berbulu putih seperti kapas dan hanya sedikit mengandung makrokonidia berukuran 6 – 20
μm dengan 2 sampai 8 septa. Jamur ini merupakan penyebab penyakit tinea pedis. Jamur ini
menginfeksi jari-jari kaki dengan mula-mula terdapat rasa gatal antara jari- jari dan berkembang menjadi daerah maserasi vesikel yang terdapat pada
daerah antara jari dan meluas ke telapak kaki. Jika infeksi ini berlangsung lama, maka jamur ini juga akan menginfeksi kuku, dimana kuku menjadi
kuning, rapuh, tebal dan hancur Al-Doory, 1980. 5. C. albicans
C. albicans merupakan jamur yang seperti khamir, berbentuk oval,
memproduksi blastospora dan pseudomiselium dalam jaringannya, dan tumbuh pada temperatur ruang dan pada suhu 37
o
C. C. albicans merupakan flora umum yang terdapat dalam tubuh manusia, terutama pada
mulut dan saluran intestinal. C. albicans dapat menyebabkan infeksi membran mukosa pada mulut dan vagina, infeksi kulit, infeksi kuku, dan
infeksi sistemik Dubos, 1948.
D. SALEP unguentum
Salep adalah gel dengan perubahan bentuk plastis yang ditentukan untuk penerapan pada kulit sehat, sakit atau terluka atau pada selaput lendir hidung,
mata. Salep pada pokoknya berlaku untuk terapi lokal Voigt, 1994. Ditambahkan pula oleh Jenkins et al. 1957, salep biasanya mengandung
obat-obatan yang dipakai di luar tubuh dan memiliki konsistensi yang kuat yang jika dioleskan pada kulit akan melunak dan membentuk lapisan di atas
kulit. Proporsi bahan dalam sediaan salep dapat berubah-ubah untuk mempertahankan konsistensi, sedangkan proporsi bahan aktif di dalamnya
tidak berubah Anonim, 1955. Pemakaian salep adalah untuk daerah topikal yang diperuntukkan sebagai
protektan, antiseptik, emolien, antipruritik, keratolitik, dan astringents. Pemilihan dasar salep yang tepat sangat penting untuk efektivitas fungsi yang
diinginkan. Untuk salep yang berfungsi sebagai protektan, maka dasar salep harus bersifat melindungi kulit dari kelembaban, udara, sinar matahari, dan
faktor eksternal lainnya. Salep antiseptik digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Seringkali infeksi oleh bakteri terjadi jauh
di dalam lapisan kulit, sehingga dasar salep untuk pembuatan salep antiseptik harus memiliki kemampuan untuk meresap ke dalam kulit dan melepaskan
bahan aktif yang berfungsi sebagai obat Anonim, 2005. Menurut jenis distribusi bahan obat dalam medium penyangganya, maka
salep dibedakan atas salep larutan, salep suspensi, dan salep emulsi. Salep larutan dan salep suspensi berbeda, tergantung pada sifat kelarutan dari bahan
obat terlarut atau tersuspensi dalam dasar salep. Salep mengandung air dengan penambahan emulgator secara umum dinyatakan sebagai salep emulsi
Voigt, 1994. Salep emulsi terdiri atas dua jenis yaitu jenis minyak dalam air ow dan
jenis air dalam minyak wo. Dasar salep ow memiliki keuntungan yaitu dapat dicuci dengan air sehingga tidak meninggalkan kesan lengket yang tidak
disukai, lebih dapat diterima sebagai dasar sediaan kosmetika, dan umumnya cocok untuk sediaan salep obat Jenkins et al., 1957. Dasar salep wo
memiliki keuntungan yaitu stabilitas emulsinya yang tinggi Voigt, 1994. Salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu pencampuran dan
peleburan. Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama-sama sampai sediaan yang homogen tercapai. Pencampuran
dicampur dalam sebuah lumpang dengan sebuah alu untuk menggerus bahan bersama-sama. Dalam metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari
salep dicampurkan dengan melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang
tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang mengental setelah didinginkan dan diaduk. Bahan-bahan yang mudah menguap
ditambahkan terakhir bila temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian atau penguapan dari komponen. Dalam skala kecil,
peleburan dapat dilakukan pada cawan porselen atau gelas piala Ansel, 1989.
III. METODOLOGI
A. ALAT DAN BAHAN
Peralatan yang digunakan antara lain pisau, penepung jenis piring yang dilengkapi ayakan 30 mesh, oven, hot plate, labu goyang, penguap-rotasi
hampa udara, labu erlenmeyer 500 ml, pH meter, alat-alat gelas untuk analisis, tabung reaksi, cawan petri, pipet mikro, erlenmeyer, inkubator,
mikroskop, otoklaf, jarum ose, Haemocytometer Neubauer Improved , dan pipet pasteur.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang lengkuas merah kering, berumur panen 11 bulan yang diperoleh dari Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat Cibinong Bogor. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96. Media untuk uji mikrobiologi
adalah Sabouraud agar, dan bahan kimia lainnya untuk analisis. Jamur yang digunakan dalam pengujian adalah C. albicans dan M. canis yang diperoleh
dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Farmasi Universitas Indonesia, serta T. rubrum dan T. mentagrophytes yang diperoleh dari Laboratorium
Mikologi Balai Penelitian Veteriner Bogor. Masing-masing jamur uji merupakan penyebab dermatomikosis.
B. METODE PENELITIAN