1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hambatan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus membuat layanan pendidikan yang diberikan berbeda dari anak normal. Layanan khusus bertujuan
mempermudah penyerapan informasi bagi anak. Berbagai macam kesulitan anak jika tidak difasilitasi dengan tepat maka akan menjadikan anak berkebutuhan
khusus kurang cakap dalam aspek dasar kemandirian anak. Salah satu karakteristik anak berkebutuhan khusus yang memerlukan layanan khusus adalah
anak autistik. Anak autistik adalah anak dengan gangguan perkembangan pada aspek
antara lain komunikasi, perilaku, dan interaksi sosial. Menurut Rudy Sutadi 2000: 33 menyatakan bahwa autistik adalah gangguan perkembangan berat yang
mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi. Gangguan tersebut membuat anak terlihat asyik dalam dunianya sendiri dikarenakan anak tidak
mampu menjalin komunikasi dengan individu lain. Anak autistik akan menunjukkan karakteristik perilaku berbeda dengan anak pada umumnya.
Perilaku tersebut antara lain stimulasi diri, menyakiti diri sendiri dan tantrum. Menurut T.F.C Mc Laughlin and Sheri Perko 2002: 60 menyatakan bahwa The
most obvious characteristic of learners with autism is delayed language development. This delay is often the first sign to parents that something is
abnormal with their child’s development. A child with the most serious form of autism may never learn to speak or understand the spoken word. Arti dari
2
pernyataan tersebut adalah karakteristik paling jelas dari peserta didik dengan autistik adalah tertundanya perkembangan bahasa, penundaan ini menjadi tanda
pertama bagi orang tua bahwa ada sesuatu yang abnormal dengan perkembangan anak mereka, seorang anak dengan autistik yang serius mungkin tidak pernah
belajar untuk berbicara atau memahami kata yang diucapkan. Gangguan penyerta selain ketiga gangguan yang telah dijelaskan
sebelumnya adalah adanya ketidakmampuan anak autistik di dalam menerima lingkungan atau kegiatan yang baru. Some examples of this need for the sameness
in the environment are that an autistiktic person may always want to take the same route to school, have the same bus driver, or eat with the same utensils
Coleman dalam T.F.C Mc Laughlin and Sheri Perko, 2002: 61 artinya adalah beberapa contoh perlunya kesamaan dalam lingkungan adalah bahwa anak autistik
kemungkinan selalu ingin mengambil rute yang sama ke sekolah, memiliki sopir bus yang sama atau makan dengan peralatan yang sama. Gangguan penyerta yang
lain adalah ketidakmampuan anak autistik di dalam melakukan gerakan yang berhubungan dengan koordinasi sensori dan motorik, menurut Rudi Sutady
2000: 76 bahwa sering visual bekerja lebih baik dibandingkan auditori untuk memperoleh informasi. Hal-hal yang telah dijelaskan juga berpengaruh terhadap
anak autistik berkaitan dengan kemampuan melakukan kegiatan bina diri karena kegiatan bina diri melibatkan kemampuan koordinasi sensori dan motorik atau
yang biasa disebut dengan sensomotorik. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Februari
tahun 2014 di sebuah rumah yang terdapat anak autistik, diperoleh gambaran
3
kondisi bahwa anak autistik membutuhkan arahan untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kemampuan bina diri mandi. Anak
belum mampu melakukan kegiatan bina diri mandi terlihat dari ketidakmampuan anak untuk mengenali setiap gerakan yang ada di kegiatan mandi.Hal tersebut
dikuatkan oleh pendapat dari Rudi Sutady 2000: 45, anak- anak yang didiagnosis sebagai autistiktik menunjukkan beberapa perilaku yang mirip dengan
anak-anak yang didiagnosis sebagai retartasi mental, tetapi dengan nilai yang jauh lebih rendah di bawah rata-rata pada berbagai kegiatan bantu diri.
Permasalahan yang telah diungkapkan diatas menuntut untuk segera diselesaikan dengan berbagai macam solusi. salah satu solusi yang bisa diterapkan
adalah penggunaan teknik discrete trial training di dalam metode ABA yang sudah banyak dikenal di kalangan pendidik dan tenaga ahli untuk anak autistik.
Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Jessica kingley 2006 : 8 metode ini sangat representatif bagi penanggulangan anak spesial dengan gejala autistik sebab
memiliki prinsip yang terukur, terarah dan sistematis. Tujuan penggunaan teknik tersebut adalah agar anak autistik dapat
menguasai kemampuan bina diri mandi dengan penguasaan berbagai macam gerakan yang menyusun kegiatan bina diri mandi. MenurutJessica kingley 2006 :
8 variasi yang diajarkan luas sehingga dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, sosial, motorik kasar dan motorik halus. Dari penjelasan tersebut
dapat diartikan bahwa dengan penggunaan metode ABA khususnya teknik DTT yang pada prinsipnya adalah memecah pokok bahasan atau kegiatan yang sifatnya
besar diubah dan dibagi menjadi bahasan atau kegiatan yang lebih kecil. Selain itu
4
menurut Gina Green 2008: 22 tujuan penggunaan dapat dijabarkan untuk membangun berbagai keterampilan penting, mengurangi perilaku bermasalah,
untuk mengubah perilaku penting dalam cara bermakna, dan melatih kemandirian anak. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan
kelas yang menggunakan teknik DTT dalam metode ABA guna meningkatkan kemampuan bina diri mandi pada anak autistik. Hal ini dilatar belakangi oleh
berbagai macam hambatan yang dimiliki anak autistik khususnya kegiatan bina diri, sehingga untuk menuju anak autistik yang terlatih di dalam pemenuhan dan
pelaksanaan kemampuan bina diri dibutuhkan upaya yang terorganisasi, terstruktur dan mempunyai tujuan akhir yang jelas yaitu dengan menggunakan
teknik DTT dalam Metode ABA.
B. Identifikasi Masalah