Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji mengenai perilaku masyarakat 1 perkotaan yang tinggal bantaran sungai, khususnya di kota Medan. Sebagai kota yang memiliki masa kejayaan pada masa lalu, Medan telah tumbuh dan berkembang menjadi kota besar, memberikan banyak alternatif bagi siapapun yang berani, mau bekerja keras untuk meraih kesuksesan di kota terbuka ini opened city 2 Pada umumnya kota-kota di Indonesia memiliki sistem drainase . Sebuah kota harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana, agar penduduknya dapat hidup layak dan nyaman. Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan efisiensi dari prasarana ini akan menjaga kesehatan dan kestabilan sistem sosial kota, menjamin kelangsungan perekonomian dan aktivitas bisnis serta menentukan kualitas hidup masyarakat kota. 3 1 Secara sederhana masyarakat dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri atas peranan-peranan dan kelompok-kelompok yang saling berkaitan dan saling pengaruh-mempengaruhi, yang dalam mana kelakuan dan tindakan-tindakan manusia diwujudkan. yang buruk. Akibatnya sering terjadi banjir dan genangan-genangan yang menyebabkan penduduk 2 Piolina. Banjir di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971 – 1990-an. Skripsi, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009. 3 Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng., drainase adalah mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi danatau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. http:id.wikipedia.orgwikiDrainase diakses 21 April 2013, pukul 09.35 WIB Universitas Sumatera Utara merasa tidak nyaman dan tidak aman untuk menjalankan kehidupannya. Banjir merupakan suatu fenomena alam yang dapat terjadi baik pada sungai yang memiliki aliran sepanjang tahun sungai permanen maupun pada sungai yang memiliki aliran hanya pada musim hujan saja sungai intermiten. Indonesia memiliki 5.590 sungai induk, yang sebagian diantaranya memiliki potensi menimbulkan banjir. 4 Banjir adakalanya terjadi dengan waktu yang cepat dengan waktu genangan yang cepat pula, tetapi adakalanya banjir terjadi dengan waktu yang lama dengan waktu genangan yang lama pula. Banjir bisa terjadi karena curah hujan yang tinggi, luapan dari sungai, tanggul sungai yang jebol, luapan air laut pasang, tersumbatnya saluran drainase atau bendungan yang runtuh. Banjir berkembang menjadi bencana jika sudah menimbulkan korban jiwa dan kerusakan properti dan fasilitas infrastruktur. Banjir dapat disebabkan oleh faktor alam, meliputi curah hujan yang tinggi, kapasitas alur sungai yang tidak mencukupi, aliran anak sungai yang tertahan oleh aliran induk sungai, terjadinya akumulasi debit puncak sungai induk dan anak sungai di pertemuan sungai pada waktu yang sama, terjadi pembendungan air sungai di muara akibat pasang dari laut, adanya penyempitan alur sungai atau ambang alam, adanya hambatan aliran oleh faktor geometri alur sungai berupa belokan-belokan sungai, endapan material di alur sungai dan kemiringan dasar sungai yang landai, yang memungkinkan terjadinya agradasi dasar sungai juga penyebab alamiah yang menimbulkan banjir. 4 Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Air. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengurangan Resiko Bencana Banjir. Surakarta, Desember 2011. halaman 1 Universitas Sumatera Utara Indonesia memiliki curah hujan yang cukup tinggi dan bervariasi, antara 1.000 - 4.000 mm setahun dengan angka penguapan antara 1.200 - 1.400 mm per tahun. Sekitar 25 - 35 air hujan yang jatuh menjadi aliran mantap berupa base flow. Sisanya menjadi aliran tidak mantap mengalir dalam bentuk banjir dan aliran permukaaan. 5 Seperti yang diketahui, bencana banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada pertengahan Januari 2013 menyebabkan Jakarta dinyatakan dalam keadaan darurat. Banjir ini sudah dimulai sejak Desember 2012, dan baru mencapai puncaknya pada Januari 2013. Selain curah hujan yang tinggi sejak Desember 2012, sistem drainase yang buruk, dan jebolnya berbagai tanggul di wilayah Jakarta, telah menyebabkan meningkatnya volume aliran air di 13 sungai yang melintasi Jakarta; Bogor, Bekasi, Depok, dan Tangerang juga mengalami hal yang sama. Hingga pertengahan Januari 2013, Jakarta tercatat mencapai rekor curah hujan hingga 250 - 300 mm, melebihi kondisi banjir Jakarta 2002 yang mencapai 200 mm, namun masih di bawah kondisi banjir Jakarta 2007 yang mencapai 340 mm. http:id.wikipedia.orgwikiBanjir_Jakarta_2013 diakses 4 April 2013, pukul 10.00 WIB Kepala BPPT, Tri Handoko Seto menyatakan bahwa gelombang atmosfer, angin muson 6 osilasi diurnal dan adalah penyebab tingginya curah hujan. Massa udara dari laut China selatan dan India bergerak ke selatan menuju pusat tekanan rendah di 5 Sabo Technical Centre. Tt. Tinjauan Bencana Alam Sedimen di Indonesia. Tidak diterbitkan. 6 Angin muson atau angin musim, adalah angin periodik yang terjadi terutama di Samudra Hindia dan sebelah selatan Asia. Kata ini juga digunakan untuk menyebut musim di saat angin ini bertiup dari arah barat daya di India dan wilayah-wilayah di sekitarnya yang ditandai dengan curah hujan yang besar serta hujan yang dikaitkan dengan angin jenis ini. http:id.wikipedia.orgwikiMuson diakses 8 Mei 2013, pukul 13.00 WIB Universitas Sumatera Utara Australia. Massa udara ini kemudian mengalami pembelokan di sekitar Jakarta, akibat tekanan rendah di Samudera Indonesia, di sebelah barat daya Jakarta. Banjir juga dapat disebabkan oleh perilaku manusia. Misalnya aktifitas manusia mengembangkan daerah pemukiman di sepanjang tepi alur sungai, adanya perubahan tata guna lahan di Daerah Pengaliran Sungai DPS 7 Kota-kota besar di Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk karena laju pertumbuhan penduduk dan migrasi yang cukup besar. Lahan-lahan yang sebelumnya menjadi Ruang Terbuka Hijau RTH dijadikan area permukiman dan berbagai fasilitas lain. Letak geografis juga sangat mempengaruhi keadaan lingkungan suatu daerah. Faktor ini menyebabkan keuntungan dan kerugian bagi penduduk yang bertempat tinggal pada daerah tersebut. Salah satunya yang banyak merugikan manusia pada saat ini adalah bencana banjir yang secara matematis tidak dapat terelakkan. yang menyebabkan meningkatnya aliran permukaan. Bantaran sungai yang dimanfaatkan sebagai tempat permukiman dan ditanami tanaman keras dapat pula menjadi faktor penyebab banjir. Begitu juga dengan masalah banjir di kota Medan agaknya tidak terlepas dari kondisi geografis kota ini yang memang dilalui sejumlah sungai besar dan sungai kecil beserta beberapa anak sungai lainnya. Sungai besar yang membelah kota Medan adalah Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Percut, Sungai Kera dan Sungai Babura. Persoalan banjir di kota Medan ternyata kini sudah menjadi kronis dan berulang setiap tahun. Sebenarnya berbagai upaya telah dilakukan, dan tidak terhitung dana yang telah dikeluarkan melalui berbagai proyek penanggulangan banjir di kota ini, namun 7 DPS adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah tempat air meresap ke dalam tanah dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan. DPS sering juga disebut dengan Daerah Aliran Sungai DAS Universitas Sumatera Utara sampai sekarang banjir masih saja menghantui masyarakat kota Medan. Hal ini disebabkan karena banjir yang terjadi sekarang tidak hanya disebabkan karena jika hujan turun di hulu sungai Deli, hujan di kota Medan pun bisa menyebabkan banjir dan genangan-genangan air di mana-mana. Begitu pula sejumlah kawasan permukiman padat penduduk yang menjadi langganan rendaman banjir, terutama kalau hujan deras mengguyur di bagian hulu sungai-sungai yang melintas kota Medan. Untuk menuntaskan banjir, pihak Pemerintah Kota Medan pernah memakai jasa tim konsultan dari Belanda untuk menemukan jalan keluar untuk air yang selama ini membanjiri kota Medan. Dari penelitian tersebut, antara lain diidentifikasi masalah sedimentasi 8 Penelitian ini lebih difokuskan pada banjir di daerah Kampung Aur. Kampung Aur yang terletak di jalan Brigjen Katamso dan bisa juga di akses melalui jalan Letjen Suprapto. Kampung Aur tepatnya berada di bantaran Sungai Deli seringkali mengalami banjir, paling tidak sebulan sekali air pasti naik menggenangi rumah masyarakat, walaupun hanya sebatas lutut orang dewasa dan banjir tersebut diakibatkan oleh hujan gunung di Berastagi. atas drainase serta kecenderungan warga masyarakat yang selalu terbiasa membuang sampah ke sungai dan parit, hingga menyebabkan banjir selalu terjadi di Medan. 9 Dari hasil observasi, Kampung Aur ini termasuk ke dalam kategori permukiman kumuh 10 8 Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media , karena kualitas bangunan rumah tidak permanen, air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. http:id.wikipedia.orgwikiSedimentasi diakses 5 April 2013, pukul 20.15 WIB 9 Hasil wawancara dengan Pak Angkasa Silalahi pada tanggal 1 April 2013, pukul 11.00 WIB. 10 KUMUH dan KEKUMUHAN didefinisikan oleh program NUSSP adalah suatu lingkungan perumahan dan pemukiman yang kotor, tidak teratur, dimana banyak terdapat rumah tinggal warga yang Universitas Sumatera Utara kerapatan bangunan tinggi dan tidak teratur, prasarana jalan sangat terbatas sempit, tidak ada saluran drainase dan tempat pembuangan sampah sehingga masyarakat yang ada disana pada umumnya membuang sampah ke sungai. Kawasan bantaran Sungai Deli merupakan kawasan yang dikenal sebagai daerah banjir jika hujan deras mengguyur Kota Medan. Namun, hingga kini banyak warga yang masih bertahan untuk tetap tinggal di daerah tersebut, termasuk masyarakat Kampung Aur. Apalagi, tidak berfungsinya kanal dan proyek pembangunan perumahan di daerah itu merupakan sumber banjir. Penyempitan dan pendangkalan sungai, membuat air dengan cepat meluap. Bahkan, banjir diperparah dengan adanya banjir kiriman dari daerah dataran tinggi di Kabupaten Tanah Karo serta buruknya sistem drainase yang tak sanggup menampung debit air. http:harianandalas.comMedan-KitaBanjir-Genangi- Rumah-Warga-di-Kampung-Aur, diakses 1 April 2013, pukul 18.55 WIB Diawal tahun 2013 yang lalu, hujan deras yang terjadi pada Kamis 2 Januari 2013 malam mengakibatkan rumah warga di Kampung Aur bantaran Sungai Deli, Jalan Letjen Suprapto, Medan Maimun kembali mengalami banjir. Banjir ini merupakan yang pertama di tahun 2013 ini dan hingga siang air baru mulai surut yang sempat mencapai hampir dua meter. Hujan deras pada Kamis malam menyebabkan Sungai Deli meluap dan menggenangi rumah. Banjir yang terjadi karena kiriman dari hulu. Warga yang sudah terbiasa menghadapi banjir ini, sudah bersiap menyelamatkan barang atau perabotan rumah tangga mereka ke tempat yang aman tidak layak huni yang disebabkan oleh ketidak mampuan warga akibat penghasilan rendah dan kepadatan penduduk, yang banyak terdapat di daerah perkotaan http:www.nussp.or.iddialogdetil.asp?mid=127catid=1 , diakses 3 April 2013 pukul 20.40 WIB Universitas Sumatera Utara http:www.aktual.conusantara133242kampung-aur-medan-terendam-banjir diakses 1 April 2013, pukul 17.30 WIB Sejak ada program PNPM Mandiri tahun 2012 yang lalu, pinggir Sungai Deli Kampung Aur yang dulu tidak tertata kini sudah cantik dan rapi. Pinggiran Sungai Deli sekarang sudah dibeton, sehingga masyarakat disana lebih mudah memanfaatkan pinggiran sungai untuk MCK. Rencananya Pemerintah Kota Medan di tahun 2013 ini akan melakukan pelebaran Sungai Deli dan pembetonan pinggir sungai, di Kampung Aur. Seandainya itu terjadi, maka rumah warga yang berada 20 meter dari bibir sungai akan tergusur. Menurut informasi yang beredar Pemko Medan sedang melakukan pendataan kepada penduduk, terutama yang berada di pinggiran sungai. Hal ini terkait dengan rencana Pemerintah Kota Medan yang ingin menjadikan Kampung Aur menjadi taman kota. Sebelum rencana ini dicanangkan, Pemerintah Kota Medan sudah menawarkan masyarakat untuk pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Rusunawa. Namun, masyarakat di Kampung Aur menolak Rusunawa tersebut, dengan berbagai macam alasan dan pertimbangan. Mayoritas mata pencaharian masyarakat disana adalah pedagang, sehingga dengan pembangunan rusunawa itu dianggap dapat mengurangi income masyarakat Kampung Aur. Ditambah lagi rumah yang mereka huni sekarang pada umumnya adalah milik turun temurun, sehingga akhirnya masyarakat Kampung Aur lebih memilih untuk tetap tinggal disana dan melakukan adaptasi, misalnya dengan mendirikan rumah panggung atau rumah sebatas dua lantai saja untuk mengantisipasi jika terjadi banjir. Universitas Sumatera Utara

1.2 Tinjauan Pustaka