Fungsi Permainan Berburu Babi Pada Masyarakat Minangkabau (Studi Deskriptif di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam)

(1)

FUNGSI PERMAINAN BERBURU BABI PADA

MASYARAKAT MINANGKABAU

(Studi Deskriptif di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam)

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

SKRIPSI

OLEH

RAHMI SUCI RAMAYANTI

030905054

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh

Nama : Rahmi Suci Rama Yanti Nim : 030905054

Departemen : Antropologi

Judul : Fungsi Permainan Berburu Babi Pada Masyarakat Minangkabau (Studi Deskriptif di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam)

Pembimbing Ketua Departemen

Prof. Dr. Chalida Fachrudin Drs. Zulkifli, MA

NIP: 130.142.218 NIP: 131.882.278

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Prof. Dr. M. Arif.Nasution, MA NIP: 131. 757.010


(3)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu saya panjatkan Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah S.W.T karena atas karunia dan keridhaan-Nyalah Skripsi yang berjudul “Fungsi Berburu Babi Pada Masyarakat Minangkabau” (Studi Deskriptif Di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam) ini dapat selesai. Salawat beriring salam kita sampaikan ke pada junjungan besar Muhammmad S.A.W beserta keluarga dan juga para sahabat-sahabatnya, semoga kelak kita mendapatkan safaatnya. Tulisan ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, maka untuk penyempurnaannya saya mengharapkan kritik-kritik yang bersifat konstruktif dari para pembaca guna lebih menyempurnakan skripsi ini. Semoga Allah meredhai isi skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Dalam penyelesaian skripsi ini dari awal hingga selesai, saya telah melibatkan berbagai pihak. Untuk itu saya ingin menghanturkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik yang telah memberikan andil selama mengikuti perkuliahaan dan berbagai kebijaksanaan untuk mempermudah penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA, selaku ketua Departeman Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

3. Ibu Dra. Tjut Syahriani. M.soc, M.sc, selaku dosen wali dan merangkap sebagai penguji yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan selama mengikuti perkuliahan dan masukan selama penulisan skripsi


(4)

4. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk kepada penulis.

5. Para dosen Antropologi yang telah membekali, mengarahkan dan membimbing saya selama mengikuti perkuliahan di Departemen Antropologi sehingga selesai skripsi ini.

6. Seluruh staff pegawai Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Bapak Dt. Nan Putiah, selaku Wali Nagari di Kanagrian Kamang Mudiak yang memberikan kemudahan dalam penelitian ini.

8. Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada para peserta berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak yaitu ( pak etek tek ta, Uda andi, Uda zon dan Uda labai). Dan khususnya buat Papa penulis sendiri yang telah menjadi nara sumber dalam penelitian ini. ( Pa Makasih banyak ya atas saran- saran dan masukannya).

9. Spesial penghargaan, terima kasih dan rasa cinta yang sebesar-besarnya penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis yaitu Papa Amril dan Mama Asmawati serta kakak satu-satunya kakak Yesi yang penulis sayangi, yang telah memberikan doa restu serta dorongan semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini sehingga dapat meraih gelar sarjana.


(5)

10.Dan terima kasih kepada keluarga besar “Koto” yang ada di Jorong Bansa, Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, yang telah memberikan do’a restu dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seseorang yang disayangi yaitu Bang Ibnu Samsar yang telah membantu memberikan dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Buat Sobat-sobat saya di Departemen Antropologi khususnya Angkatan 03 ( Nana, Ana, Yuli, khairiah, oon, novi, nanik, nanda and maria ) yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu orangnya. Makasih ya atas saran-sarannya dan yang telah banyak memberikan semangat dan do’a dari awal hingga selesai tulisan skripsi ini.

13.Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada anak kost 7-A Lorse( Lorong Sembilan) yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah selalu memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua dan diberikan-Nya kesehatan dunia dan akhirat.

Wassalam

Medan, September2007

Rahmi Suci RamaYanti Nim:030905054


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vii

ABSTRAK……….. viii

BAB I : PANDAHULUAN... 1

1.1. Latar belakang masalah... 1

1.2. Perumusan masalah... 8

1.3. Tujuan dan manfaat penelitian... 9

1.4. Tinjauan pustaka ... 9

1.5. Lokasi penelitian... 18

1.6. Metode penelitian... 19

1.6.1. Teknik observasi... 19

1.6.2. Teknik wawancara... 21

1.6.3. Penentuan informan... 21

1.7. Analisa data... 22

BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Kamang Mudiak... 23

2.2. Sejarah permainan berburu babi... 25

2.3. Lokasi dan keadaan alam... 28

2.4. Keadaan penduduk ... 30

2.4.1. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin... 30

2.4.2. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan... 31

2.4.3. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur... 33

2.4.4. Jumlah penduduk berdasarkan agama... 34

2.4.5. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian... 36

2.5. Pola pemukiman... 38

2.6. Sarana dan prasarana ... 39


(7)

2.6.2. Sarana ibadah... 40

2.6.3. Sarana olahraga……… 41

2.7. Sistem kekerabatan……… 41

BAB III : BURU BABI DI KANAGARIAN KAMANG MUDIAK 3.1. Gambaran umum buru babi di Kanagarian Kamang Mudiak... 43

3.2. Beberapa jenis buru babi... 43

3.2.1. Berburu besar-besaran... 44

3.2.2. Berburu biasa………. 45

3.2.3. Berburu rabu………. 46

3.3. Anjing pemburu……… 46

3.3.1. Ciri-ciri anjing pemburu……… 47

3.3.2. Pemberian nama……… 48

3.3.2.a. Nama anjing berdasarkan warna bulu yang dimiliki.. 49

3.3.2.b. Nama anjing berdasarkan daerah asal anjing…… 49

3.3.2.c. Nama anjing berdasarkan kemampuan anjing diarena perburuan………. 49

3.3.3. Warna bulu yang disukai………... 50

3.3.4. Ras anjing pemburu yang disukai………. 51

3.4. Peralatan dan perlengkapan perburuan………. 52

3.4.1. Kala………. 53

3.4.2. Tali anjing……… 53

3.4.3. Ikat pinggang……….. 53

3.4.4. Tabung air………... 54

3.4.5. Topi………. 54

3.4.6. Sepatu……….. 54

3.4.7. Galah atau tombak……….. 54

3.4.8. Pisau……… 55

3.4.9. Pakaian berburu………... 55


(8)

3.6. Peserta / pelaku... 57

3.6.1. Jumlah peserta... 57

3.6.2. Usianya... 57

3.6.3. Jenis kelamin ... 58

3.6.4. Latar belakang sosial ... 58

3.6.5. Pembagian tugas... 58

3.7. Jalannya permainan buru babi... 59

3.7.1. Jalannya permainan buru rabu... 60

3.7.2. Jalannya permainan buru biasa... 61

3.7.3. Jalannya permainan buru besar-besaran... 63

BAB IV : FUNGSI PERMAINAN BERBURU BABI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT 4.1. Fungsi manifes berburu babi... 67

4.1.1. Memberantas hama babi hutan... 68

4.1.2. Olahraga dan kesehatan... 70

4.1.3. Rekreasi... 72

4.1.4. Fungsi sosial... 74

4.2. Fungsi laten berburu babi... 76

4.2.1. Fungsi prestise ... 77

4.2.2. Pamer kekayaan... 81

4.2.3. Pasar terselubung... 82

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 86

5.1. Kesimpulan……….. 86

5.2. Saran……… 89

DAFTAR PUSTAKA……… 91

DAFTAR ISTILAH……….. 93

INTERVIEW GUIDE……… 94

DAFTAR INFORMAN... 95 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.4.1. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin……… 30

2.4.2. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan……… 31

2.4.3. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur……… 33

2.4.4. Jumlah penduduk berdasarkan agama……… 34

2.4.5. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian……….. 36

2.6.1. Sarana pendidikan……… 39

2.6.2. Sarana ibadah……… 40


(10)

ABSTRAK

Studi ini adalah penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan teknik observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Dengan tujuan untuk mempelajari, manggambarkan dan menganalisa fungsi berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak. Berburu babi merupakan salah satu bentuk permainan rakyat yang ada di daerah pedesaan Sumatera Barat yang masih bertahan hingga saat sekarang ini. Permainan ini diminati oleh berbagai lapisan masyarakat dan dari berbagai latar belakang sosial.

Bagi “orang luar” yang tidak pernah mengikuti permainan berburu babi ini menganggap permainan ini hanyalah semata-mata berburu babi dengan menggunakan anjing yang tujuannya membantu para petani dari serangan babi hutan. Setelah ditelusuri, permainan ini tidak hanya bertujuan untuk menolong para petani dari serangan hama babi hutan saja, tetapi banyak terkandung fungsi yang lain dalam permainan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Di Kanagarian Kamang Mudiak ini terdapat tiga jenis buru babi, berburu besar-besaran (buru alek), berburu biasa (buru biaso), dan berburu rabu (buru rabu). Untuk melihat fungsi yang ada didalam permainan berburu babi digunakan teori Merton, yaitu tentang fungsi manifes dan fungsi laten.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fungsi berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak yang terlihat nyata adalah membasmi hama tanaman, olahraga dan kesehatan, rekreasi dan fungsi sosial. Sedangkan fungsi yang tidak terlihat atau fungsi yang tersembunyi adalah prestise, pamer kekayaan, dan fungsi terselubung. Fungsi yang ada dalam permainan berburu babi ini mengakibatkan permainan ini tetap bertahan dari dahulu sampai saat sekarang ini. Permainan berburu yang tidak akan punah begitu saja, tetapi hanya akan berubah fungsi ke fungsi yang lainnya.


(11)

ABSTRAK

Studi ini adalah penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan teknik observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Dengan tujuan untuk mempelajari, manggambarkan dan menganalisa fungsi berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak. Berburu babi merupakan salah satu bentuk permainan rakyat yang ada di daerah pedesaan Sumatera Barat yang masih bertahan hingga saat sekarang ini. Permainan ini diminati oleh berbagai lapisan masyarakat dan dari berbagai latar belakang sosial.

Bagi “orang luar” yang tidak pernah mengikuti permainan berburu babi ini menganggap permainan ini hanyalah semata-mata berburu babi dengan menggunakan anjing yang tujuannya membantu para petani dari serangan babi hutan. Setelah ditelusuri, permainan ini tidak hanya bertujuan untuk menolong para petani dari serangan hama babi hutan saja, tetapi banyak terkandung fungsi yang lain dalam permainan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Di Kanagarian Kamang Mudiak ini terdapat tiga jenis buru babi, berburu besar-besaran (buru alek), berburu biasa (buru biaso), dan berburu rabu (buru rabu). Untuk melihat fungsi yang ada didalam permainan berburu babi digunakan teori Merton, yaitu tentang fungsi manifes dan fungsi laten.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fungsi berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak yang terlihat nyata adalah membasmi hama tanaman, olahraga dan kesehatan, rekreasi dan fungsi sosial. Sedangkan fungsi yang tidak terlihat atau fungsi yang tersembunyi adalah prestise, pamer kekayaan, dan fungsi terselubung. Fungsi yang ada dalam permainan berburu babi ini mengakibatkan permainan ini tetap bertahan dari dahulu sampai saat sekarang ini. Permainan berburu yang tidak akan punah begitu saja, tetapi hanya akan berubah fungsi ke fungsi yang lainnya.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berburu merupakan salah satu kegiatan masyarakat yang telah berlangsung sejak zaman dahulu dan sampai saat sekarang ini masih tetap bertahan. Pada masa dahulu berburu merupakan mata pencaharian hidup yang khusus, yang biasanya mengumpulkan tumbuh-tumbuhan dan akar-akaran yang bisa di makan. Berburu juga dilakukan sebagai suatu cara tambahan untuk mencari pangan. Demikian dalam ilmu Antropologi ketiga sistem mata pencaharian itu sering juga di sebut dengan satu sebutan "Ekonomi Pengumpulan Pangan", atau Food Gathering Economics. (Koentjaraningrat, 1 9 8 5 : 1 1 - 1 6 ).

Berburu babi sebenarnya hampir terdapat pada semua masyarakat yang tinggal di pedesaan yang berbatasan langsung dengan daerah areal hutan. Seperti misalnya Suku "Bena" di pulau Flores. Kegiatan berburu babi yang mereka lakukan disebut dengan "Gabo" (TV 7, jejak petualangan, Sabtu, 21 Februari, 12.00 WIB). Masyarakat suku Kubu yang masih hidup di Bukit Dua Belas propinsi Jambi juga melakukan hal yang sama, mereka memburu babi dengan cara menjerat atau memanah. Namun tujuan dan fungsi berburu babi bagi masyarakat ini adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya.

Berbeda dengan berburu babi yang dilakukan masyarakat di Minangkabau tujuan dan fungsinya adalah untuk membantu para petani memberantas babi hutan guna melindungi usaha-usaha para petani dikawasan areal pertanian


(13)

mereka. Disamping itu berburu babi bagi sebagian kalangan adalah untuk menyalurkan hobi atau kesenangan saja. Hasil-hasil buruan yang didapat dalam setiap perburuan bukanlah untuk dikonsumsi, akan tetapi hanya diberikan kepada binatang pemburu mereka yaitu anjing.

Berburu babi sebagai salah satu bentuk permainan rakyat Sumatera Barat, merupakan salah satu bentuk kebudayaan kolektif masyarakat Minangkabau yang masih hidup dan berkembang hingga saat ini. Dan merupakan salah satu bentuk folklor masyarakat Minangkabau. Dalam hal ini Danandjaja (1984:2) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan folklor adalah sebagian budaya kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun, secara tradisional dalam versi maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu mengingat (Mnemonic folklor). Lebih jauh dikatakan bahwa sebagai bagian dari budaya, foklor itu dapat berupa bahasa rakyat, ungkapan tradisional (peribahasa dan lain-lain), teka teki, cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng (lelucon dan anekdot), nyanyian rakyat, permainan rakyat, kepercayaan (keyakinan rakyat), seni rupa dan seni lukis rakyat, musik rakyat, gerak isyarat (Gesture) dan sebagainya.

Bagi masyarakat Minangkabau berburu merupakan salah satu bentuk permainan rakyat yang telah membudaya, karena merupakan salah satu bentuk kegiatan yang telah dilakukan secara turun temurun dari generasi kegenerasi sampai saat sekarang ini. Permainan ini kebanyakan dilakukan oleh penduduk yang bertempat tinggal di daerah pedesaan yang hidup dekat dengan kawasan hutan maupun bagi masyarakat yang telah bermukim diperkotaan khususnya di


(14)

Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam. Berburu diminati oleh kaum laki-laki baik generasi yang masih muda maupun yang sudah tua. Sasaran atau objek yang akan di buru adalah binatang-binatang yang hidup di hutan atau di rimba belantara yang meresahkan atau yang merugikan masyarakat terutama masyarakat yang hidup di sektor pertanian.

Permainan rakyat adalah suatu hasil budaya masyarakat, yang berasal dari zaman yang sangat tua, yang telah tumbuh dan hidup hingga sekarang, dengan masyarakat pendukungnya tua, muda, laki-laki dan perempuan, kaya miskin, rakyat biasa maupun bangsawan (Yunus, 1982:4).

Berburu babi bagi masyarakat Minangkabau sudah dilakukan oleh nenek moyang orang Minangkabau, namun tidak ada literatur yang mencatat kapan persis kegiatan ini dimulai. Sekarang kegiatan ini sudah menjadi bagian tradisi masyarakatnya yang secara turun temurun telah menjadi suatu bentuk permainan rakyat. Hal ini terungkap dalam suatu pepatah masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat dengan menyatakan bahwa "Berburu babi suntiang niniak mamak pamenan dek nan mudo dalam nagari" (berburu babi merupakan kebanggaan dari ninik mamak, permainan bagi kaum muda). Makna yang dapat diambil dari pepatah tersebut dapat diartikan sebagai kebanggaan bagi ninik mamak (tertua adat) karena kata "Suntiang" dalam bahasa Minangkabau sama maknanya dengan kata mahkota dalam bahasa Indonesia yang berarti dan bermakna suatu kebanggaan. Sementara kata "Pamenan de nan mudo" berarti permainan bagi kaum muda, dalam Nagari menunjukkan tempat permainan berburu itu dilakukan. "Nagari" dalam bahasa Minangkabau merujuk kepada daerah, tempat, wilayah


(15)

atau lebih tepatnya kepada kampung halaman yaitu Ranah Minang ( wilayah asal orang Minangkabau ).

Berburu babi tersusun dari dua buah rangkaian kata yaitu kata "berburu" dan kata "babi". Pengertian berburu yang ditemui dalam kamus umum Bahasa Indonesia yang berasal dari kata "buru" yang kemudian mendapat awalan ”be r” yang berarti mengejar atau mencari. Mengejar atau mencari itu dilakukan oleh manusia yang memakai alat dan sarana-sarana tertentu. Babi adalah sejenis binatang liar yang mempunyai kaki empat. Babi itu banyak pula macamnya, seperti babi hutan biasa, babi janggut, babi rusa dan babi peliharaan.

Dari sekian banyak babi, yang diburu oleh masyarakat adalah babi hutan biasa. Didalam buku Mamalia Darat Indonesia, babi hutan biasa ini termasuk binatang yang berkuku genap atau disebut dengan istilah Artiodactyla. Babi hutan biasa dalam bahasa Latin disebut Sus Indonesia. Diluar tanah air kita babi hutan biasa ini terdapat di Eropa, Afrika bagian Utara dan seluruh Asia. Babi hutan biasa sebenarnya adalah masih sejenis dengan segala macam babi peliharaan yang diternakkan diberbagai tempat. Binatang ini sangat pandai menyesuaikan diri dan makan segala macam makanan, cepat sekali berkembang biak, meskipun sering diburu oleh manusia ataupun dijadikan mangsa oleh binatang buas dirimba (Carter, 1978:55).

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa babi adalah salah satu jenis binatang liar yang cukup ganas dan sering mengganggu ketentraman masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang sering terganggu mata pencaharian mereka oleh binatang ini. Binatang ini sering merusak tanaman


(16)

masyarakat seperti padi dan umbi-umbian. Dengan demikian binatang tersebut perlu dikurangi populasinya guna menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat serta mengurangi perusakan-perusakan terhadap tanaman-tanaman, untuk itulah diambil kesepakatan untuk mengadakan perburuan terhadap binatang yang merugikan ini.

Pada awalnya berburu babi dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan menggunakan jerat dan tombak. Namun cara yang demikian nampaknya tidak mendatangkan hasil yang memuaskan, karena banyak menyita waktu dan tenaga untuk mencari habitat babi tersebut. Untuk memudahkan menemukan tempat dimana babi tersebut berada, dipakailah tenaga anjing. Seperti kita ketahui anjing merupakan salah satu binatang yang mempunyai daya penciuman dan pendengaran yang tajam sekali bila dibandingkan dengan binatang-binatang yang sejenisnya. Berburu babi merupakan permainan anak-anak nagari yang mempunyai kode etik yang cukup kuat dalam arti mempunyai nilai-nilai luhur budaya Minangkabau di Sumatera Barat dengan segala aturan yang melingkupinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa permainan berburu babi merupakan bagian dari adat budaya masyarakat Minangkabau. Hal ini seperti dikemukakan (NAVIS, 1978/1980:103), sebagai berikut adanya upacara adat, misalnya berupa tari-tarian (tarian pasambahan) untuk menghormati para peserta buru babi yang datang dari daerah tetangga yang harus dilakukan dalam setiap pelaksanaannya sebelum dilaksanakan perburuan. Sementara itu Peursen (1989:92) mengatakan, berbagai tahapan dalam perkembanggan kebudayaan mengambarkan bagaimana manusia mencari hubungan yang tepat terhadap


(17)

daya-daya kekuatan disekitarnya. Dalam semua sikap itu tampaklah sebagai aspek pertama dalam strategi serupa itu bagaimana manusia ingin memperlihatkan daya-daya kekuatan sekitarnya atau menjadikan semuanya itu sesuatu yang dapat dialami. Dalam alam pikiran mistis, daya-daya kekuatan gaib itu dijadikan sesuatu yang dapat diraba-raba karena manusia dapat mengambil bagian dalam kekuatan tersebut (partisipasi), misalnya tari-tarian dan sebagainya.

Sementara ini Johan Huizinga (t erj. ) (1990:5), menyatakan bahwa kita mau tidak mau juga mengakui adanya sesuatu yang rohani. Sebab apapun hakikatnya permainan bukan materi. Dari segi pandangan dunia yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan, semata-mata secara deterministis, suatu yang tidak diperlukan. Dengan masuknya roh yang meniadakan prinsip deterministis, kehadiran permainan menjadi mungkin dapat dipikirkan, dapat dipahami. Dengan demikian jelas bahwa dalam permainan buru babi tersebut dalam pelaksanaannya terdapat upacara adat yang harus dilakukan terlebih dahulu. Fenomena ini yang memberikan sinyal bahwa ada keterkaitan bentuk permainan berburu babi dengan adat dan budaya masyarakat pendukungnya serta penggunaan kekuatan mistis dalam upacara perburuan untuk menentukan posisi babi yang akan diburu melalui pawang-pawang yang memimpin upacara perburuan sebelum dilakukan.

Sebagai bagian dari adat dan kebudayaan Minangkabau. Memang telah banyak literatur menulis tentang permainan tradisional masyarakat Minangkabau, Tetapi masih banyak juga yang belum tersampaikan atau belum tercatat. Tidak seperti dalam permainan rakyat yang lain yang tumbuh dan berkembang di


(18)

tengah-tengah masyarakat Minangkabau, sebagai contoh permainan layang-layang dan adu kerbau. Dari bentuk dan fungsi permainan berburu babi yang dimainkan oleh masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, terlihat sebuah bentuk identitas budaya masyarakat yang terbentuk dari aktifitas permainan tersebut, dimana dalam permainan ini melibatkan lembaga-lembaga adat dan merupakan kebanggaan bagi ninik mamak di Minangkabau. Identitas inilah yang membedakan bentuk permainan ini dengan permainan serupa yang dilakukan masyarakat etnis lainnya. Tetapi rasanya masih ada yang tertinggal atau belum tersampaikan, salah satu yang belum tersampaikan ini adalah tradisi berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, yang letaknya beberapa puluh kilometer sebelah Selatan kota Bukittinggi.

Apabila dibandingkan dengan daerah lain di Minangkabau, pelaksanaan permainan berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak cukup unik dan mempunyai pola tersendiri didalam pelaksanaannya. Kegiatan berburu yang dilaksanakan dua kali seminggu sangat digemari oleh masyarakat pecandu permainan ini. Penggemar permainan ini begitu banyak, yang berasal dari berbagai lapisan sosial ekonomi yang ada di masyarakat baik pedagang, pegawai, pensiunan, petani, bahkan para pelajar juga terlibat dalam permainan ini. Untuk ikut serta dalam kegiatan berburu babi setiap minggu tentu memerlukan biaya yang cukup besar, terutama untuk ukuran petani pedesaan. Kadang-kadang arena perburuan jauh dari lokasi tempat tinggal dan untuk menuju ke lokasi perburuan diperlukan ongkos untuk menyewa mobil sewaan. Selain itu


(19)

biaya untuk perawatan anjing setiap hari cukup besar, baik itu untuk membeli susu, telur dan obat-obatannya.

Cara hidup seperti ini perlu dipertanyakan dalam keadaan zaman seperti sekarang ini. Kegiatan berburu babi sepertinya kegiatan yang membuang uang saja, yang sebenarnya bisa ditukar dengan permainan lain yang tidak memerlukan biaya. Bahkan tidak jarang banyak pameo terlontar ditengah masyarakat tentang para perburu tersebut. Salah satu pameo yang sering terdengar ditengah masyarakat adalah "Orang berburu tersebut lebih sayang kepada anjing dari pada anaknya, anjing di mandikan pagi hari dan diberi minum susu sedangkan anaknya tidak". Akan tetapi pameo tersebut tidak ada artinya bagi masyarakat pecandu buru babi bahkan peminatnya semakin bertambah banyak pula.

Berarti permainan berburu babi tersebut mempunyai fungsi didalam kehidupan masyarakat setempat. Dalam hal ini fungsi diartikan sebagai kegunaan suatu hal (Suyono, 1985:127).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah proses permainan buru babi itu berlangsung?


(20)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan permainan berburu babi, dan proses permainan tersebut berlangsung. Selain itu akan di deskripsikan pula fungsi berburu babi sebagai salah satu Permainan Rakyat di Sumatera Barat, sehingga permainan buru babi sebagai bentuk Permainan Rakyat yang tetap terpelihara sebagai suatu warisan budaya.

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah khasanah Referensi di bidang ilmu sosial umumnya dan di bidang ilmu Antropologi pada khususnya. Dan diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat dipakai sebagai bahan acuan bagi mereka yang ingin mempelajari dunia folklor secara lebih mendalam. Dan dapat memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ilmu sosial dan ilmu politik Departemen Antropologi dari Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1.4. Tinjauan Pustaka

Pada saat sekarang ini permainan berburu babi cukup dikenal oleh masyarakat Minangkabau pada umumnya. Baik dalam kalangan bawah sampai pada kalangan atas. Bahkan pada saat sekarang ini tidak hanya orang-orang yang berada di desa saja yang gemar melakukan permainan buru babi ini, tetapi orang-orang yang bertempat tinggal di kotapun terlihat aktif melakukan kegiatan tersebut bahkan dikota besarpun seperti di ibu kota propinsi telah ada persatuan-persatuan buru babi yang langsung berada dibawah pembinaan Kapolda. Dapat dikatakan bahwa permainan berburu babi ini dengan segala ketradisionalannya terus


(21)

berkembang dan diminati oleh banyak orang.

Dunia bermain dengan segala bentuk permainnya merupakan fenomena budaya yang timbul ditengah-tengah masyarakat pendukungnya dan ini merupakan bagian dari bentuk foklor. Hal ini seperti dikatakan Brunvard dalam Danadjaja (1984:34) yang mengatakan foklor adalah bagian dari kebudayaan yang bersifat tradisional, tidak resmi (unofficial) dan noninstusional. Selanjutnya oleh foklor adalah suatu ciptaan (creations) dari suatu kelompok atau seorang individu yang berorientasi pada kelompok dan berdasarkan pada tradisi suatu komunitas sebagai suatu ungkapan jati diri dari kebudayaan masyarakatnya, batasan-batasan dan nilai yang di wariskan secara lisan, mencontoh (immitation) atau dengan cara lain bentuk-bentuknya mencakup antara lain: bahasa, kesusasteraan, tari, permainan-pcrmainan, mitologi, ritual, adat-istiadat, seni karya, arsitektur dan kesenian lainnya.

Berkembangnya permainan berburu babi ini disebabkan oleh fungsi yang terkandung didalam permainan tersebut. Menurut Ritzer, fungsi adalah akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem (Ritzer, 1985:28). Dalam hal ini masyarakat dianggap suatu sistem, dimana pendapat ini adalah asumsi dasar dari kaum fungsionalis. Selanjutnya dikatakan bahwa, masyarakat dianggap sebagai suatu sistem yang terdiri dari bahagian-bahagian yang tergantung satu sama lain artinya bahwa bagian-bagian tersebut saling terkait yang membentuk suatu struktur dan berfungsi satu sama lainnya. Dalam hal ini suatu sistem haruslah selalu dalam keadaan equalibrium. Sistem terdiri dari elemen-elemen apabila suatu elemen tidak bekerja sebagaimana


(22)

mestinya, maka sistem tersebut menunjuk kearah ketidakseimbangan, maksudnya adalah apabila satu elemen dalam suatu sistem tidak berfungsi maka akan terjadi gangguan ataupun ketidakseimbangan ( Poloma, 1987:25-26).

Menurut James DanandJaja (1984:181) permainan rakyat berfungsi sebagai sarana rekreasi, hiburan, olahraga dan mengembangkan daya berfikir, terutama bagi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pedalaman yang jauh dari keramaian. Begitu juga dengan permainan berburu babi, juga merupakan permainan rakyat, dapat dilihat pada permainan berburu babi banyak fungsi yang terkandung di dalamnya seperti sebagai sarana rekreasi, olahraga membasmi hama tanaman sehingga permainan ini dapat di katakan sebagai permainan rakyat, karena diminati oleh lapisan masyarakat, terutama masyarakat yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan. Di samping itu permainan rakyat berburu babi ini merupakan warisan budaya dari nenek moyang orang Minangkabau dan telah ada sejak dahulu dan bertahan sampai saat ini. Selain itu tata cara pelaksanaan permainan, aturan-aturan yang mengatur, serta peralatan yang digunakan tidak banyak mengalami perubahan sampai saat sekarang ini. Dari kenyataan diatas dapat dikatakan bahwa permainan berburu babi merupakan salah satu aktifitas dari kebudayaan Minangkabau.

Adanya kegiatan berburu babi yang terus berlangsung di daerah-daerah pedesaan serta di lokasi penelitian sendiri, selain dirasakan manfaatnya yang besar oleh para petani, juga haruslah dipandang sebagai suatu tradisi adat kebiasaan yang melembaga pada kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Pedoman yang berlaku dalam kebudayaan kemudian diwujudkan ke dalam


(23)

pranata-pranata sosial tertentu yang menyangkut kegiatan masyarakat. Pranata sosial merupakan suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktifitas-aktifitas untuk memenuhi komplek-komplek kebutuhan khusus masyarakat. Dalam pranata sosial ini diatur pula aktifitas-aktifitas tertentu, di mana aktifitas itu diatur pula oleh peranan dan status individu yang terlibat. Interaksi yang ada didalam aktifitas tersebut berpola pada satu hak dan kewajiban tertentu yang di katakan sebagai stuktur sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jaringan hubungan sosial diantara anggota-anggota masyarakat (Brown dalam Koentjaraningrat, 1985:173).

Dalam struktur sosial itulah tindakan-tindakan manusia diwujudkan berdasarkan pola hak dan kewajiban menurut status dan peran yang dimainkan dalam suatu interaksi sosial. Pengertian dan kewajiban para pelaku dikaitkan dengan masing-masing status dan peranan para pelaku. Status dan peranan bersumber pada sistem penggolongan yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, dan yang berlaku menurut masing-masing pranata dan situasi situasi sosial di mana interaksi sosial itu terwujud (Suparlan, dalam Widjaja, 1986:90). Status di konsepsikan sebagai posisi yang di tempati, sedangkan peranan adalah tingkah laku individu yang mementaskan suatu kedudukan atau posisi tertentu dalam suatu stuktur sosial. Sedangkan interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut antara orang perorangan, antara kelompok dengan kelompok maupun antara orang perorangan dengan kelompok (Gillin dan Gillin, 1954:4 89 ).


(24)

Koentjaraningrat membagi pranata kebudayaan ke dalam delapan penggolongan yaitu: l. Pranata kekerabatan 2. Pranata ekonomi 3. Pranata pendidikan 4. Pranata ilmu pengetahuan 5. Pranata seni dan rekreasi 6. Pranata Agama 7. Pranata Politik 8. Pranata pemenuhan Kebutuhan fisik manusia (Koentjaraningrat, 1986:166-167).

Sesuai dengan pengelompokan pranata tersebut, maka permainan berburu babi yang berkembang dewasa ini dapat di masukan ke dalam Pranata Ekonomi dan Pranata Rekreasi. Permainan berburu babi yang berkembang pada saat sekarang ini di samping berorientasi kepada penyelamatan sumber-sumber ekonomi masyarakat, terutama masyarakat yang bermata pencaharian sebagai sarana Rekreasi dan Hiburan yang menarik bagi sebagian masyarakat yang hidup bukan dari sektor Pertanian.

Dalam masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak ada sejenis pranata yang mengatur suatu aktivitas tertentu. Pranata sosial berburu babi ini ada suatu aturan-aturan tertentu yang harus dipahami oleh anggotanya dalam berinteraksi, misalnya seperti aturan yang mengatur pengolongan para pelaku menurut status dan peranannya dan yang membatasi bermacam tindakan-tindakan yang boleh dan yang tidak boleh serta yang seharusnya diwujudkan oleh para pelaku (Suparlan, dalam Widjaja, 1986:90). Maksudnya di Kanagarian Kamang Mudiak ini telah ada peraturan yang mengatur tentang kedudukan para peserta buru babi berdasarkan kemampuannya, misalnya ada yang berperan sebagai "Tuo Buru", pengurus dan sebagai anggota para peserta yang telah dipilih tersebut akan menjalankan peranannya masing-masing sesuai dengan kesepakatan yang telah di


(25)

setujui secara bersama-sama. Keterkaitan antara elemen-elemen sebagai pranata sosial terhadap pranata sosial yang lainnya akan membentuk suatu stuktur dalam sistem sosial masyarakat yang bersangkutan. Dari keterkaitan itu akan tergambar dua fungsi yang dapat di katakan berbeda yaitu fungsi yang terlihat secara langsung dan fungsi tersembunyi. Dalam permainan berburu babi, fungsi yang terlihat langsung adalah fungsi membasmi hama tanaman, dalam hal ini berburu babi. Sedangkan fungsi yang tidak terlihat atau tersembunyi didalam permainan berburu babi adalah fungsi prestise, pamer kekayaan, dan sebagainya.

Merton membagi dua jenis fungsi yang selalu terdapat dalam setiap sistem. Yaitu fungsi manifes dan fungsi laten. Lebih jauh Merton menyatakan, fungsi manifes adalah konsekuensi objektif yang membantu penyesuaian atau adaptasi dari sistem dan disadari oleh para partisipan dalam sistem tersebut, fungsi laten adalah fungsi yang tidak dimaksudkan atau tidak disadari (Merton, dalam Poloma, 1987:39). Semua bentuk aktifitas dari kebudayaan dapat dianalisa dari perspektif fungsi manifes dan fungsi laten ini. Demikian juga dengan permainan berburu babi yang terdapat di Kanagarian Kamang Mudiak bisa di analisa fungsi manifes dan fungsi latennya. Fungsi manifes adalah fungsi yang berhubungan erat dengan tujuan-tujuan dari kegiatan. Dalam hal ini adalah fungsi yang berkaitan erat dengan tujuan-tujuan yang memang diharapkan dapat terpenuhi dalam hubungannya dengan kegiatan berburu babi. Hal ini disebabkan karena keberadaan fungsi permainan ini di tengah-tengah masyarakat memiliki saling keterikatan yang tinggi karena itu terus bertahan dan berkembang dalam masyarakat hingga saat sekarang ini.


(26)

Manfaat yang dirasakan dari fungsi-fungsi berburu babi ini sangat luas dan beragam di kalangan masyarakat. Fungsi berburu tidak hanya dinikmati oleh para peserta berburu babi saja, tetapi juga oleh masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak dimana kegiatan berburu ini dilakukan. Misalnya para warga yang hidup dari bertani di desa, mereka sangat tertolong dari serangan hama babi hutan. Beberapa fungsi manifes dari permainan rakyat berburu babi ini adalah:

- Gotong royong memberantas hama babi hutan. - Olahraga dan kesehatan

- Rekreasi dan periwisata dan - Fungsi Sosial.

Sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang sebenarnya tidak diharapkan kehadirannya dari suatu gejala yang terjadi dalam permainan rakyat berburu babi. Berikut ini akan dipaparkan beberapa fungsi laten dari permainan rakyat berburu babi yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Minangkabau saat ini: fungsi prestise, pamer kekayaan, pasar terselubung dan disinyalir terdapat pasar taruhan dalam permainan rakyat ini.

Dalam mengkaji masalah fungsi, antara fungsi manifes dan fungsi laten tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana yang ditekankan oleh Merton, studi fungsi manifes saja yang mengabaikan fungsi laten adalah menyesatkan, lebih dari itu juga harus waspada untuk tidak melupakan fungsi laten ketika sedang terbius oleh fungsi manifes yang lebih jelas terlihat itu. Oleh karena praktek kebudayaan


(27)

bisa tidak secara total bersifat integratif dan disintegratif, maka penilaian fungsionalitasnya harus dilihat dalam keseimbangan konsekunsinya-konsekuensinya (Poloma, 1987:39- 42).

Sehubungan dengan hal di atas, untuk melihat dan mengkaji fungsi dalam studi ini dipakai pendekatan kebudayaan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Moleong, bahwa pendekatan kebudayaan adalah pendekatan yang berusaha menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan (Moleong,1990:13). Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan merupakan keseluruhan sistam gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan poses belajar ( Koentjaraningrat, 1986:180 ).

Manusia dalam menghadapi lingkungannya, yang terwujud berupa tingkah lakunya, ditentukan oleh sejumlah aturan-aturan dan petunjuk-petunjuk yang ada dalam kebudayaan masyarakat di mana ia tinggal. Jadi ia bertingkah laku menurut kebudayaannya, karena kebudayaan tersebut mereka yakini kebenarannya, yang didapat dengan cara belajar dari masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal ini kebudayaan dilihat sebagai tiga wujud. Pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan yang sifatnya abstrak yaitu komplek ide-ide, yaitu gagasan, nilai, peraturan, norma dan sebagainya yang memberi jiwa pada masyarakat tersebut, yang disebut dengan sistem budaya atau disebut juga adat istiadat. Wujud yang kedua adalah wujud yang kongkrit, yaitu komplek aktifitas dan tindakan yang terpola, yang disebut juga dengan sistem sosial. Sebagai wujud yang ketiga adalah benda-benda hasil karya manusia yang disebut juga dengan kebudayaan fisik (Koentjaraningrat, 1986:187).


(28)

Adat istiadat yang berisikan norma-norma yang mengatur permainan berburu babi pada masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak merupakan suatu komplek ide, yang diatur oleh nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak ini. Sedangkan aktifitas permainan rakyat berburu babi tersebut mereka pelajari dan mereka yakini kebenarannya yang merupakan suatu kompleks aktifitas yang dilakukan secara berulang-ulang dan menurut pola yang sudah ada. Terakhir benda-benda dan alat-alat yang dipakai selama kegiatan berburu berlangsung, merupakan bentuk dari kebudayaan fisik masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak. Aktifitas (norma, personil, alat) buru babi ini dinamakan pranata buru babi.

Selain itu Talcot Parson menyatakan bahwa dalam menganalisa kebudayaan dalam keseluruhan perlu dibedakan secara tajam antara adanya keempat komponen, yaitu 1. sistem budaya 2. sistem sosial 3. sistem kepribadian dan 4. sistem organisma (Parson, dalam Koentjaraningrat, 1981:221- 222).

Sistem budaya atau Cultural System merupakan komponen yang abstrak dari kebudayaan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep, tema- tema berfikir dan keyakinan-keyakinan. Dengan demikian sistem budaya adalah bagian dari kebudayaan yang disebut dengan adat istiadat. Diantara adat istiadat ada sistam nilai budayanya, sistem normanya, yang secara lebih khusus lagi dapat diperinci ke dalam berbagai macam norma menurut pranata-pranata yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Fungsi dari sistem budaya menata dan menetapkan tindakan-tindakan secara tingkah laku manusia. Sistem sosial atau Social System, terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia atau tindakan-tindakan dan tingkah


(29)

laku berinteraksi antar individu dalam rangka kehidupan bermasyarakat. Sistem kepribadian, a t a u Personality system, mengenai soal isi jiwa dan watak individu yang berinteraksi sebagai warga masyarakat. Dengan demikian sistem kepribadian manusia berfungsi sebagai sumber motivasi dari tindakan sosialnya.

Sistem organik atau organic system, melengkapi seluruh kerangka dengan mengikutsertakan ke dalam proses biologik serta biokimia dalam organisma manusia, apabila difikirkan lebih mendalam, juga ikut menentukan kepribadian individu, pola-pola tindakan manusia dan bahkan juga gagasan-gagasan yang dicetuskan.

Semua norma dan nilai, sebagai sistem budaya atau adat istiadat, dan segala aktifitas, maupun benda-benda yang dipakai saat permainan berlangsung akan dideskripsikan dan dianalisa, untuk mengetahui fungsi berburu babi pada masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak tersebut.

1.5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kanagarian Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam. Adapun alasan pemilihan lokasi ini dikarenakan merupakan daerah-daerah pedesaan yang terletak atau langsung berbatasan dengan hutan. Kondisi letak ini secara langsung memang beresiko tinggi terhadap serangan babi hutan setiap saat, disamping itu posisi geografis kabupaten Agam yang wilayahnya terletak didaerah kawasan pegunungan Bukit Barisan. Memberikan peluang berkembangnya populasi babi hutan dengan cepat, sehingga daerah ini juga dikenal sebagai daerah yang memiliki populasi babi


(30)

hutan yang tinggi. Untuk itu di Kanagarian ini sering dilaksanakan buru besar-besaran.

1 . 6 . Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian ini peneliti memberi gambaran secara terperinci apakah fungsi permainan rakyat terhadap masyarakat Sumatera Barat. Sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat (1983:29) penelitian bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala, dengan adanya hubungan tertentu antara gejala yang satu dengan gejala yang lainnya dalam suatu masyarakat. Metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif dipergunakan untuk mendapatkan gambaran yang mendalam tentang tatacara, adat istiadat dan nilai, sikap serta persepsi masyarakat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan buru babi.

Teknik penelitian yang digunakan dalam pencarian data dilapangan antara lain:

1.6.1.Teknik Observasi

Pengamatan dilakukan dengan cara observasi partisipasi terbatas, yaitu dengan cara mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh para peserta buru babi tersebut. Kemudian informan diharapkan dengan sukarela, memberikan


(31)

kesempatan kepada peneliti untuk mengamati secara langsung aktifitas yang terjadi baik di arena perburuan maupun sebelum atau sesudah perburuan selesai.

Menurut Spradley, setiap situasi sosial dapat di identifikasi dengan tiga elemen penting yaitu: tempat, pelaku, dan aktifitas. Untuk melakukan observasi, peneliti melihat pelaku-pelaku antara satu dengan yang lainnya dan menjadi bagian dari mereka, serta mengamati aktifitas mereka. Memfokuskan diri pada satu situasi sosial menjadi sangat penting untuk memulai penelitian etnograf, hal ini menolong untuk berpikir tentang situasi-situasi sosial yang lain. Tempat, setiap setting fisik akan menjadi dasar untuk situasi-situasi sosial sepanjang hal tersebut di gunakan oleh masyarakat dalam beraktifitas. Pelaku setiap situasi sosial mencakup masyarakat yang bertindak sebagai aktor. Ketika kita pertama kali masuk ke dalam situasi sosial, kadang sulit untuk mengetahui bentuk-bentuk pelaku pada saat itu, semuanya terlihat sebagai orang-orang atau masyarakat. Lama-lama mulai terlihat pada pakaian, tingkah laku, simbol-simbol sebagai identitas dan variasi lain dalam situasi sosial itu. Aktivitas, pertama-tama para etnograf melihat ratusan tindakan, dengan memulai mengenali pola-pola tindakan perindividu, akan kelihatan pola-pola aktivitas yang ada, seperti berburu. Cara yang terbaik untuk memulai itu adalah dengan observasi (mengamati) aktifitas dan merekam aktifitas tersebut dalam situasi sosial sebagai rangkaian kerja, sehingga struktur dan kejadian akan nampak jelas (Spradley, 1980).


(32)

1.6.2. Teknik Wawancara

Wawancara yang dipergunakan adalah wawancara mendalam (depth interview) tanpa berstruktur tetapi berfokus dan wawancara bebas. Sebagai pelengkap dalam wawancara ini selain menggunakan alat perekam juga dipergunakan daftar pertanyaan (interview guide) sebagai pedoman wawancara untuk menghindarkan kehabisan pertanyaan dan menjaga data yang dikumpulkan tidak mengambang atau lari dari tujuan pokok. Kemudian wawancara bebas dapat dipergunakan dimana saja, dirumah, di arena perburuan, dan lain-lain. Dari wawancara bebas diperoleh data yang memperkuat data yang diperoleh sebelumnya.

Studi kepustakan juga tidak kalah pentingnya, dalam kajian perpustakaan yang di lakukan sebelum, selama dan sesudah penelitian. Berupa buku-buku, hasil penelitian maupun artikel yang mempunyai relevansi dengan permasalahan penelitian, yang datanya bersifat sekunder. Data-data sekunder yang ada kurang memadai, sehingga lebih banyak tergantung kepada data primer. Dalam pengumpulan data juga dipergunakan kamera photo.

1.6.3. Penentuan informan

Informan untuk menjawab permasalahan penelitian ini seperti yang telah dijelaskan diatas adalah masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak yang mengikuti permainan buru babi. Spradley mengatakan satu dari lima syarat memilih informan yang baik adalah informan itu mengetahui budayanya dengan baik. Secara umum seorang informan paling tidak harus mempunyai keterlibatan dalam satu budaya selama beberapa tahun (Spradley 1980:61-63).


(33)

Informan kunci dalam penelitian ini adalah masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak yang mengikuti permainan berburu babi, yaitu orang-orang yang terlibat dalam permainan buru babi. Secara lebih rinci yang dijadikan informan kunci adalah orang yang menjadi anggota persatuan buru babi di Kanagarian Kamang Mudiak. Dan diharapkan dari informan didapat konsep tentang fungsi atau guna permainan buru babi dalam kehidupan masyarakat setempat dan proses permainan buru babi itu berlangsung.

Informan biasa adalah orang-orang tua masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak yang pernah menjadi peserta berburu babi dan diharapkan dari informan biasa ini didapat konsep tentang apakah peran serta masyarakat, organisasi dan lembaga adat dalam pelaksanaan kegiatan perburuan. Dan juga yang dijadikan informan biasa adalah Orang-orang yang datang bertandang untuk ikut serta dalam kegiatan berburu babi di daerah yang mengadakan acara perburuan. Orang-orang ini adalah para pecandu permainan berburu babi yang datang dari daerah lain, baik yang berasal dari kota maupun desa-desa tetangga.

1.7. Analisa Data

Pada tahap analisis ini, penulis akan memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis secara kualitatif data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara akan disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu. Kemudian dilakukan penganalisaan hubungan dari setiap bagian yang telah disusun untuk memudahkan saat mendeskripsikannya.


(34)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Sejarah Kamang Mudiak

Kamang adalah salah satu Nagari yang terletak di Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam. Propinsi Sumatera Barat. Kamang dalam bahasa Minang, sama maksudnya dengan Kemang dalam bahasa Indonesia. Istilah Kamang atau Kemang ini dijumpai di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam, di Kecamatan Tanjung Gadang Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, di Kotamadya Bengkulu, dan di Jakarta Selatan DKI Jaya.

Arti Kamang atau Kemang didapatkan keterangan yang bersamaan yaitu nama dari jenis pohon. Hal ini cocok dengan informasi yang terdapat dalam Kamus Besar Indonesia yakni” pohon yang kulit batangnya berwarna abu-abu serta pecah-pecah, tingginya antara 20-30 meter, buahnya besar berbentuk buah apokat yang tidak simetris dengan warna kecoklatan-kecoklatan, daging buah berwarna kuning kotor, mengandung banyak cairan dan rasanya asam manis, dalam bahasa latin pohon ini disebut ” Mangifera Cereria ”.

Nama pohon inilah yang dipakai sebagai mana dari Wilayah, Nagari, Jalan dan nama Hotel. Pemakaian nama pohon yang tersebut diatas sudah umum di Wilayah Nusantara kita ini. Misalnya di Sumatera Barat untuk nama Nagari seperti: Nagari Kajai di Pasaman, Nagari Bayua di Agam, Nagari Surian di Solok, Nagari Durian Gadang di Sawah Lunto Sijunjung, Nagari Batang Kapeng di Pesisir Selatan dan Nagari Kataping dan Duku di Padang Pariaman.


(35)

Dari fakta-fakta lapangan tersebut diatas, jelas bahwa Kamang atau Kemang adalah nama yang dipakai untuk menjadi nama dari kawasan Wilayah atau Nagari yang terletak di kaki bukit Batu Bajak sebagai tapal batas di bagian utara dari Kabupaten Agam dengan Kabupaten 50 kota.

Menurut masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak, tidak diketahui dengan pasti tentang kapan Wilayah Kamang itu terbentuk dan siapa yang memberikan nama Kamang itu. Namun demikian, mungkin ada kaitannya dengan Tambo Alam Minangkabau yang menginformasikan tentang perpindahan nenek moyang orang Minangkabau dari Pariangan-Padang Panjang menuju Salimpaung, Baso dan Biaro. Dari sini terus bergerak masa demi masa kearah Barat sampai akhirnya di kawasan Wilayah yang diberi nama ” Kamang ”.

Masa demi masa Wilayah Kamang sering mengalami perubahan, baik dalam hal kedudukannya sebagai Wilayah pemerintahan maupun dalam hal jumlah Nagari. Sebelum terjadinya Perang Paderi, jumlah Nagari dalam Wilayah Kamang ada belasan banyaknya. Nagari-Nagari tersebut dibentuk berdasarkan ketentuan-ketentuan adat yaitu: Undang-Undang Nagari dan Undang-Undang Dalam Nagari. Setelah perang Paderi usai, Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda menatanya menjadi empat Nagari, yakni: Nagari Pauh dan Nagari Ilalang dibagian Barat, sedangkan dibagian timurnya adalah Nagari Tangah dan Nagari Hilir.

Pada masa dasawarsa abad kedua, abad duapuluh, Nagari yang empat tata tadi ditata menjadi dua yaitu: Nagari Surau Koto Samik di bagian Barat dan Nagari Aur dibagian Timur. Di zaman merdeka pun terjadi lagi perubahan nama Nagari menjadi Kamang Mudiak dan Kamang Hilir, yang kemudian ditata pula dengan UU No.5


(36)

tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Dengan penataan ini, Nagari tidak lagi berkiprah dalam hal pemerintahan melainkan mengurus soal adat saja. Hal ini diatur dengan PERDA Dati I Sumatera Barat No.13 tahun 1983 tentang Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat.

2.2. Sejarah Permainan Berburu Babi

Permainan berburu babi yang telah meluas dalam masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak sampai sekarang ini tidak diketahui dengan pasti tentang sejarah asal usulnya. Permainan yang bersifat rekreasi dan olahraga tersebut sudah ada sejak dahulunya. Hal ini disebabkan karena tidak ada keterangan dari sumber-sumber tertulis yang menerangkan tentang asal usul permainan ini. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kebiasaan dari anggota-anggota masyarakat yang mencatat kejadian-kejadian dalam masyarakat masa lampau, sehingga menimbulkan kesulitan untuk menelitinya, tentang asal usul perkembangan permainan ini.

Sumber-sumber yang diperoleh dari orang-orang tua yang suka menggeluti permainan ini, akan tetapi sumber tersebut terbatas sifatnya, orang-orang tua tersebut hanya menyebutkan bahwa permainan berburu babi itu sudah ada juga pada waktu dahulu dan masih seperti itu juga sampai sekarang, baik tentang aturan aturan, pelaksanaan, peristiwa, waktu dan suasana itu tidak banyak mengalami perubahan sampai saat sekarang ini.

Namun kemungkinan kebiasaan berburu yang berkembang di Kanagarian Kamang Mudiak merupakan warisan nenek moyang mereka sejak zaman dahulu. Seperti yang dikatakan oleh Soekmono, pada zaman prasejarah kehidupan manusia


(37)

merupakan kehidupan nomaden, berpindah dari satu tempat ketempat yang lain. Mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, selalu berpindah-pindah tergantung pada binatang-binatang buruannya dan tumbuh-tumbuhan disekitarya. Cara hidup yang seperti ini dinamakan dengan hunter foodgathering. Barulah pada zaman Neolithiikum kehidupan Hunter Foodghathering berubah menjadi Food Producing (Soekmono,1973:49).

Kehidupan mengembara telah berakhir, masyarakat pada masa neolithikum sudah mulai mengenal sistem bercocok tanam dan beternak. Pada masa itu orang sudah mulai mempunyai tempat tinggal yang permanen. Akan tetapi kebiasaan berburu yang pernah dilakukan pada masa dahulunya tetap mereka kerjakan sebagai suatu permainan yang berorientasi kepada hiburan.

Lama kelamaan kebiasaan hidup mereka berburu dahulunya kembali berkembang, karena cara menetap mengharuskan mereka menanam tanaman untuk dikonsumsi, dan tanaman yang mereka tanam itu harus dijaga dari serangan hama-hama pengganggu. Salah satu dari binatang pengganggu lahan pertanian mereka adalah babi hutan. Adanya binatang yang mengganggu lahan pertanian mereka tersebut, mendorong mereka terpaksa terus mempertahankan kebudayaan berburu mereka. Pada saat sekarang ini orientasinya bukan lagi untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, kebiasaan berburu pada saat ini semata-mata hanyalah untuk penyelamatan lahan pertanian mereka dari serangan hama babi hutan.

Pada awalnya perburuan mereka lakukan sendiri-sendiri, yang bertujuan untuk menyelamatkan lahan pertanian masing-masing dari serangan hama babi hutan. Namun cara berburu yang seperti ini mereka rasa tidak efektif lagi, sehingga mereka


(38)

mulai melakukan perburuan secara berkelompok, walaupun belum terorganisir dengan baik tetapi sudah memperlihatkan hasil yang cukup memuaskan.

Pada tahun 1975 salah seorang pemuka masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak yang bernama Datuk Nan Beco mulai merasakan kekurangan-kekurangan dari cara pelaksanaan berburu babi saat itu. Dia melihat bahwa pelaksanaan berburu secara berkelompok-kelompok berbagai tempat di Kanagarian tersebut. Oleh karena itu dia menginginkan untuk menyatukan para pemburu-pemburu tersebut kedalam suatu wadah perkumpulan berburu babi.

Ide Datuk Nan Beco ini berhasil, dia berhasil menyatukan beberapa buah Jorong di Kanagarian Kamang Mudiak itu kedalam satu wadah organisasi. Jorong-Jorong itu antara lain yaitu Jorong-Jorong Bansa, Babukik, Pakan Sinayan, Pauh dan Aia Tabik. Pada saat itu Datuk Nan Beco juga membentuk persatuan buru babi yang sifatnya Kanagarian sebagai wadah bagi para penggemar permainan ini. Dan pada masa itu juga dipilih seoarang ”tuo buru”. Jabatan sebagai tuo buru merupakan jabatan tetap selama tuo buru itu aktif mengikuti perburuan.

Tujuan pembentukan persatuan buru babi yang sifatnya Nagari ini adalah untuk menyatukan kelompok-kelompok yang ada di Kanagarian Kamang Mudiak tersebut kedalam suatu wadah organisasi. Pelaksanaanya bukan lagi terpecah-pecah, semua menjadi satu.

Sasaran perburuan pada saat itu mereka lakukan secara bergiliran antara satu desa dengan desa lainnya, begitulah seterusnya. Sekitar tahun 1996 organisasi buru babi di Kanagarian Kamang Mudiak semakin berkembang dan semakin diminati oleh berbagai lapisan masyarakat. Mereka mulai mengadakan acara perburuan secara


(39)

besar-besaran dengan mengundang persatuan buru babi yang ada di Sumatera Barat ini. Pelaksanaan buru besar-besaran ini menyebabkan Persatuan Buru Babi di Kanagarian Kamang Mudiak ini dikenal oleh masyarakat pecandu buru babi.

2.3. Lokasi dan Keadaan Alam

Kanagarian Kamang Mudiak terletak di Kecamatan Kamang Magek. Kanagarian ini berjarak lebih kurang 4 Km dari Kecamatan Kamang Magek dan dengan ibu kota Kabupaten berjarak 70 Km dan 112 Km dari Ibu kota Propinsi. Kanagarian ini berada diwilayah Kabupaten Agam dan Kotamadya Bukittinggi, Padang Sumatera Barat.

Kanagarian Kamang Mudiak ini juga terletak berdekatan dengan Nagari-Nagari lain yang ada di wilayah ini. Adapun batas-batas Nagari-Nagari ini adalah:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Pasir Laweh - Sebelah Selatan berbatasan dengan Koto Tangah - Sebelah Barat berbatasan dengan Koto Rantang - Sebelah Timur berbatasan dengan Kamang Hilir

Secara administratif Kanagarian ini dibagi atas 8 Jorong yaitu Jorong Pauh, Jorong Durian, Jorong Air Tabit, Jorong Pakan Sinayan, Jorong Bansa, Jorong Babukik, Jorong Halalang dan Jorong Padang Kunyik. Setiap jorong dikepalai oleh seorang Kepala Jorong dibawah kepemimpinan Wali Jorong. Letak setiap Jorong ini cukup berjauhan dimana, jarak antara Jorong lebih kurang 2 Km.

Kanagarian Kamang Mudiak mempunyai daerah seluas 6.264 Ha, yang terdiri atas sawah 1.016 Ha. Ladang 1.046 Ha. Pekarangan 476 Ha dan hutan 2.480 Ha.


(40)

Kanagarian Kamang Mudiak terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian 900 dari permukaan laut. Mempunyai iklim sedang dengan curah hujan 2500 Mm/tahun, hujan banyak turun pada bulan September sampai dengan Januari, dengan suhu udara 32 oC. Jenis tanah tergolong sangat subur dan berpori. Sehingga sangat cocok untuk pertanian.

Jenis tanaman yang terdapat di Kanagarian Kamang Mudiak adalah jenis tanaman tua yaitu kelapa, cengkeh dan kulit manis, disamping itu juga terdapat tanaman yang diusahakan sendiri oleh masyarakat yang bergerak dibidang pertanian seperti padi, jagung, cabe, tomat dan sayur-sayuran. Selain dari tumbuh-tumbuhan juga terdapat hewan ternak seperti sapi, ayam, kambing, kerbau, itik dan juga terdapat kolam ikan untuk kebutuhan sehari-hari.

Masyarakat Kamang Mudiak sebagian besar memanfaatkan sumber air bersih dan air yang berasal dari mata air. Disamping itu juga ada memanfaatkan air yang berasal dari sumur dan air ledeng dengan memanfaatkan jasa PDAM. Air ledeng ini hanya baru bisa dimanfaatkan oleh dua Jorong yaitu Jorong Pakan Sinayan dan Jorong Durian.

Kondisi Jalan di Kanagarian Kamang Mudiak beraspal dan ada juga jalan yang masih berkerikil atau batu. Jalan beraspal terdapat sepanjang 19,7 Km, sedangkan jalan batu terdapat sepanjang 16,5 Km dengan 8,5 m. Untuk sampai di Kanagarian Kamang Mudiak dapat dicapai dengan naik mobil dari pusat kota Bukit tinggi sebagai Ibu Kota Kabupaten dengan waktu ± 3 jam dengan jarak ± 70 Km. Jarak Kanagarian Kamang Mudiak dari Ibu Kota Kecamatan 4 Km dan dapat


(41)

ditempuh dalam waktu 30 menit. Sedangkan dari Ibu Kota Propinsi berjarak 112 Km dengan waktu tempu ± 3 jam.

2.4 Keadaan Penduduk

Menurut data yang diperoleh dari Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Jumlah Penduduk Nagari ini pada tahun 2003 adalah 10. 781 jiwa. Jumlah 10.781 jiwa tersebut terdiri dari 2.586 Kepala Keluarga yang tersebar didelapan Jorong. Dari jumlah tersebut masyarakat Nagari Kamang Mudiak ini diklasifikasikan dalam beberapa klasifikasi yaitu menurut jenis kelamin, umur, pendidikan, agama, dan mata pencaharian.

2.4.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 2.4.1.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 5.200 48,23 %

2 Perempuan 5.581 51,77 %

Jumlah 10.781 100%

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 2.4.1. diatas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Kanagarian Kamang Mudiak Tahun 2003 berjumlah sebanyak 10.781 jiwa,yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 5.200 jiwa (48,23 %) dan penduduk perempuan berjumlah 5.581 jiwa (51,77 %).


(42)

2.4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Tabel 2.4.2.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No Penddikan Jumlah Persentase 1 Belum Sekolah 1322 12, 27 % 2 Tidak Tamat SD 2022 18, 76 %

3 SD 2366 21, 95 %

4 SLTP 3135 29, 07 %

5 SLTA 983 9, 11 %

6 DI-SI 953 8, 84 %

Jumlah 10.781 100%

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 2.4.2. diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan formal yang paling banyak di Kantor Wali Nagari, Kanagarian Kamang Mudiak adalah tamat SLTP sebanyak 3135 (29,07 %). Kemudian diikuti tamat SD sebanyak 2366 (21,95), sementara tamatan SLTA tidak berbanding terlalu jauh dengan tamatan SD, yaitu sebanyak 983 (9,11%) dari jumlah keseluruhan.

Penduduk yang tidak tamat SD masih cukup banyak, jika kita membandingkannya dengan kemajuan tingkat pendidikan sekarang pada umumnya, yaitu sebanyak 1322 (12,27 %). Tetapi, masyarakat yang buta huruf tidak ada lagi. Sedangkan untuk tamatan Akademi dan Universitas terdapat sebanyak 953 orang. Menurut keterangan yang diberikan sebagian penduduk, sebenarnya banyak anggota masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak yang telah menjadi sarjana atau sarjana muda hanya saja mereka berada diluar daerah Kanagarian Kamang Mudiak (Marantau) sehingga mereka tidak terdaftar lagi di Kantor Wali Nagari.


(43)

Tingkat pendidikan di Kanagarian Kamang Mudiak, boleh dibilang cukup bagus, walaupun belum banyak menamatkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maka dengan jalan apapun oarang tua akan mengusahakan uang kuliahnya, dan apabila anaknya tersebut tidak lulus tes untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri umumnya mereka tidak mau melanjutkan sekolah anaknya karena faktor ekonomi anaknya (biaya).

Walaupun begitu, ada juga sebagian orang tua yang mampu merasa malu kalau anaknya tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi, sehingga mereka tetap memaksakan anaknya walaupun ke Perguran Tinggi Swasta (PTS). Di Kanagarian Kamang Mudiak sarana penunjang pendidikan bagi masyarakat sudah ada delapan bangunan Sekolah Dasar (SD) masing-masing berada di Jorong Bansa, Jorong Pauh, Jorong Durian, Jorong Air Tabit, Jorong Pakan Sinayan, Jorong Babukit, Jorong Halalang, dan Jorong Padang Kunyik. Dan juga telah ada bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) serta 2 bangunan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan 5 bangunan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK).


(44)

2.4.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tabel 2.4.3.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

No Golongan Umur Jumlah Persentase

1 0-11 Tahun 372 3,46 %

2 1 - 5 Tahun 950 8,81 %

3 5 - 6 Tahun 527 4,89 %

4 7- 12 Tahun 1495 13,87 % 5 13 - 15 Tahun 802 7,44 % 6 16 - 18 Tahun 409 3,79 % 7 19 - 25 Tahun 1155 10,71 % 8 26 - 34 Tahun 1111 10,30 % 9 35 - 49 Tahun 1938 13,33 % 10 50 - 54 Tahun 586 5,43 % 11 55 - 59 Tahun 448 4,16 % 12 60 - 64 Tahun 535 4,96 % 13 65 - 69 Tahun 330 3,06 % 14 > - 70 Tahun 623 5,77%

Jumlah 10.781 100 %

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan Tabel 2.4.3. diatas, dapat dilihat bahwa penduduk Kanagarian Kamang Mudiak yang berusia 0-11 tahun sebanyak 372 orang (3,46 %), umur 1-5 tahun sebanyak 950 (8,81 %), Umur 5-6 Tahun 527 (4,89), Umur 7-12 tahun 1495 (13,87 %), umur 13-15 tahun sebanyak 802 (7,44 %), umur 16-18 tahun sebanyak 409 (3,79), umur 19-25 tahun sebanyak 1155 (10,71 %) umur 26-34 tahun sebanyak 1111 (10,30 %), umur 35-49 sebanyak 1938 (13,33 %), umur 50-54 tahun sebanyak 586 (5,43 %), umur 55-59 tahun sebanyak 448 (4,16 %), umur 60-64 tahun sebanyak 535 (4,96%), umur 65-69 tahun sebanyak (3,06 %), umur >-70 tahun sebanyak 623


(45)

(5,77 %). Kelompok umur yang paling sedikit adalah 60 tahun keatas yang berjumlah 330 orang yang terdiri dari laki-laki 163 orang dan perempuan sebanyak 167 orang.

3.4.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Tabel 3.4.4.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah Persentase

1 Islam 10.781 100 %

Jumlah 10.781 100 %

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 3.4.4 diatas, dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Kanagarian Kamang Mudiak adalah beragama Islam sebanyak 10.781 (100 %). Kehidupan masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak juga dilandasi oleh ”Tali Tiga Sapilin” yang berarti adanya tiga macam peraturan, ketiga macam peraturan yang dimaksud yaitu: pertama, Undang-Undang yang dibuat oleh pemerintah, kedua, Agama dan ketiga Adat. Ketiga peraturan itu berhubungan satu sama lainnya sekaligus berjalan sejajar dan saling mendukung. Sampai sekarang ketentuan tersebut tetap dipegang teguh oleh masyrakat Kanagarian Kamang Mudiak.

Masyarakat Kanagarian sangat kuat dalam memegang adat istiadat dan tradisi yang telah digariskan oleh nenek moyang yang merupakan ” adat yang tak lekang dek paneh dan tak lapuk dek hujan ” (adat yang takkan rusak sepanjang masa). Hal ini dilihat pada pelaksanaan upacara perkawinan, kelahiran bayi, katam Al-Qur’an


(46)

dan sebagainya. Begitu juga dalam masalah agama, tidak seorangpun dari anggota masyarakat Kanagarian ini yang tidak beragama islam.

Sepuluh buah Mesjid dan 32 Mushalla di Kangarian ini merupakan tempat beribadah sekaligus tempat pembinaan mental dan spritual bagi masyarakat yang seratus persen beragama islam. Pembinaan mental dan spritual ini dilakukan dengan jalan mengajak atau mengimbau masyarakat agar lebih tekun melaksanakan syariat islam. Dan sekali seminggu diadakan wirit atau pengajian agama dengan guru disamping mubaligh yang ada di Kanagarian Kamang Mudiak, juga secara bergiliran satu kali dalam sebulan didatangkan guru dari Kantor Urusan Agama Kecamatan dan mubaligh dari daerah lain.


(47)

3.4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tabel 3.4.5.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

1 Petani 6.522 84,90 %

2 Tukang 764 9,95 %

3 Pegawai Negeri 250 3,26 %

4 Pedagang 115 1,50 %

5 Pegawai Nagari 14 0,18 %

6 Perawat 8 0,10 %

7 Bidan 5 0,06 %

8 Pegacara 4 0,05 %

Jumlah 7.682 100 %

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 3.4.5. diatas, dapat dilihat bahwa penduduk di Kanagarian Kamang Mudiak sebagian besar bermata pencaharian pokok sebagai petani dan persentasenya diantara mata pencaharian yang lain sangat besar yaitu (84,90 %), dari seluruh mata pencaharian yang ada di Kanagarian Kamang Mudiak. Mata pencaharian ini diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang masyarakat dahulunya, dan juga ditunjang oleh kondisi lingkungan alam yang luas untuk pengembangannya.

Dengan luasnya wilayah dan banyaknya masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani ini, maka Kanagarian ini tidak pernah mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan pokok. Dengan lahan-lahan yang subur dan sumber air yang banyak serta rajinnya para petani Kanagarian ini menggarap lahannya maka


(48)

produksi terus meningkat. Bahkan hasil-hasil pertanian terutama beras diproduksi keluar daerah seperti Pekan Baru, Jambi.

Selain bermata pencaharian sebagai petani, 1160 jiwa (15,10 %) penduduk bermata pencaharian beragam seperti tukang, pegawai negeri, pegawai nagari, perawat, bidan dan pengacara.

Bekerja sebagai Pegawai Negeri merupakan suatu kebanggaan (Prestise) tersendiri bagi masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak, dan hal ini juga sama dengan pandangan masyarakat Kanagarian manapun di Kecamatan Kamang Magek. Dengan bekerja sebagai pegawai negeri, kehidupan akan terjamin walaupun pendapatannya sederhana. Oleh sebab itu mereka lebih senang apabila anak-anaknya tidak melanjutkan pekerjaan orang tuanya, sebagai petani.

Tukang juga merupakan pekerjaan yang mulai digemari oleh masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak yakni berupa tukang batu dan tukang kayu (perabot). Di Kanagarian Kamang Mudiak ini telah terdapat suatu tempat pembuatan meja, kursi, kusem, dan jendela, yang menampung tenaga kerja lebih dari 20 orang yang umumnya mereka tamatan SLTA dan SLTP yang tidak melanjutkan sekolahnya. Awalnya mereka hanya coba-coba dan karena banyak pesanan yang datang, mereka diperkerjakan sesuai dengan kemampuan mereka, mulai dari mengergaji, cat, memahat, dan lainnya. Setelah cukup pandai mereka disuruh mengerjakan yang lebih berbobot dan seterusnya menerima pesanan sendiri dan menggantungkan kehidupan mereka pada pekerjaan ini.


(49)

Berdagang adalah ciri khas keahlian yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau, juga tercermin pada masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak. Mereka berdagang dilingkunggan tempat tinggal mereka yaitu pasar-pasar terdekat di Kanagarian Kamang Mudiak jauhnya 3 km, dan 2 kali dalam seminggu yaitu hari Senin dan Jumat. Untuk hari selain hari-hari tersebut mereka tetap berdagang dimana ada pasar, walaupun jauhnya mencapai 9 km seperti Pakan Kamis.

Disamping mata pencaharian diatas, masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak juga berusaha dibidang lain seperti Perawat 8 orang (0,10 %), Bidan sebanyak 5 orang (0,06 %), Pengacara sebanyak 4 orang (0,05 %). Dan juga dibidang lain seperti beternak, mencari ikan di sungai dan buruh tani untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

2.5. Pola Pemukiman

Pola pemukiman adalah wujud atau bentuk pemukiman pada suatu daerah yang meliputi bentuk-bentuk rumah di pemukiman tersebut. Pola pemukiman penduduk di Kanagarian Kamang Mudiak adalah tertumpu pada satu areal, dimana areal itu berdasarkan pada pola pemukiman tanah keluarga atau suku misalnya: suku Koto memiliki satu areal, maka disana dibangun rumah-rumah penduduk yang berasal dari suku yang sama atau satu keluarga termasuk didalamnya ada rumah adat atau rumah gadang. Rumah-rumah di Kanagarian ini sebagian besar adalah rumah permanen dengan model yang sudah agak modern. Tetapi ada juga rumah permanen yang meniru rumah kota, sehingga rumah-rumah yang dari kayu sudah sulit ditemui karena sudah diganti oleh penghuninya dengan membuat rumah permanen.


(50)

Rumah adat di Kanagarian Kamang Mudiak juga sudah sulit ditemui hanya tinggal 7 buah itupun hanya dipakai apabila ada upacara-upacara adat atau kematian. Rumah-rumah tersebut tidak terawat lagi, hal ini disebabkan mereka sudah memiliki rumah masing-masing sehingga rumah gadang itu ditinggalkan saja. Pola pemukiman masyarakat Kamang Mudiak bersifat Uxorilokal yaitu adat menetap didekat kerabat istrinya. Hal ini disebabkan oleh sifat matrilineal orang Minagkabau, dimana keturunan dihitung dari kerabat ibu, sehingga pola tempat tinggal mereka sebagian besar saling berdekatan dengan sanak saudara mereka yang lainnya.

2.6. Sarana Dan Prasarana 2.6.1. Sarana Pendidikan

Tabel 2. 6. 1. Sarana Pendidikan

Sarana Pendidikan Jumlah Persentase

1 TK 5 22,72%

2 SD 12 54,55%

3 SLTP 3 13,63%

4 SLTA 2 9,10%

Jumlah 22 100%

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 2.6.1 diatas, dapat dilihat bahwa sarana pendidikan yang ada di Kanagarian Kamang Mudiak dirasa sudah cukup memadai. Sarana pendidikan yang ada dimulai dari tingkat pendidikan yang rendah sampai ke SLTA. Bangunan


(51)

sekolah yang ada di Kanagarian Kamang Mudiak berjumlah 22 buah. Bangunan Sekolah terdiri dari 5 buah bangunan Taman Kanak-Kanak (TK), 12 buah bangunan Sekolah Dasar (SD), 3 buah bangunan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan 2 buah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan saat sekarang ini. Penduduk Kanagarian juga menganggap pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Orang tua tidak menginginkan anaknya menjadi orang yang tidak berpendidikan nantinya disaat hidup semakin ketat persainganya. Maka pendidikan dijadikan faktor yang sangat penting dalam kehidupanya.

2. 6. 2. Sarana Ibadah

Tabel 2. 6. 2. Sarana Ibadah

No Sarana Ibadah Jumlah Persentase

1 Mesjid 10 buah 23,80%

2 Mushalla 32 buah 76,20%

Jumlah 42 buah 100%

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 2. 6. 2. diatas, dapat dilihat bahwa Sarana Ibadah yang terdapat di Kanagarian Kamang Mudiak ini merupakan sarana Ibadah untuk agama Islam. Bangunan sarana Ibadah yang ada berupa Mesjid dan Mushalla. Bangunan untuk Ibadah yang paling banyak yaitu berupa Mushalla yaitu sebanyak 32 buah Mesjid hanya berjumlah 10 buah.


(52)

2.6.3. Sarana Olahraga

Tabel 2.6.3. Sarana Olahraga

No Sarana Olahraga Jumlah Persentase 1 Lapangan bulu tangkis 4 buah 57,16%

Lapangan voley ball 1 buah 14,28% Lapangan bola basket 1 buah 14,28% Stadion 1 buah 14,28%

Jumlah 7 buah 100%

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan Tabel 2.6.3. diatas, dapat dilihat bahwa kegiatan olahraga masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak sangat baik. Terbukti dengan tersediannya banyak olahraga yang cukup memadai dan tersebar merata disetiap Nagari. Di Kanagarian ini terdapat 4 buah lapangan bulu tangkis, 1 buah lapangan bola volli, 1 buah lapangan bola basket dan 1 buah stadion. Sarana olahraga ini kebanyakan terdapat di Jorong Durian dan Jorong Aia Tabik. Sarana olahraga ini tersedia cukup memadai karena masyarakatnya sering melaksanakan pertandingan olahraga dengan warga masyarakat dari Nagari lain.

2.7. Sistem kekerabatan

Masyarakat Minangkabau mempunyai ciri khas diantara suku bangsa lain yaitu sistem kekerabatan menurut garis keturunan ibu yaitu sistem matrilineal. Adapun ciri-ciri khas tentang ke-matrilinealan antara lain: sistem perkawinannya bersifat eksogami suku atau kawin dengan orang diluar suku, tempat tinggal bersifat


(53)

matrilokal yaitu suami tinggal di tempat kerabat istrinya setelah nikah dan sistem kekerabatan menurut garis ibu serta kekuasaan ada di tangan mamak.

Pada masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak ciri-ciri khas tersebut sampai sekarang masih dipakai terutama ciri-ciri 1 dan ciri-ciri 3. Ciri-ciri kedua walaupun telah ada yang menempati rumah baru (neolokal) setelah perkawinan, tetapi umumnya masih tinggal di tanah atau areal kerabat istrinya. Sedangkan ciri-ciri ke empat yaitu kekuasaan ada ditangan mamak, sekarang telah mengalami pergeseran, dimana seorang mamak pada masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak tidak lagi berkuasa penuh terhadap kemenakannya maupun saudara-saudara perempuanya. Hal ini bukan berarti bahwa peranan mamak tidak ada sama sekali, untuk urusan yang berkaitan dengan upacara (ceremonial) seperti kematian, pesta pernikahan dan sebagainya, peranan mamak besar sekali.

Hal-hal yang bersifat pribadi menyangkut kehidupan rumah tangga kemenakan atau saudara perempuannya seperti pemilihan jodoh. Peranan mamak hampir tidak ada. Hal ini disebabkan karena pertama, mulai beralihnya sistem kekerabatan masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak dari pola lama seperti halnya masyarakat Minangkabau tradisional yakni keluarga luas (ekstended family), yang memberikan peluang berkuasanya seorang mamak terutama mamak kepala waris terhadap saudara perempuannya kepada sistem kekerabatan yang bersifat keluarga batih (nuclear family). Kedua, hal tersebut mengakibatkan kecenderungan laki-laki masyarakat Kanagarian ini, lebih banyak memperlihatkan kepentingan keluarga batihnya. Sedangkan kepentingan kemenakan atau anak dari saudara perempuannya sudah menjadi tanggung jawab suami perempunnya (urang sumando).


(54)

BAB III

BURU BABI DI KANAGARIAN KAMANG MUDIAK

3.1. Gambaran Umum Berburu Babi di Kanagarian Kamang Mudiak

Sesuai dengan kondisi di Kanagarian Kamang Mudiak yang sebahagian besar 60 % merupakan hutan 19 % terdiri dari semak belukar dan potensinya untuk mendukung sebagai tempat hidup dan berkembang biak babi hutan dan satwa liar lainnya. Hal ini sangat menguntungkan untuk kegiatan berburu babi secara tradisional yang dilaksanakan oleh masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak. Serta oleh Persatuan Olah Raga Buru Babi Indonesia (PORBBI) yang datang dari Kotamadya Padang. Adapun jadwal berburu babi tersebut disepakati secara bersama-sama oleh peserta yang telah diputuskan melalui musyawarah. Pada umumnya aktivitas berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak ini dilakukan pada hari-hari libur seperti hari minggu, tapi ada juga yang melakukannya pada hari rabu dan hari-hari lainnya.

3.2. Beberapa Jenis Buru Babi

Seperti telah diuraikan pada tulisan sebelumnya bentuk permainan berburu babi dapat dikategorikan kedalam bentuk permainan yang bersifat rekreatif. Pada umumnya kegiatan berburu babi itu diadakan pada hari libur seperti hari minggu tetapi ada juga yang diadakan pada hari lain, setiap hari rabu, sabtu dan sebagainya.

Di Kanagarian Kamang Mudiak berburu babi banyak pula macamnya yaitu berburu besar-besaran, berburu biasa dan berburu rabu.


(55)

3.2.1. Berburu Besar-besaran (Baburu Alek)

Berburu besar-besaran Kanagarian Kamang Mudiak diadakan minimal tiga kali dalam setahun. Biasanya berburu besar-besaran ini diadakan berkaitan dengan hari-hari penting bagi masyarakat seperti menyambut 17 Agustus, menyambut perang Kamang, dan hari- hari bersejarah. Buru babi jenis ini, disamping diikuti oleh warga Kamang Mudiak sendiri juga diundang Persatuan Buru Babi yang ada di Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Undangan disampaikan kepada ketua-ketua buru masing-masing Nagari, kemudian disebarkan kepada seluruh anggota-anggota yang ada pada masing-masing Nagari.

Pada pelaksanaan bentuk perburuan “Baburu Alek” dimana pada bentuk perburuan ini terdapat sidang-sidang adat untuk mencari mufakat dalam rangka meminjam “suntiang ninik mamak” sebagai lambang dari kebanggaan ninik mamak di Minangkabau terhadap permainan berburu babi. Seusai sidang adat ini maka aktivitas dilanjutkan dengan acara utama yaitu perburuan yang diikuti kelompok “Janang” dan kelompok “alek”. Kelompok Janang adalah kelompok pelaksana kegiatan berburu babi yang terdiri dari muncak-muncak buru dan kapalo mudo dari daerah asal pelaksanaan kegiatan berburu, sementara kelompok “Alek” adalah orang-orang yang datang bertandang untuk ikut serta dalam kegiatan berburu babi didaerah yang mengadakan perburuan. Orang-orang ini adalah para pecandu permainan buru babi yang datang dari daerah lain baik yang berasal dari kota maupun desa-desa tetangga.


(56)

Buru besar-besaran ini pelaksanaannya khusus pada hari minggu. Nagari yang menjadi tuan rumah harus menyediakan fasilitas bagi tamu-tamu yang datang seperti tempat istirahat dan tempat parkir.

Pada pelaksanaan buru babi besar-besaran ini peserta akan datang dengan perlengkapan perburuan yang baik dan biasanya suasana sangat meriah. Pihak tuan rumah akan menanti tamu-tamu yang datang yang ikut dalam acara perburuan tersebut sehingga penyambutan berkesan meriah dan sebagai petunjuk bagi peserta yang datang pada lokasi perburuan, dipasanglah spanduk selamat datang dijalan-jalan yang akan dilalui oleh para pemburu tersebut. Lokasi menuju arena akan dipasang aneka warna umbul-umbul. Para undangan yang datang dari jauh biasanya datang lebih awal, oleh karena itu pihak tuan rumah akan menyediakan tempat istirahat. Biasanya pada malam harinya para peserta akan dihibur dengan “ saluang dan dendang “.

3.2.2. Buru Biasa ( baburu biaso)

Jenis buru ini hanya dilibatkan Nagari yang mengadakan acara perburuan saja, seperti Nagari-Nagari disekitarnya. Mereka tidak mengundang Nagari-Nagari yang letaknya berjauhan, tetapi tidak pula melarang kalau seandainya ada yang ikut meramaikan acara tersebut.

Buru babi jenis ini merupakan kegiatan rutin tiap minggu bagi persatuan buru babi Kanagarian Kamang Mudiak. Penentuan lokasi perburuan berdasarkan atas kesepakatan bersama para peserta, tapi biasanya mereka memilih tempat-tempat yang banyak babinya.


(57)

3.2.3. Berburu Rabu (Baburu Rabu)

Berburu ini diadakan pada hari Rabu, yaitu berburu yang dilakukan sepulang kerja. Pelaksanaannya tergantung pada kesepakatan para pemburu yang ada di Kanagarian Kamang Mudiak. Menginggat dari keadaan buru ini dengan waktu yang pendek maka sifatnya hanyalah lokal, yaitu berburu yang dilakukan oleh masing-masing rayon sehingga peseratanya tidak begitu banyak.

Lokasi tempat berburu ini tidak ditentukan, tapi dilaksanakan pada salah satu yang dianggap banyak babinya, yang ada dirayon tersebut. Berburu ini diadakan satu kali dalam seminggu.

3.3. Anjing Pemburu

Anjing pemburu adalah binatang yaitu anjing yang diajarkan yang dilatih mengejar binatang liar tertentu yaitu babi, sehingga binatang ini menjadi binatang yang penurut mau diperintah oleh manusia, terutama orang yang melatihnya yaitu tuannya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa binatang anjing adalah binatang yang sangat tajam penciumannya, sehingga semua binatang yang menjadi mangsanya dapat ditelusuri dan dikejarnya dengan cepat. Kalau ditelusuri sejarah dalam hal menggunakan anjing sebagai alat pemburu binatang adalah suatu yang telah biasa dipakai umat manusia semenjak zaman purbakala sampai sekarang ini. Bangsa Arab Purba telah memakai binatang anjing untuk melaksanakan pemburuan, meskipun perburuan dimasa itu tidak memburu babi, tapi yang jelas binatang anjing sudah dijadikan sarana untuk melaksanakan perburuan. Jadi bukanlah suatu masalah yang


(58)

baru, anjing dipakai sebagai binatang yang bisa dan sanggup memburu binatang. Tapi tidaklah setiap anjing pandai memburu babi dengan baik, melainkan apabila dilatih atau diajarkan lebih dahulu.

Anjing yang tidak pandai berburu disebabkan anjing itu kurang mendapat latihan yang serius atau tidak dilatih sama sekali, sehingga anjing itu tidak bisa dipakai untuk berburu. Namun tidak semua anjing dapat dijadikan anjing pemburu. Anjing pemburu umumnya mempunyai ciri-ciri khusus bila dibandingkan dengan anjing yang bukan pemburu.

3.3.1. Ciri- Ciri Anjing Pemburu

Untuk melihat ciri-ciri anjing pemburu,orang biasanya pertama sekali melihat bentuk dari telinga dan ekor anjing tersebut. Telinga anjing itu harus tegak (berdiri), disertai dengan ekor agak pendek dan juga harus berdiri. Dari ciri-ciri tersebut orang akan tahu bahwa anjing tersebut mempunyai pendengaran yang bagus. Setelah syarat yang pertama maka barulah diperiksa ciri-ciri yang lain. Ciri-ciri tersebut antara lain, harus mempunyai pusar-pusar yang ada dibelakang telinga haruslah sepasang atau kalau tidak harus polos (tidak ada sama sekali).

Setelah selesai memeriksa ciri-ciri yang berbentuk tanda itu, barulah dilanjutkan dengan melihat bentuk fisik anjing tersebut, bentuk badan agak besar, badan panjang dan dada lebar (kembang) disertai dengan bentuk kaki tebal dan disertai dengan bentuk kuku yang pendek-pendek.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Carter, Voves.

1978 Mamalia Darat Indonesia. Jakarta: PT. Intermasa.

Danandjaja, James.

1984 Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: PT

Graffities Press. Davidson

1998 Skripsi, Buru Babi Sebagai Alternatif Pengembangan Objek Wisata Buru (Studi Antropologi Wisata di Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung).

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Andalas Padang. Dt. Gampo, Marajo, D.

1999 Bunga Rampai Perang Kamang 1908. Kamang Mudiak. Medio.

Depdikbud.

1992-1993 Transformasi Nilai Melalui Permainan Rakyat Daerah Istimewa

Yogyakarta. Direktorat. Jenderal Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan

Nilai Tradisional. Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.

Geertz, Clifford

1992 Tafsir Kebudayaan, Sekapur Sirih. Jakarta: Kanisius. Huizinga, Johan (terj).

1990 Homo Ludens. Fungsi dan Hakikat Permainan dalam Budaya. Jakarta:

LP3ES. Indra

1996 Berburu Babi di Kanagarian Pasir Talang Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok. (Studi Kasus Organisasi Buru Babi Nagari Pasir

Talang). Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Universitas Andalas Padang.

Koentjaraningrat.

1981 Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.

1985 Pokok Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.

1986 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Moleong, L. J.


(2)

Navis, A. A.

1980 Permainan Rakyat Daerah Sumatera Barat. Padang: Depdikbud

1979-1980. Poloma, M. Margaret

1987 Sosiologi Kontemporer. Jakarta: CV. Rajawali.

Purmadaminta, W. J. S.

1985 Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ritzer, G.

1980 Sosiologi Imu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: CV.

Rajawali. Soekmono

1973 Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid I. Yogyakarta: Kanisius. Suyono, Ariyono

1984 Kamus Antropologi. Jakarta: CV. Akademika Presindo.

Soeprayogi, Heri.

2005 Berburu Babi: Kajian Antropologi Terhadap Permainan Rakyat Minangkabau Sebagai Salah Satu Pembentuk Identitas Budaya Di Sumatera Barat. Makalah Disajikan Pada Jurnal Antropologi Sumatera

Universitas Negeri Medan. 2 Juni 2005 Di Universitas Negeri Medan: Medan.

Spradley, James. P.

1980 Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Widjaja, A. W.

1986 Manusia Indonesia, Individu Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: CV.

Akademika Presindo. Wolf, Eric.

1983 Petani, Suatu Tinjauan Antropologis. Diterjemahkan Oleh YIIS.

Jakarta: CV. Rajawali. Yunus, Ahmad


(3)

DAFTAR ISTILAH

1. Suntiang : Mahkota (kebanggaan) 2. Pamenan de nan mudo : Permainan bagi kaum muda 3. Nagari : Daerah, tempat,atau wilayah 4. Baburu alek : Berburu besar-besaran 5. Baburu biaso : Berburu biasa

6. baburu rabu : Berburu rabu

7. Tuo buru : Orang yang dituakan dalam suatu nagari yang ada persatuan buru babinya

8. Induk buru : Orang yang bertugas mencari babi 9. Karan : Tempat kumpulan babi-babi hasil buruan 10. Kala : Kalung leher anjing

11. Kelompok janang : Kelompok pelaksana kegiatan berburu babi 12. Kelompok alek : Orang-orang yang datang ikut serta dalam

kegiatan berburu didaerah yang mengadakan perburuan


(4)

DAFTAR PERTANYAAN

1. Menurut Bapak, bagaimana proses jalannya permainan berburu babi? 2. Apakah ciri-ciri anjing pemburu yang baik?

3. Kenapa para pemburu menyukai anjing yang warna bulunya putih? 4. Apa Ras anjing yang disukai oleh para pemburu?

5. Bagaimana kriteria cara pemberian nama anjing pemburu?

6. Apakah peralatan dan perlengkapan yang dipakai dalam berburu babi? 7. Siapa peserta atau pelaku yang bisa terlibat didalam arena perburuan?

8. Bagaimanakah cara pembagian tugas didalam arena perburuan, jika yang mengadakan acara tersebut tuan rumah?

9. Apakah fungsi manifes dalam permainan berburu babi dan apa manfaatnya dalam kehidupan masyarakat?

10. Apakah fungsi laten dalam permainan berburu babi dan apa manfaatnya pada masyarakat setempat?


(5)

INFORMAN

1. Nama : Sutan Rajo Ameh Umur : 50 tahun

Alamat : Jorong Bansa, Kanagarian Kamang Mudiak Pekerjaan : Petani

2. Nama : Ifrizon Umur : 35 tahun

Alamat : Jorong Pakan Sinayan, Kanagarian Kamang Mudiak Pekerjaan : Wiraswasta

3. Nama : Labai Umur : 45 tahun

Alamat : Jorong Parik Panjang, Kanagarian Kamang Mudiak Pekerjaan : Wiraswasta

4. Nama : Sutan Pa Menan Umur : 53 tahun

Alamat : Jorong Halalang, Kanagarian Kamang Mudiak Pekerjaan : Petani

5. Nama : Malain Sa Ilan Umur : 56 tahun

Alamat : Jorong Babukik, Kanagarian Kamang Mudiak Pekerjaan : Tukang


(6)

6. Nama : Jasin Umur : 60 tahun

Alamat : Jorong Pakan Sinayan, Kanagarian Kamang Mudiak Pekerjaan : Guru SD

7. Nama : Kuto Umur : 35 tahun

Alamat : Jorong Durian, Kanagarian Kamang Mudiak Pekerjaan : Pegawai

8. Nama : Andi Umur : 30 tahun

Alamat : Jorong Bansa, Kanagarian Kamang Mudiak Pekerjaan : Wiraswasta

9. Nama : Pakiah Kayo Umur : 40 tahun

Alamat : Jorong Durian, Kanagarian Kamang Mudiak Pekerjaan : Pedagang

10. Nama : Sutan Umur : 41 tahun

Alamat : Jorong Bansa, Kanagarian Kamang Mudiak Pekerjaan : Petani