Kelembagaan Sosial, Ekonomi dan Budaya

Pada tahun 2002, jumlah penduduk di kelima distrik tersebut adalah 2.299 jiwa. Penduduk terbanyak bermukim di Distrik Dorekhar sedangkan yang paling sedikit bermukim di Distrik Meosbekwan. Komposisi penduduk didominasi penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 62 Tabel 8. Tabel 8. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kepulauan Ayau No Distrik Jumlah KK Pria Wanita Jumlah 1. Yenkawir 45 130 112 240 2. Reni 75 190 150 340 3. Rutum 115 286 304 590 4. Meosbekwan 46 108 102 210 5. Dorekhar 230 790 679 1 469 Jumlah 511 1 504 1 309 2 299 Sumber : Sinar Sakti Nusaraya, 2002

4.3 Kelembagaan Sosial, Ekonomi dan Budaya

Pada saat ini kelembagaan yang masih berfungsi untuk masyarakat Kepulauan Ayau hanya kelembagaan gereja dan kelembagaan adat sedangkan kelembagaan yang didisain oleh pemerintah-pemerintah seperti lembaga desa atau PKK sudah tidak berjalan dengan semestinya. Keadaan ini tercermin dari kondisi fisik gedung yang buruk serta kegiatan administratif yang sudah tidak berjalan. Dampak dari kondisi tersebut adalah tidak terdatanya kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan peran dan fungsi kelembagaan. Salah satu gambaran yang dapat diberikan adalah lebih sulitnya memperoleh data kependudukan di lembaga pemerintah dibandingkan dari lembaga gereja maupun lembaga-lembaga adat Dari tiga lembaga yang dianggap sebagai motor penggerak di masyarakat desa, yaitu sosial, budaya dan ekonomi, hanya lembaga sosial dan budaya yang berfungsi di Kepulauan Ayau. Lembaga sosial dan budaya dapat dianggap sebagai suatu kesatuan karena dalam konteks pelaksanaan aktivitas berjalan bersama-sama. 1 Lembaga gereja Lembaga gereja di Pulau Ayau berada bawah organisasi Gereja Kristen Injil. Organisasi ini didirikan sekitar tahun 1934. Secara struktural, gereja ini berada dibawah klasis GKI-Sorong sehingga pendeta didatangkan khusus dari Sorong untuk memberikan bimbingan kepada umat pada acara-acara tertentu. Aktivitas harian gereja dipimpin oleh ketua dan wakil ketua serta diikuti oleh kelompok anggota gereja. Pengelompokan anggota gereja didasarkan pada kelompok umur ataupun kesaman keret atau marga. Keberadaan kelompok-kelompok gereja ini menunjukkan hal positif bagi persatuan masyarakat, karena keputusan-keputusan yang ada akan dikaitkan dengan kenyataan masyarakat. Jika terjadi perselisihan antar masyarakat, antar keret atau desa maka permasalahan tersebut akan diselesaikan oleh gereja. Oleh karena itu, keberadaan kelompok gereja ini dapat dianggap sebagai akses yang cukup signifikan untuk pengembangan program masyarakat yang berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan pengembangan ekonomi. Salah satu contoh aplikasi peran lembaga gereja dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah sasi atau yang dalam bahasa lokal disebut kabus. . Penetapan dan penggunaan sasi di Kepulauan Ayau serupa dengan sasi yang diterapkan masyarakat di Maluku. Sasi diterapkan dengan tujuan agar pemanfaatan potensi alam dapat dilakukan secara berkelanjutan. Sasi merupakan aturan dan strategi sosial untuk mengelola lingkungan secara efektif, guna memastikan: 1 Kesempatan yang adil dan sama bagi masyarakat lokal untuk mendapatkan hasil dan manfaat dari kawasan laut dan darat yang dijaga; 2 Kesinambungan pengelolaan sumber daya yang tersedia; 3 Kesempatan yang sama bagi masyarakat lokal untuk memperoleh mamfaat tambahan dari biota laut. Dalam sasi dikenal istilah buka dan tutup sasi. Tutup sasi adalah pelarangan mengambilmengeksploitasi sumber daya yang di sasi selama kurung waktu tertentu. Buka sasi adalah masa untuk mengambilmengeksploitasi sumber daya yang di sasi secara bersama. Hasil ini digunakan untuk keperluan bersama. Ada dua macam sasi, yaitu sasi adat dan sasi gereja. Sasi adat adalah sasi yang dibuat oleh kelompok adat, sedangkan sasi gereja adalah sasi yang disahkan oleh gereja. Menurut seorang nara sumber saat ini sasi adat sudah tidak dipergunakan lagi, karena tidak ada sanksi yang mengikat. Jenis sasi yang masih bertahan hingga saat ini hanyalah sasi gereja. 2 Lembaga Kerabat “Keret” Keret yang dalam bahasa umum disebut marga, merupakan suatu kelembagaan sosial yang mempunyai peran yang cukup besar dalam mengatur kehidupan anggotanya. Bahkan secara luas, keret turut berperan dalam pengaturan masyarakat desa, terutama aturan-aturan yang berkaitan dengan hubungan antar masyarakat. Penentuan hak ulayat terhadap tanah dan laut merupakan salah satu contoh wewenang keret dalam masyarakat. Dalam pemanfaatan lahan, setiap anggota keret mempunyai hak yang sama, namun tidak diperbolehkan memilikinya. Sedangkan dalam perkawinan, keret mempunyai peran yang penting mengingat sistem perkawinan yang berlaku adalah eksogam yaitu incest untuk melakukan perkawinan dalam satu keret. Kelembagaan keret ini, selain mengatur anggota dalam penggunaan lahan, hasil laut, hubungan kekerabatan dalam perkawinan, dapat juga dimanfaatkan untuk pensosialisasian program yang masuk desa ini. Melalui kelompok keret akan lebih mudah mengumpulkan masyarakat, karena akan mengikuti anjuran ketua, yang biasanya adalah orang tertua atau yang dituakan dalam kelompok. Keuntungan lain dari eksistensi kelembagaan keret adalah kemampuan meredam konflik sosial yang mungkin terjadi karena adanya hubungan antar keret karena perkawinan. Sifat hubungan ini meniciptakan hubungan kerabat baru yang harus saling menjaga keharmonisan.

4.4 Sarana-Prasarana dan Aksesibilitas 1 Transportasi