Penyelesaian Sengketa Gadai Tanah Pusaka Tinggi

105 Perkembangan-perkembangan yang sebenarnya telah menimbulkan hukum adat. Apakah seluruh kehidupan orang Minangkabau dapat diganti begitu saja dengan peraturan-peraturan hukum Islam yang dibuat beratus tahun yang lalu oleh orang- orang arab walaupun sudah teratur tertulis sedangkan orang Minangkabau dengan segala perbuatan-perbuatan hukum sudah sejak begitu lama hidup di dalam suasana adat. 115 Peraturan-peraturan pemerintah pun belumlah cukup memenuhi serta mengatur kebutuhan segi-segi kehidupan orang Minangkabau. Bahkan sampai sekarang hukum adat masih tetap berlaku, berhubung kodifikasi dalam lapangan hukum perdata, masih belum terlaksana. Memang ada bagian-bagian dari hukum fikih yang telah meresap kedalam kesadaran hukum orang Minangkabau seperti aturan-aturan di dalam bidang perkawinan dan telah dirasakan sebagai aturan adat akan tetapi belum lagi seluruh aturan-aturan hukum Islam cocok dengan suasana adat, disana-sini masih terlihat perbedaan-perbedaan yang besar seperti persoalan pembagian harta menurut adat dan menurut syarak.

C. Penyelesaian Sengketa Gadai Tanah Pusaka Tinggi

Penyelesaian Sengketa gadai atas Tanah Harta Pusaka Tinggi di nagari Kamang Mudiak dengan cara : 115 Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat Minangkabau, Bukit Tinggi : Rineka Cipta, 2014, hlm. 135 Universitas Sumatera Utara 106 Tabel 16 : Penyelesaian Sengketa Gadai No Penyelesaian Sengketa Gadai Jumlah 1 Secara adat melalui KAN 15 2 Pengadilan Negeri 1 Jumlah 16 Sumber : data primer yang diolah 2 Mei 2014 Berdasarkan tabel di atas semua penyelesaian sengketa gadai atas harta pusaka tinggi di nagari Kamang Mudiak dilaksanakan di 2 dua tempat yaitu secara adat melalui Kerapatan Adat Nagari atau KAN dan apabila tidak bisa diselesaikan melalui KAN maka Pengadilan Negeri yang akan menyelesaikannya. Kerapatan Adat Nagari yang selanjutnya disingkat KAN adalah lembaga Perwakilan Permusyawaratan dan Pemufakatan adat tertinggi yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat di tengah-tengah masyarakat nagari. Salah satu tugas dan fungsi KAN adalah menyelesaikan perkara-perkara perdata adat sehubungan dengan sako, pusako dan sangsako. 116 Pengadilan Negeri biasa disingkat PN merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Daerah hukum Pengadilan Negeri meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. 116 Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 12 tahun 2007 tentang Pemerintahan Nagari Universitas Sumatera Utara 107 Dalam mekanisme penyelesaian sengketa gadai atas tanah harta pusaka tinggi di Kamang Mudiak berlaku pula ketentuan adat disebut dengan ”Adat Salingka Nagari” yaitu ketentuan-ketentuan adat di dalam suatu nagari hanya berlaku untuk nagari itu saja. Oleh karena itu berlaku pula pepatah adat ”lain ladang lain balalang, lain lubuak lain ikannyo” yang artinya adat di suatu nagari bisa saja berbeda dengan nagari lainnya, namun tidak akan jauh berbeda dari prinsip dasar adat Minangkabau. 117 Penyelesaian sengketa tanah harta pusaka tinggi sesuai dalam pepatah adat “bajanjang naiak, batanggo turun” yang artinya dimulai dari tingkat paruik. Pada tingkat ini permasalahan dibicarakan secara damai dan kekeluargaan dengan dihadiri oleh masing-masing keluarga. Jika tidak ada kesepakatan di tingkat paruik maka naik ke tingkat kaum yang dipimpin oleh Mamak Kepala Waris masing-masing. Jika tidak selesai juga di tingkat kaum maka naik ke tingkat Suku yang di pimpin oleh Mamak Kepala Suku Penghulu Suku masing-masing. Namun apabila salah satu pihak yang bersengketa merasa kurang atau tidak puas dengan keputusan pada tingkat suku itu barulah naik ketingkat yang lebih tinggi tingkat Nagari yaitu Kerapatan Adat Nagari atau disebut KAN untuk membantu menyelesaikan sengketa tersebut. Jika para pihak yang bersengketa tidak puas juga baru diajukan ke Pengadilan Negeri dan selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum nasional, yaitu jika tidak puas 117 Wawancara dengan Wali Nagari pada 29 April 2014 Universitas Sumatera Utara 108 di tingkat Pengadilan Negeri, maka diperbolehkan Banding ke Pengadilan Tinggi, dan jika masih belum puas juga bisa mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Perkembangan kemajuan kehidupan sosial masyarakat telah merubah syarat serta tujuan semula, bahkan empat syarat menggadai secara adat. Terjadinya penyimpangan pelaksanaan gadai dikarenakan adanya pandangan pola hidup yang berubah dan berkembangnya tatanan perekonomian masyarakat dan pendidikan. Bila diamati secara seksama gejala hukum dalam gadai tanah yang terus tumbuh dan berkembang dan masih dilaksanakan oleh masyarakat dimana tidak disadari bahwa bentuk gadai semula harus memenuhi empat syarat yang diperbolehkan secara adat dan telah mendapat persetujuan kaum. Penyelesaian sengketa harta pusaka tinggi di Minangkabau diselesaikan secara berjenjang naik bertangga turun, mulai dari lingkungan kaum, lingkungan suku dan nagari, bila pada tingkat suku tidak terdapat penyelesaian dapat dilanjutkan ke tingkat kerapatan adat nagari KAN kepada salah satu pihak yang berperkara yang merasa dirugikan supaya dapat dilanjutkan ke tingkat yang lebih tingg ke Pengadilan Negeri. Dalam menyelesaikan suatu sengketa. KAN berbentuk perdamaian, musyawarah dan mufakat sepanjang adat yang berlaku dengan mempedomani silsilah ranjiranji suku dan kaum yang bersengketa, Dalam menyelesaikan sengketa kerapatan adat nagari dilakukan dengan aturan atau cara yaitu : musyawarah, mufakat, langsung pada pokok sengketa, lebih menerapkan hukum adat. Universitas Sumatera Utara 109 Dengan terciptanya perdamaian tersebut, maka jumlah perkara perdata yang rnaju ke Pengadilan makin berkurang. Untuk meningkatkan kemampuan anggota kerapatan adat nagari KAN dalam menyelesaikan sengketa maka diadakan penataran, pelatihan-pelatihan dan fasilitasi secara umum. Disarankan dalam hal menjual, menggadaikan dan mensertifikatkan tanah harta pusaka tinggi haruslah dengan izin dan diketahui oleh seluruh anggota kaum agar jangan sampai terjadi kesalahpahaman yang bisa menimbulkan persengketaan. Diharapkan pada pemerintah agar menertibkan pedoman resmi tentang hukum acara perdata yang menjadi pegangan oleh setiap anggota KAN dalam menyelesaikan perkara, kalau keputusan KAN tidak diterima oleh salah satu pihak yang berperkara dan gugatannya dilanjutkan ke Pengadilan Negeri, untuk meningkatkan pelaksanaan penyelesaian perkara oleh kerapatan adat nagari KAN disarankan agar meningkatkan pengetahuan dan penguasaan hukum adat oleh anggota KAN yang bersangkutan dan yang lebih penting lagi adalah bagi pihak pemerintah hendaknya memberikan bantuan pelatihan, penataran dan bantuan dana yang Iebih dari tahun- tahun sebelumnya, perlunya suatu program yang terencana baik jangka pendek maupun jangka panjang sehubungan untuk meningkatkan upaya dan kemampuan KAN dan bekerja sama dengan pemerintah.Disamping bertindak sebagai mamak kepala waris, mamak kepala kaum, ataupun tua kampong, mamak kepala waris juga berperan sebagai hakim apabila terjadi sengketa diantara anggota kaumnya termasuk persengketaan di bidang kewarisan, dan harta pusaka. Universitas Sumatera Utara 110 Penyelesaian sengketa tersebut dilakukan oleh mamak kepala waris melalui kerapan kaum, yang dihadiri oleh mamak kepala kaum penghulu. Kepala Sengketa yang imbul diusahakan penyelesaiannya secara musyawarah mufakat. Pengadilan merupakan alternatif terakhir yang ditempuh oleh pihak yang tidak merasa puas atas penyelesaian masalah persengketaan tersebut, yakni jika musyawarah mufakat tidak membawa hasil . Apabila sengketa dalam kaum tidak dapat diselesaikan, persoalan ini akan dibawa kerapat musyawarah suku, dengan mengikut sertakan mamak kepala kaum yang masih berbelahan atau selaras . Ini artinya telah melakukan apa yang disebut oleh pepatah adat: 118 Maangok kalua badan. bernapas keluar badan Artinya telah meminta bantuan ke pihak luar terhadap persoalan yang terjadi di dalam kaum, mengundang orang luar untuk memberikan sumbang pikiran atas persoalan yang terjadi dalam kaumnya. Sebenarnya hal ini adalah tabu, karena menggambarkan ketidakpintaran mamak kaum dalam menyelenggarakan persoalan yang melanda anggota kaumnya, seperti pepatah adat : Jaan maangok kalua badan. Jangan bernapas keluar badan 118 Ibid, hlm. 317 Universitas Sumatera Utara 111 Artinya jangan menyiarkan keburukan atau persoalan dalam kaum keluar dari kaum, jangan sampai orang lain yang turun tangan untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam kampung sendiri, karena ini adalah aib. Namun persoalan tidak semudah itu, karena rasa keadilan berbeda pada tiap- tiap individu. Dia boleh saja memintakan keadilan kepada mamak-mamak yang sekampung dan senagari, karena adat sendiri menyatakan persoalan dapat diselesaikan secara berjenjang naik bertangga turun, mulai dari mamak tungganai rumah nan gadang, mamak kaum, mamak kampung, sampai ke mamak dalam nagari, yakni pemimpin lembaga Kerapatan Adat Nagari KAN yang ada pada masing- masing nagari. Jadi dalam hal ini Kerapatan Adat Nagari sangat berperan sekali untuk mengetahui setiap permasalahan yang terjadi didalam nagarinya dan juga terhadap permasalahan gadai. Sedangkan peranan Wali Nagari danWali Jorong adalah merupakan unsur yang mewakili dalam pemerintahan nagari tersebut. Jadi dalam hal ini Wali Nagari dan Wali Jorong sangat berperan sekali untuk mengetahui setiap permasalahan yang terjadi didalam nagarinya dan juga terhadap permasalahan gadai. Unsur tersebut merupakan unsur pelengkap yang dapat dijadikan legal menurut hukum.Kerapatan Adat Nagari KAN adalah lembaga perwakilan permusyawaratan adat tertinggi yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat di tengah-tengah masyarakat nagari di Sumatera Barat. Jadi KAN ini meskipun didirikan beberapa tahun tetapi musyawarah dan mufakat adat ini telah Universitas Sumatera Utara 112 dilaksanakan juga oleh nenek moyang sejak dahulu kala, sejak dilaksanakannnya hukum adat di Minangkabau. Dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 tentang pokok-pokok Pemerintahan Nagari Pasal 1 Ayat 13 yang berbunyi “Kerapatan adat nagari yang selanjutnya disebut KAN adalah Lembaga kerapatan dari niniak mamak yang telah ada dan diwarisi secaraturun temurun sepanjang adat dan berfungsi memelihara kelestarian adat serta menyelesaikan perselisihan sako dan pusako”. Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan Kerapatan Adat Nagari KAN mempunyai tugas : 1. Mengurus dan mengelola hal-hal yang berkaitan dengan adat sehubungan dengan sako dan pusako. 2. Menyelesaikan perkara adat dan istiadat. 3. Mengusahakan perdamaian dan memberikan kekuatan hukum terhadap anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan serta memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktiannya menurut sepanjang adat. 4. Mengembangkan kebudayaan masyarakat nagari dalam upaya melestarikan kebudayaan daerah dalam rangka memperkaya khazanah kebudayaan nasional. 5. Menginventarisasikan, memelihara, dan mengurus serta memanfaatkan kekayaan nagari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nagari. 6. Membina dan mengkoordinir masyarakat hukum adat mulai dari kaum menurut sepanjang adat yang berlaku pada tiap nagari berjenjang naik, Universitas Sumatera Utara 113 bertangga turun yang berpucuk kepada KAN serta memupuk rasa kekeluargaan yang tinggi di tengah-tengah masyarakat nagari dalam rangka meningkatkan kesadaran sosial dan semangat kegotong royongan. 7. Mewakili nagari dan bertindak atas nama dan untuk nagari atau masyarakat hukum adat nagari dalam segala perbuatan hukum didalam maupu diluar Pengadilan untu kepentingan dan atau hal-halyang menyangkut dengan hak dan harta kekayaan milik nagari.Keputusan Kerapatan Adat Nagari KAN menjadi pedoman bagi kepala desa dalam rangka menjalankan pemerintahan desa dan wajib ditaati oleh seluruh masyarakat dan aparat pemerintah berkewajiban menegakkannya sepanjang tidak bertantangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Kerapatan Adat Nagari yang terdiri dari Unsur-unsur pucuk Adat, Datuk Kaampek suku, Penghulu Andiko, Orang empat jinis dan Dubalang akan mengadakan sidang untuk menyelasaikan persoalan yang dlaporkan kepadanya, dan membentuk majelis Hakim Adat yang jumlah anggotanya disesuaikan dengan kebutuhan perkara, untuk memutuskan perkara tersebut. Setelah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang dianggap perlu, serta keterangan-keterangan dari kedua belah pihak, maka majelis Hakim Adat ini akan memberikan keputusan mengenai persoalan tersebut. Apabila salah satu pihak masih juga tidak puas atas keputusaan ini, maka jalan terakhir yang ditempuhnya adalah mendaftarkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri, dan ini telah memasuki aturan Hukum Nasional. Hal yang semacam ini mungkin banyak terjadi di nagari Kamang Mudiak misalnya satu kaum menggadaikan sawah yang digilir antara satu keluarga, Sewaktu Universitas Sumatera Utara 114 menebusnya salah satu keluarga belum punya duit. Tetapi saat keluarga dapat menebus untuk atas nama bersama maka yang menebus itu berhak “memperbuat” mengerjakanmenemanimengusahakan sawah itu seluruhnya sampai keluarga yang belum punya duit membayar bagiannya. Hal ini adalah soal intern kaum itu. Bagi ninik mamak yang bijaksana tidak membiarkan hal ini terjadi tetapi dia berusaha menutupi kekurangan uang itu terlebih dahulu agar sawah itu dapat dikerjakan secara bergantian atau bergilir seperti sediakala. Agar keluarga yang masih belum punya bisa tertolong, meskipun menurut hukum adat membolehkan yang kaya itu “memperbuat” sendiri hak intern keluarga yang bersangkutan. Jika hendak menggadai harta pusaka tinggi mesti sepengetahuan dan mufakat dari seluruh ahli waris baik laki-laki maupun perempuan, jika tidak maka dapat diajukan gugatan yang menjadikan gadai itu batal. Perkembangan syarat menggadai tanah harta pusaka tinggi di Minangkabau bukanlah revolusi adat, tetapi hanya perubahan secara lambat, yaitu perkembangan kearah susunan baru. Buktinya sampai sekarang ini adat masih tetap dianut, masih tetap hidup dalam kesadaran hukum orang Minangkabau walaupun isinya mungkin sudah dinamik akan tetapi formalitasnya masih tetap ada. 119 Perkembangan baru tersebut sedang menuju ke arah yang lebih praktis. Perkembangan tersebut terus menurus akan melenyapkan susunan adat yang lama yang mulanya perkembangna itu hanya bersifat memberi isi yang baru, memperluas dengan nila-nilai baru terhadap susunan lama. Karakteristik perlakuan gadai tanah yang masih dijumpai di masyarakat dapat dikemukakan dalam bagan : 119 Chairul Anwar, Op Cit, hlm. 136 Universitas Sumatera Utara 115 Skema : dikutip dari Disertasi Muhammad Yamin, Perkembangan Hukum Adat Di Indonesia Studi Mengenai Refleksi Gadai Tanah Di Kabupaten Mandailing Natal – Sumatera Utara, Medan – Program Pascasarjana-USU, 2002, hlm. 479 Asas Kekeluargaan 1. Dilakukan secara terang dan tunai 2. Malu kalau disaksikan pihak ketiga dalam melakukan pinjaman 3. Tindakan terhadap tanah 4. Tidak mempunyai jangka waktu yang tegas 5. Obyeknya tidak dibedakan dari benda tetap dengan benda tidak tetap 1. Asas tolong menolong mulai mengharapkan keuntungan 2. Obyeknya yang tidak hanya tanah 3. Malu disaksikan pihak ketiga 4. Jangka waktu tertentu namun ada yang tidak tegas 5. Dilakukan dalam lingkup keluarga Gadai Tanah Saat Ini 1. Obyeknya hak atas tanah menurut UUPA 2. Tindakan asesoir ikutan 3. Diikat di hadapan PPAT 4. Orientasinya uang 5. Jangka waktu tegas 6. Wajib di daftarkan di Kantor Pertanahan KabKota setempat 7. Eksekusi dimungkinkan parsial Hak Tanggungan Gadai Tanah Hukum Adat Skema 1 Universitas Sumatera Utara 116 Dalam skema di atas menurut Muhammad Yamin gadai tanah menurut hukum adat dilakukan secara terang dan tunai, malu kalau disaksikan pihak ketiga dalam melakukan pinjaman, tindakan terhadap tanah, tidak mempunyai jangka waktu yang tegas, obyeknya tidak dibedakan dari benda tetap dengan benda tidak tetap. Gadai pada saat ini dapat dilihat asas tolong menolong mulai mengharapkan keuntungan, obyeknya yang tidak hanya tanah, malu disaksikan pihak ketiga, jangka waktu tertentu namun ada yang tidak tegas, dilakukan dalam lingkup keluarga. Walau Undang-Undang Hak Tanggungan sudah diberlakukan namun gadai tanah tetap tumbuh dan membawa ketentuan-ketentuan dalam gadai huku adat yang telah dipengaruhi oleh adanya perkembangan kemajuan sikap hidup masyarakat. Dalam hukum adat Minangkabau di nagari Kamang Mudiak pelaksanaan gadai tanah harta pusaka tinggi dapat kita lihat dalam skema : 1. Harus memenuhi 4 syarat adat 2. Tidak mempunyai jangka waktu yang tegas. 3. Ditawarkan berdasarkan jenjang yang ada 4. Dilakukan secara terang, tunai dan disetujui oleh kaum. 5. Asas tolong menolong tanpa mengharap keuntungan 6. Malu kalau disaksikan pihak ketiga dalam melakukan gadai. 7. Obyeknya terhadap benda riil dan benda kehormatan 8. Pengikatan diketahui dan disaksikan 1. Tidak harus memenuhi 4 syarat adat 2. Jangka waktu tertentu namun ada yang tidak tegas 3. Ditawarkan kepada siapa saja yang mampu menerima 4. Dilakukan tanpa persetujuan kaum 5. Asas tolong menolong mulai mengharapkan keuntungan 6. Tidak memiliki rasa malu 7. Obyeknya tidak hanya tanah 8. Pengikatan tidak diketahui dan tidak disaksikan Gadai Tanah Yang Terjadi Saat Ini Gadai Menurut Hukum Adat Skema 2 Universitas Sumatera Utara 117 Dari skema yang ada dapat dilihat bahwa gadai pusaka tinggi secara hukum adat berbeda pelaksanaannya dengan gadai pusaka tinggi pada saat ini. Perkembangan zaman membuat hidup harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan tersebut di mana salah satunya adalah proses gadai tanah harta pusaka tinggi yang mengalami perkembangan pelaksanaannya. Secara hukum adat gadai pusaka tinggi harus memenuhi salah satu dari 4 syarat adat yaitu mambangkik batang tarandam, gadih gadang alun balaki, mayek tabujua di tengah rumah, rumah gadang katirisan, pada saat ini 4 syarat adat tersebut sudah diperluas maknapengertiannya sehingga untuk menggadai tanah harta pusaka tinggi sudah tidak harus memenuhi 4 syarat adat tersebut tetapi diluar 4 syarat adat tersebut tanah pusaka tinggi dapat digadaikan dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup. 120 Terhadap jangka waktu gadai pada saat ini ditentukan secara lisan tetapi tidak tegas tertulis pada surat perjanjian gadai, kalau pun tegas tertulis selama 2 tahun atau 2 kali panen namun kenyataannya lewat dari 2 tahun atau 2 kali panen tanah pusaka tinggi tersebut tidak juga ditebus karena tidak ditegaskan saksi bila tidak dtebus. Sipenerima gadai selama tanah pusaka tinggi tersebut belum ditebus maka ia tetap berhak menguasai dan mengusahai serta menikmati hasil dari tanah pusaka tinggi tersebut. Gadai tidak lagi dilaksanakan penawarannya kepada tingkatanjenjang yang sudah berlaku menurut adat, kepada siapa harus didahulukan sehingga siapa saja 120 Wawancara dengan responden tgl 3 Mei 2014 Universitas Sumatera Utara 118 dapat menerima gadai tanah harta pusaka tinggi sepanjang sipenerima gadai mempunyai cukup uang sesuai kesepakatan untuk menerima gadaian tersebut. Tanpa persetujuan kaum dapat dilaksanakan gadai yang seharusnya mendapat persetujuan kaum terlebih dahulu baru gadai dapat dilaksanakan. Asas tolong menolong sudah tidak nampak melainkan mengharap keuntungan dan tanah sebagai jaminan yang apabila si penggadai tidak dapat menebus maka benda yang digadai menjadi milik penerima gadai. Apabila kebutuhan hidup yang mendesak telah terpenuhi, gadai telah terlaksana tanpa memperhatikan syarat – syarat yang telah ada sehingga rasa malu sudah tidak ada lagi. Pada saat ini obyek gadai tidak berupa tanah saja dapat juga ladang, kolam, bukit, hutan. Pelaksanaan pengikatan gadai juga pada saat ini tidak diketahui dan disaksikan lagi oleh salah satu dari Ninik Mamak, Kepala Suku, Walijorong, Walinagari dan KAN. Gadai dalam hukum adat ditandai dengan adanya peralihan. Perkembangan zaman telah mempengaruhi masyarakat ke arah modern yang memperkenalkan sistem kredit untuk meningkatkan taraf hidup. Sistem kredit di Bank diberlakukan Undang – Undang Hak Tanggungan. Di dalam kemungkinan yang pertama susunan lama itu tentu akan lenyap, karena semenjak mulai timbulnya perkembangan itu telah banyak susunan baru yang telah menggantikan susunan lama akan tetapi pada kemungkinan yang kedua susunan Universitas Sumatera Utara 119 lama masih kita jumpai, hanya saja diberi nilai baru, diberi isi baru, di dalam hal ini sedikit tentu akan terjadi juga pergeseran di dalam pelaksaan isi baru tersebut, akan tetapi rangka susunan lama masih tetap terlihat. Apabila kemungkinan pertama kita bawa ke tengah-tengah masyarakat Minangkabau, kita sesuaikan dengan kenyataan yang terjadi, maka tentulah hal ini berarti pula telah banyak lembaga-lembaga hukum baru yang menggantikan hukum adat, tentu suasana ini menimbulkan persoalan yang tidak mudah pula, bagaimanakah caranya lembaga-lembaga hkum baru ini mengatur segala akibat dari perbuatan- perbuatan hukum yang terlaksana didalam lembaga-lembaga hukum yang digantikannya. Kalau memang keadaan demikian yang terjadi akan dapat dibayangkan betapa rumitnya suasana yang terjadi karena “perkembangan” disini bukanlah dimaksudkan sebagai hukum positif yang ditetapkan oleh kesadaran hukum rakyat yang tidak mempunyai patokan-patokan tersebut karena patokan-patokan tersebut terus berkembang. Untunglah keadaan yang demikian nyatanya tidak kita jumpai pada masyarakat Minangkabau. Jelaslah bagi kita sekarang susunan adat lama didalam keluarga Minangkabau asas paruik belumlah habis, belum hilang, hanya saja faktor-faktor baru yang ditimbulkan perkembangan jaman memberikan penilaian yang baru terhadap pelaksanaan isi dari susunan lama tersebut. Pada zaman dahulu di masyarakat Minangkabau menjual atau menggadai tanah harta pusaka tinggi tidak diperbolehkan. Apabila menghadapi kebutuhan yang Universitas Sumatera Utara 120 sangat mendesak dimana kebutuhan tersebut haruslah terpenuhi dalam waktu yang cepat dan telah mendapat persetujuan kaum maka gadai dapat dilaksanakan. Perkembangan zaman, kebutuhan pendidikan, kemajuan teknologi merubah gaya hidup masyarakat. Menyebabkan beragamnya kebutuhan hidup masyarakat semakin tinggi dimana penghasilan tidak sesuai dengan biaya pengeluaran sehingga untuk memenuhi beragam kebutuhan tersebut tanah harta pusaka tinggi yang dimiliki harus tergadai. Tanah harta pusaka tinggi di Minagkabau sering terjadi perselisihan atau persengketaan dalam suatu kaum yang mana tanah harta pusaka tinggi tersebut dijual atau digadaikan tanpa sepengetahuan kaumnya. Sebab di dalam adat Miuangkabau tanah harta pusaka tinggi merupakan martabat dan harga diri dari suatu kaum maka apabila terjadi jual atau gadai tanah harta pusaka tinggi sama halnya menghilangkan daerah suatu kaum atau suku akhirnya mengurangi ulayat atau nagari. Hal ini merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah harta pusaka tinggi di Minangkabau nagari Kamang Mudiak penyelesaian sengketa tersebut dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari KAN nagari Kamang Mudiak. 121 Bahwa faktor penyebab timbulnya sengketa ada 2, yaitu faktor Internal meliputi praktek administrasi pagang gadai ala adat Minangkabau yang tidak sesuai dengan tuntutan adrninistrasi sekarang, pola hubungan sosial mamak-kemenakan yang mulai menunjukkan kelonggaran, sedangkan factor Eksternal meliputi peningkatan dan pengembangan pembangun fisik, pendidikan sosial, ekonomi yang 121 Wawancara dengan responden pada 1 Mei 2014 Universitas Sumatera Utara 121 ada, semakin bertambahnya jumlah penduduk sementara luas tanah yang ada tidak mengalami penambahan. 122 Yang dimaksud dengan hak bapunyo adalah barang sako, Fungsi dari barang sako itu adalah untuk memenuhi ketentuan adat tentang “adat diisi limbago di tuang”. Jika penghulu dengan sagala kebesaran tidak ada lagi, maka tidak ada adat nan kan dituang. Harato bamiliak, yaitu harta pusaka tinggi, perihal pemeliharaan dari harta pusaka tinggi tersebut yang berupa sawah ladang, banda buatan, sawah basusun di nan data, ladang bajanjang di nan lereng, banda baliku turuik bukik. Terhadap semua itu berlakulah kewarisan kolektif, yaitu diwarisi oleh kaum dan tidak boleh dibagi-bagi kepemilikannya, hanya boleh dimiliki oleh anggota kaum dalam bentuk ganggam bauntuak. Sako tatap maksudnya bahwa gelar kebesaran penghulu akan tetap berada dalam kaum, menurut ranji garis keturunan ibu, dan tidak akan berpindah kepada suku lain. Apabila tidak ada yang akan menyandang gelar sako, untuk sementara dilipat dan akan dibuka kembali dengan tidak mengurangi hak-haknya. Dan akan diputuskan oleh pemangku adat dalam nagari yang bersangkutan dengan keputusan yang seadil-adilnya berdasarkan data dan ranji yang nyata. Pusako baranjak, pada prinsipnya tanah pusako bukanlah milik kaum atau tanah keluarga. Apabila terjadikepunahan waris maka harta itu akan beranjak kepada 122 Runtung Sitepu, Abstrak, Penyelesaian Sengketa Harta Pusaka Tinggi Di Minangkabau Studi Kasus di Kota Padang tgl 22 April 2008 Universitas Sumatera Utara 122 kerabat dalam lapisan kedua yaitu kerabat terdekat yang disebut dengan batali adat, dalam perkembangannya bila tidak ada waris yang terakhir dapat menentukan sendiri orang yang akan melanjutkanhak-hak dari pewaris tersebut. Sako merupakan kekayaan kaum, akan tetap berada dalam kaumnya , gelar pusako akan tetap dipa-kai suatu kaum dan tidak akan berpindah pada suku lain yang disebut dengan hak bapunyo, yang termasuk didalamnya adalah “barang sako” yaitu gelar penghulu dengan segala kebesarannya meliputi; -kaum atau hindu atau sebutan lainnya –payuang atau jurai atau buah paruik atau sebutan lainnya suku atau toboh atau sebutan lainnya dan nagari. Harta pusaka tinggi sesungguhnya bukan diwariskan dari mamak kepada kemenakan, tetapi dari ande atau nenek-nenek terdahulu, jadi harta pusako tinggi tidak saja milik kita yang hidup pada masa sekarang ini tetapi juga milik anak cucu kita, yang akan lahir seratus atau seribu tahun lagi. Kita yang hidup sekarang wajib menjaga dan memelihara dan boleh memanfaatkannya, untuk kepentingan dan kehidupan kita saat sekarang, seperti pepatah adat : aianyo buliah disauak, buahnya buliah di makan tanah jo buminya adat nan punyo. Di nagari Kamang Mudiak kita tidak lagi mempunyai tanah pusaka suku, yang ada hanya tanah pusaka kaum, dimana tanah pusaka kaum ini tidak boleh di perjual belikan, tanah pusaka kaum ini di kuasai oleh mamak kepala kaum, dan dipakai serta di manfaatkan oleh dunsanak nun padusi perempuan, apabila satu kelompok dari kaum yang memakai tanah itu punah, tanah itu kembali di manfaatkan secara bersama oleh seluruh anggota kaum yang tertera di dalam ranji silsila secara Universitas Sumatera Utara 123 adat, kelompok yang punah itu tidak boleh menjual tanah itu karena tanah itu bukan hakiki miliknya, tapi hanya hak pakai selagi keturununnya yang satu ranji masih ada, kalau sudah tidak ada pula kaum yang satu ranji maka pusako berpindah kepada kaum yang bertali adat, kaum ini yang akan mempusakainya. Tanah dalam masyarakat Hukum Adat Minangkabau merupakan harta kekayaan yang selalu dipertahankan, karena wibawa kaum akan sangat ditentukan, oleh luasnya tanah yang dimiliki, begitu halnya dalam menentukan asli atau tidaknya seseorang suatu kaum berasal dari suatu daerah. Oleh sebab itu soal tanah tidak dapat diabaikan begitu saja, tingginya nilai seseorang bersangkut paut dengan tanah. Maka sebab itu tanah di Minangkabau tidak boleh dipindah tangankan baik dalam bentuk menggadaikannya, apalagi menjualnya. Menurut Hukum Adat Minangkabau memindah tangankan tanah itu baru boleh dilaksanakan apabila ada keadaan yang mendesak, yaitu dalam hal membahayakan atau akan mendatangkan aib bagi keluarga matrilinialnya. Adapun tujuan dikeluarkannya ketentuan gadai menurut Pasal 7 UU. No.56Prp1960 ini adalah untuk menghindarkan terjadi penghisapan manusia oleh manusia, hal ini dalam praktek jika terjadi maka sangat merugikan pihak pemilik tanah, karena pihak yang menggadai terdesak kebutuhan uang mereka menggadaikan tanahnya, sehingga mereka terikat pada lintah darat yang bertindak sebagai pemilik uang, akan tetapi di Minangkabau dari dahulu sampai sekarang tidak demikian halnya. Universitas Sumatera Utara 124 Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat Minangkabau nagari Kamang Mudiak setelah berlakunya Pasal 7 UU No. 56Prp1960 adalah akan tetap berlangsung menurut hukum adatnya dan statusnya tetap ada, walaupun dewasa ini telah berlaku Hukum Nasional Pasal 7 UU. No. 56Prp1960 akan tetapi Hukum Nasional ini disingkirkan oleh Hukum Adatnya. Di Minangkabau gadai itu dilakukan atas nama keluarga, dilakukan antara satu pemilik dan fungsinya untuk melakukan tolong-menolong sehingga tidak ada, unsur pemerasan harga gadai hampir menyamabahkan menyamai harga jual tanah dan sipemberi gadai adalah pihak yang kaya sedangkan pemegang gadai adalah pihak yang lemah keuangan, disamping itu ketentuan adat, gadai itu harus ditebus. Untuk masa selanjutannya sebaiknya gadai di Minangkabau diatur agar tujuan gadai lebih berbau konsumtif yakni untuk memenuhimenutupi kebutuhan yang dianggap mendesak. Darimana asal usulnya, tetapi jelas diterima dari nenek moyang kita. perolehannya dan pemanfaatannya biasanya telah berlangsung beberapa keturunan sehingga tidak bisa “diketahui atau di ingat” lagi siapa leluhur yang mewariskan dulu sedangkan harta “pusaka rendah” adalah harta pusaka yang masih bisa diketahui atau di ingat siapa leluhur yang mewariskannya dan kapan kira-kira diperoleh , jadi harta pusaka rendah itu belum begitu lama menjadi harta pusaka. 123 123 Suardi Mahyuddin Dan Rustam Rahman, Op Cit, hlm. 207 Universitas Sumatera Utara 125 Menurut hukum adat minangkabau, pemilik atas tanah atau harta pusaka itu adalah kaum. Pimpinan kaum adalah mamak kepala waris atau lelaki yang tertua dikaum itu. Karena kepemiikan tanah adalah kaum, maka kepemilikan tanah di Minangkabau atau nagari Kamang Mudiak sudah jelas tidaklah kepemilikan pribadi. Menurut hukum adat, tanah adat itu tidak dapat dibagi-bagi antara pribadi-pribadi anggota kaumnya. Sebab jika dilakukan pembagian untuk masing-masing pribadi atas tanah pusaka itu berarti harta pusaka itu telah berubah sifatnya atau statusnya yaitu menjadi milik pribadi anggota kaum itu. Hal ini berarti harta itu bukan lagi merupakan harta pusaka kaum. Sekarang sudah ada di nagari, oknum ninik mamak atau pemuka adatnya, yang mengurus untuk melakukan pembuatan sertipikat bukti kepemilikan tanah atas nama pribadi dari sebagian harta kaumnya mungkin tidak disadarinya bahwa dengan perbuatannya itu sebenarnya dia telah menggerogoti harta pusaka kaumnya yang lama kelamaan dapat mengakibatkan habisnya harta pusaka itu disamping dapat mengakibatkan lemahnya kekuatan kaum, dapat juga mengakibatkan merosotnya wibawa ninik mamak atau pemuka adat, bahkan perbuatan mereka tersebut dapat mengakibatkan hancurnya adat Minangkabau atau adat di nagari Kamang Mudiak. Sebabnya ialah apabila oknum ninik mamak tadi sudah memegang sertipikat atas nama pribadinya maka kepastian hukum atas kepemilikan tanah berada di tangan beliau, sehingga ia bebas untuk memborohkan atau menggadaikan menjaminkan sertipikat tanah itu kesuatu bank atas pinjaman sejumlah uang. Apabila yang Universitas Sumatera Utara 126 meminjam ninik mamak tidak melunasi uang pinjamannya sesuai dengan waktu yang diperjanjikan, maka ia akan diperingati beberapa kali supaya hutangnya dibayar. Seandainya peminjam ninik mamak masih lalai untuk membayar maka tibalah saatnya suatu peristiwa yang sangat merugikan kaum sekaligus membuat namanya “tercemar” dihadapan publik di nagari ini karena bank sebagai kreditur melalui pengadilan akan menyita tanah adat itu. Kemudian diberi kesempatan untuk membayar utangnya melalui lelang di muka umum. 124 Hal inilah yang kita takutkan untuk mempertahankan keberadaan nagari kita di masa depan apabila ninik mamak kita atau yang dilakukan oleh kemenakannya tetapi seijin ninik mamaknya melakukan perbuatan seperti itu, jika tak terbayar hutangnya maka yang mengangkat lelangnya pembeli yang akan memakai tanah pusaka leluhur tersebut. Siapa orang yang membeli atau memenangkan lelang tanah dari bank di mana kaum sebagai pemilik tanah harta pusaka tidak mengetahuinya karena itu adalah urusan bank dengan pembelinya. Hingga kini aturan yang mengatur secara tersendiri mengenai gadai tanah belum ada. Dalam seminar Hukum Agraria tanggal 20 September 1990 di Medan oleh AP Parlindungan telah menyajikan pembahasan mengenai konsep RUU Hak Tanggungan dan Gadai. Melihat keadaan yang terjadi terhadap gadai harta pusaka tinggi sebaiknya diatur dengan Undang-Undang, menurut Bagir Manan 125 untuk menetapkan materi atau obyek yang harus diatur dengan Undang-Undang yaitu: 124 Suardi Mahyuddin Dan Rustam Rahman, Op Cit, hlm. 208 125 Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, Jakarta : Ind. Hill. Co, 1992, hlm. 37 Universitas Sumatera Utara 127 1. Materi yang ditetapkan dalam UUD 1945 2. Materi yang oleh Undang-Undang terdahulu akan dibentuk dengan Undang- Undang 3. Undang-Undang dibentuk dalam rangka mencabut atau menambah Undang- Undang yang sudah ada. Hal ini didasarkan pada prinsip suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut atau diubah oleh perturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi tingkatannya. 4. Undang-Undang dibentuk karena menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak atau azasi mnusia 5. Hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan atau kewajiban orang banyak. Dari pandangan yang dikemukakan tersebut dapat dijadikan satu hal yang mendasar yakni yang menyangkut semua aspek kehidupan manusia baik dalam rangka kehidupan bernegara maupun bermasyarakat, baik hubungan sesama warga negara maupun dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Sehingga dengan adanya perintah Undang – Undang dapat dijadikan kriteria untuk mengatur pelaksanaan gadai tanah. Dengan diaturnya lembaga gadai tanah dalam bentuk peraturan tersendiri akan terhindar tindakan pemerasan dan hilangnya tanah karena beralih kepada penerima gadai sehingga dengan adanya legalitas dapat memberi nilai keadilan dan melindungi tanah yang menjadi benda gadai. Universitas Sumatera Utara 128

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN