Pemasaran Sumberdaya Hayati Laut

diperdagangkan dalam bentuk hidup terlebih dahulu dikumpulkan di dalam keramba yang berlokasi di tengah laut sebelum dipasarkan. Proses pengolahan komoditas pasca panen yang dilakukan di Kepulauan Ayau masih tergolong tradisional. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh wanitaistri-istri nelayan Ada tiga kegiatan pasca panen yang dilakukan di Ayau, yaitu pengasinan, pengasapan dan pengeringan. Bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan pasca panen biasanya merupakan sisa-sisa tangkapan yang tidak habis dikonsumsi. Jenis ikan yang diolah menjadi ikan asin antara lain kakatua, gutila, kuek dan bolana. Adapun pengasapan dan pengeringan umumnya dilakukan terhadap cacing laut. Berdasarkan hasil wawancara, dalam setiap bulan masing-masing keluarga di Kepulauan Ayau dapat memproduksi ikan asin sebanyak 30 kg, cacing asap sekitar 10 ikat 50 ekor dan cacing kering sebanyak 5 ikat 25 ekor. Khusus ikan asap, data produksi dari pembuatan ini masih sulit diketahui karena tidak semua keluarga di Pulau Ayau membuat ikan asap. Teknologi pascapanen dari ketiga jenis tersebut masih sangat sederhana dan tidak mempunyai standar mutu tertentu. Sistim pengeringan yang tidak sempurna membuat ikan tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Tampilan yang kurang menarik dari ikan asap juga merupakan kekurangan produk yang dihasilkan. Demikian halnya dengan cita rasa masakan yang kurang sedap dan ketika dimasak menjadi keras liat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan penanganan lebih lanjut seperti penyuluhan tentang metode pengolahan hasil perikanan yang baik dan bermutu tinggi. Solusi tersebut mendesak dilakukan mengingat produksi ikan asin dan ikan asap dapat dijadikan alternatif penghasilan penduduk bila terjadi penurunan produksi sumber daya laut utama.

4.6.4 Pemasaran Sumberdaya Hayati Laut

Sistem dan mata rantai pemasaran produk perikanan di Kepulauan Ayau dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan daerah pemasarannya, yaitu luar negeriinternasional dan dalam negeri. Jenis sumberdaya laut utama, yaitu kerapu Epinephelus sp, napoleon C. undulatus dan lobster dipasarkan dalam keadaan hidup khusus sebagai komoditas ekspor. Untuk berbagai jenis ikan olahan memiliki sistem dan mata rantai pemasaran tersendiri yang berorientasi domestik. 1 Pemasaran Napoleon dan Kerapu Pemasaran kedua komoditas ini di kawasan Kepulauan Ayau mempunyai pola yang sama. Untuk memasarkan komoditas ini dari produsen nelayan ke konsumen restaurant internasional ada empat lembaga pemasaran yang harus dilalui Gambar 5. Gambar 5. Saluran pemasaran napoleon C. undulatus dan kerapu Epinephelus sp di Kepulauan Ayau. Ikan kerapu Epinephelus sp maupun napoleon C. undulatus yang ditangkap nelayan dijual ke pedagang pengumpul. Pada saat menangkap kedua komoditas tersebut, nelayan menyimpan hasil tangkapan dalam keranjang yang terbuat dari jaring Gambar 6. Hasil tangkapan tersebut dipelihara selama satu minggu di keramba milik pedagang pengumpul yang ada ditengah laut Gambar 7. Pembayaran hasil tangkapan nelayan dilakukukan secara tunai setelah ikan ditimbang. Tahap berikutnya, pengusaha pengumpul yang ada di Pulau akan menjual kerapu Epinephelus sp dan napoleon C. undulatus ke pengusaha yang mempunyai izin eksport. Pada umumnya eksportir berlokasi di Kota Sorong. Setiap bulan eksportir dengan koordinasi dengan importir di Hongkong mengirim kapal untuk mengambil ikan yang ada dalam kermba dan langsung dikirim ke Importir ke Hongkong. Jual-beli ikan antara pengusaha pengumpul di desa dan eksportir ikan dilakukan melalui komunikasi radio, sehingga pengumpul tidak selalu bertemu. Gambar 6. Jaring tempat penyimpanan napoleon C. undulatus dan kerapu Epinephelus sp. Gambar 7. Jaring apung tempat penyimpanan sementara ikan sebelum di ekspor. Dari importir ikan di Hongkong, komoditas ini selanjutnya dijual ke distributor khusus kerapu Epinephelus sp dan napoleon C. undulatus. Sistem perdagangan yang berlaku di negara-negara tersebut memang mengharuskan adanya peran distributor sebagai mata rantai antara importir dengan konsumen. Informasi detail tentang proses-proses yang terjadi selama perpindahan saluran pemasaran tidak diperoleh karena terjadi di luar negeri. Harga kerapu Epinephelus sp dan napoleon C. undulatus sangat bervariasi tergantung pada beratnya. Ada empat golongan ikan napoleon C. undulatus berdasarkan beratnya, yaitu 1 baby, 2 super, 3 ekor kecil dan 4 ekor besar. Sedangkan untuk ikan kerapu Epinephelus sp dibedakan menjadi Nelayan penangkap lobster Pedagang pengumpul Eksportir Restoran seafood domestik Distributor di luar negeri Restoran seafood internasional tiga kelas, yaitu 1 baby, 2 super dan 3 up. Harga di tingkat pedagang pengumpul per kg untuk masing-masing jenis ikan disajikan pada tabel berikut: Tabel 10. Harga ikan kerapu Epinephelus sp dan napoleon C. undulatus per kg di tingkat pengumpul Golongan Harga Rp Ikan napoleon Ikan kerapu GH Saisang Tongseng Baby 0,3-0,5 kg 50.000 6.000 5.000 17.000 Super 0,6-1,2 kg 120.000 15.000 15.000 27.000 Up 1,3 kg - 15.000 20.000 30.000 Ekor kecil 1,3-3 kg 130.000 - - - Ekor besar 3,1-5 kg 160.000 - - - Up 5,1 kg 30.000 - - - Sumber: Wawancara dengan nelayan dan pengumpul Informasi mengenai harga ikan napoleon dan kerapu di tingkat pedagang besar masih sulit diperoleh. Namun sebagai gambaran, pedagang pengumpul sedikitnya memperoleh keuntungan bersih sebesar 35 dari harga pembelian. Keuntungan merupakan kompensasi dari resiko kematian yang harus ditanggung pengumpul sebesar 15-20 . Jika diestimasi dari gambaran diatas maka harga ikan ditingkat pedagang besar tersebut dua kali lipat dari harga di tingkat nelayan. 2 Pemasaran Lobster Rantai pemasaran lobster di kepulauan Ayau dapat dibagi menjadi dua saluran pemasaran, yaitu saluran pemasaran dengan perantara dan saluran pemasaran tanpa perantara Gambar 8. Keterangan: : Saluran pemasaran orientasi lokal : Saluran pemasaran orientasi ekspor Gambar 8. Saluran pemasaran lobster di Kepulauan Ayau. Model saluran pemasaran dengan perantara melibatkan beberapa lembaga pemasaran, yaitu 1 nelayan sebagai produsen, 2 pedagang pengumpul sebagai perantara, dan 3 restaurant sebagai konsumen. Kadang- kadang peranan restaurant sebagai konsumen digantikan oleh eksportir untuk jenis lobster yang termasuk kualifikasi ekspor. Pengumpulan lobster dari nelayan oleh pedagang pengumpul dilakukan secara harian. Lobster yang telah terkumpul sekitar 40 sampai 50 kg akan dibawa ke Sorong untuk dijual kepada restoran ataupun eksportir. Pedagang pengumpul akan mendapat bagian 20 persen dari harga jual. Saluran pemasaran tanpa perantara lebih berorintasi pada pasar ekspor. Hasil tangkapan nelayan yang telah dikumpulkan selama lima hari langsung dibawa ke Sorong untuk dijual ke eksportir. Eksportir mengirim Lobster yang telah dibeli dari nelayan ke berbagai daerah di Hongkong. Pedagang di Hongkong, kemudian yang mendistribusikannya ke restoran. Harga lobster sangat bervariasi dan tergantung pada jenis dan beratnya. Jenis lobster yang dihargai paling tinggi adalah lobster hias seharga 200.000 rupiah per kg, sedangkan yang dinilai paling rendah adalah udang batu seharga 50.000 ribu per kg. Dua jenis lobster lainnya yang biasa diperdagangkan adalah lobster emas dengan harga per kg-nya Rp. 100.000 dan lobster bambu seharga Rp. 80.000-90.000 per kg. 3 Pemasaran Teripang, Lola dan Kerang-kerangan Produksi sumber daya lain yang memiliki nilai ekonomi adalah teripang, lola dan kerang-kerangan. Daerah pemasaran utama produk-produk tersebut adalah Kota Sorong. Hasil tangkapan lola langsung dijual kepada pedagang Cina yang akan mengeksport komoditas tersebut ke Italia sebagai bahan dasar kancing baju. Sedangkan teripang dan kerang-kerangan dijual bersama ikan asin dan ikan asap. Diantara ketiga komoditas di atas, harga lola paling mahal yaitu Rp. 50.000,- per kilogram. Harga teripang sangat fluktuatif tergantung permintaan. Pada saat permintaan tinggi, satu ekor teripang seberat 200 gr dihargai sebesar Rp. 50.000. Kerang-kerangan memiliki harga yang relatif murah. Satu bagian kerang yang terdiri tas bermacan-macam rumah kerang dihargai Rp. 2.000. Hasil tangkapan nelayan Konsumsi pribadi Pengolahan pascapanen Barter hasil bumi Pedagang pengumpul Konsumen 4 Pemasaran Komoditas Hasil Olahan Komoditas hasil olahan seperti Ikan asin dan ikan asap hanya dipasarkan untuk kebutuhan masyarakat lokal dengan cara dipasakan langsung ke konsumen Gambar 9. Sistem perdagangan lain yang masih diterapkan oleh masyarakat Ayau adalah sistem barter. Sistem barter hanya diterapkan pada masyarakat lokal. Barter dilakukan dengan cara menukar hasil produksi pasca panen laut dengan produksi pertanian yang tidak dapat dihasilkan di Pulau Ayau. Jenis komoditas pertanian yang sering dibarter dengan komoditas olahan perikanan antara lain sagu dan pisang. Pemasaran dengan cara barter telah mengalami penurunan sejak nelayan berkonsentrasi untuk menangkap kerapu Epinephelus sp dan napoleon C. undulatus. Sebelum intensifnya penangkapan kedua komoditas tersebut, setiap tiga bulan sekali penduduk Ayau secara rutin melakukan barter dengan penduduk Kabare. Sistim pemasaran ikan asap, ikan asin, cacing laut untuk kebutuhan lokal dipasarkan sendiri oleh penduduk Pulau Ayau ke Kota Sorong. Masyarakat Ayau yang berdagang ke Kota Sorong biasanya bermukim selama dua minggu sampai satu bulan khusus untuk menjajakan dagangan mereka. Sebagai biaya kompensasi transportasi dari Ayau ke Kota Sorong, hasil penjualan dipotong 20 persen. Harga jual produk olahan yang dijajakan pedagang Ayau relatif murah. Untuk membeli dua ekor ikan asin seberat 1 kilogram cukup mengeluarkan uang sebesar 5.000 rupiah. Harga ikan asap sangat tergantung pada jenis ikan, sedangkan gurita asap dijual 10.000 rupiah per ekornya. Gambar 9. Saluran pemasaran produk olahan di Kepulauan Ayau. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Pengelolaan Perikanan Karang di Kepulauan Ayau