisia dapat dilihat pada Gambar 4. Data lengkap hasil analisis mutu bahan baku disajikan pada Lampiran 3.
Gambar 4. Tampilan simplisia lengkuas merah
Tabel 7. Hasil Analisis Mutu Simplisia Lengkuas Merah kadar bahan, bk Kandungan pada Bahan
Bubuk Simplisia Lengkuas Merah
Baku Mutu berdasarkan Depkes RI 1978
Kadar air bb 7,69
- Kadar abu
6,17 Maksimal 3,9
Kadar abu tidak larut dalam asam 2,88 Maksimal
3,7 Kadar sari larut dalam air
33,22 Minimal 5,2
Kadar sari larut dalam etanol 25,40 Minimal
1,7 Kadar minyak atsiri
0,66 Minimal 0,5
Keterangan : = rataan ulangan
Kadar air yang terkandung dalam rimpang lengkuas segar sangat tinggi. Akibat kadar air yang tinggi ini maka bahan menjadi lebih mudah rusak
ketika disimpan karena adanya pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan. Batas kadar air minimal dimana mikroba masih dapat
tumbuh adalah 14 – 15 Fardiaz et al., 1992. Voigt 1994 menambahkan bahwa kandungan air yang terlalu tinggi atau penyimpanan bahan yang
terlalu basah dapat menyebabkan suatu perusakan mikrobial dari material tumbuhan. Penurunan kadar air hingga mencapai 7,69 melalui proses
pengeringan dapat memperpanjang umur simpan bahan. Abu secara umum didefinisikan sebagai residu anorganik dari
pembakaran bahan-bahan organik. Komponen-komponen yang umum terdapat pada senyawa anorganik alami adalah silikat, kalium, natrium,
kalsium, magnesium, mangan, besi, dan lain-lain. Kadar abu merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya bahan anorganik yang ada didalam
produk Apriyantono et al., 1989. Abu yang terbakar sempurna adalah abu yang sudah berwarna putih keabuan. Dari hasil analisis diketahui bahwa
kadar abu bahan sebesar 6,17 dan lebih tinggi dari baku mutu yaitu maksimal 3,9. Kadar abu yang tinggi ini dapat disebabkan oleh tingginya
kandungan mineral pada lahan tanam ataupun karena proses pemupukan yang baik selama di lahan.
Pengujian kadar abu tidak larut asam dilakukan untuk melihat adanya kandungan mineral yang tidak larut dalam asam kuat HCl. Dari hasil
pengujian diketahui bahwa kadar abu tidak larut asam bahan sesuai dengan ketentuan baku mutu maksimal 3,7, yaitu sebesar 2,88. Nilai kadar abu
tidak larut asam yang relatif kecil dibanding baku mutu dapat disebabkan oleh proses pencucian dengan air pada bahan tersebut sehingga mineral
menjadi berkurang. Menurut Voigt 1994, proses pendahuluan seperti pencucian dengan air secara berulang-ulang pada suatu bahan akan
menyebabkan terlarutnya kandungan mineral dalam bahan tersebut oleh air pencuci sehingga kandungan mineralnya menjadi berkurang.
Kadar sari yang terlarut dalam air atau alkohol menunjukkan adanya zat berkhasiat yang dapat terlarut dalam pelarut yang digunakan. Semakin tinggi
kadar yang dihasilkan berarti semakin tinggi pula kandungan zat berkhasiatnya Gaman dan Sherrington, 1992. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kandungan zat berkhasiat, terutama faktor agronomis seperti ketinggian tempat, kelembaban, suhu, dan jenis tanah Gupta, 1999. Nilai
kadar sari larut dalam air bahan yaitu sebesar 33,22 dan telah sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan yaitu minimal 5,2, sedangkan nilai kadar sari
larut dalam alkohol bahan yaitu sebesar 25,40 dan juga telah sesuai dengan baku mutu yaitu minimal dengan 1,7. Nilai kadar sari larut dalam air yang
lebih besar menunjukkan bahwa zat-zat berkhasiat yang berada didalam lengkuas dapat larut dengan lebih baik didalam air dibandingkan didalam
alkohol. Air sebagai pelarut dapat menarik lendir, amina, vitamin, asam organik, asam anorganik, ataupun bahan pengotor.
Menurut Wills dan Stuart 2001, dalam setiap jenis tanaman, metabolit sekunder biasanya berperan sebagai zat berkhasiat, dan akan berkorelasi
positif dengan umur tanaman. Sebagai contoh pada ginseng, kadar saponinnya akan meningkat dengan meningkatnya umur tanaman.
Kadar minyak atsiri bahan yaitu sebesar 0,66 dan telah sesuai baku mutu meski hanya berada sedikit diatas batas yang ditetapkan yaitu lebih dari
0,5. Rimpang lengkuas seharusnya mengandung lebih kurang 1 minyak atsiri berwarna kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil sinamat
48, sineol 20 - 30, eugenol, kamfer 1, seskuiterpen, -pinen, dan galangin. Nilai kadar minyak atsiri yang rendah ini disebabkan oleh waktu
penyulingan yang relatif cepat yaitu 3 jam. Hal ini disebabkan tekstur bahan yang terlalu halus akibat penggilingan sehingga terjadi penggumpalan yang
menghambat penetrasi uap. Akibatnya penetrasi uap hanya terjadi di beberapa bagian tumpukan, dan sebagian uap lainnya akan lolos membentuk
jalur uap. Selain itu, rendahnya rendemen minyak atsiri karena pada awal penyulingan, uap yang terbentuk akan mengembun, dan membasahi bahan
yang akan di suling. Pembasahan ini akan berlangsung terus sampai suhu di setiap bagian bahan sama dengan titik didih air pada tekanan tertentu.
Pembasahan yang berkelanjutan mengakibatkan terbentuknya gumpalan, sehingga rendemen minyak yang dihasilkan rendah. Menurut Ketaren 1985,
kadar minyak atsiri yang dihasilkan tergantung dari cara pengolahan sebelum disuling, umur dan varietas serta sistem penyulingan yang digunakan.
2. Ekstraksi