menaikkan barang, menurunkan barang dari lantai dua. Kadangkan baru satu hari aja banjir surut, kami sudah bersih-bersih rumah, sudah turunkan barang-
barang, ehhh malamnya banjir lagi… terpaksa harus ngangkat-ngangkat lagikan?? Tapi dah biasalah kayak gitu. Anak-anak senang kalipun kalau banjir
datang, semua pada ngambil ban dan berenang-renang, kadang melompat dari jembatan HVA…. Karna udah sangking seringnya tempat ini banjir dek, nggak
pernah ada orang yang hanyut ataupun meninggal karna banjir.” Syarifah, 30 tahun
Spradley 1997:10 mengungkapkan bahwa kebudayaan sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan
untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka, dan sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka. Dengan kebudayaan
sebagai sistem pengetahuan yang di miliki oleh masyarakat Kampung Aur, mereka melewati proses belajar yaitu dengan melihat bagaimana keadaan sungai ketika banjir
hendak datang, dengan demikian mereka mampu menyusun strategi dan berkomunikasi dengan sesamanya, bagaimana caranya agar tidak ada korban jiwa. Dan dengan sistem
pengetahuan yang mereka miliki mereka mampu beradaptasi, salah satunya dengan membangun rumah menjadi dua tingkat.
3.3.2 Perilaku Masyarakat Kampung Aur Setelah Banjir Surut
Setelah banjir surut, hal yang pertama kali dilakukan oleh masyarakat Kampung Aur adalah membersihkan lingkungan dan rumah-rumah. Lumpur-lumpur disedot
dengan memakai alat penyedot lumpur. Alat penyedot ini merupakan milik bersama, di beli dari hasil sumbangan secara sukarela warga Kampung Aur. Lumpur-lumpur disedot
Universitas Sumatera Utara
dan di buang ke Sungai Deli, sampah-sampah dipilah-pilih, mana yang bisa dimanfaatkan di tumpuk menjadi satu bagian, sementara yang tidak bisa dimanfaatkan
di tumpuk menjadi satu bagian dan di buang ke Sungai. Semua warga Kampung Aur bekerja sama saling bahu membahu untuk membersihkan lingkungan mereka. Setelah
keadaan kembali kondusif dan lingkungan sudah bersih satu persatu warga mulai menurunkan barang-barang dari lantai dua rumah mereka, dan memulai aktivitas seperti
biasanya. Tingginya frekuensi banjir yang terjadi di Kampung Aur ini merupakan suatu
lahan yang dapat menghasilkan sesuatu yang lebih, terutama bagi para warga yang bisa melihat bagaimana caranya agar banjir tidak hanya membawa masalah bagi warga,
melainkan juga bisa memberikan manfaat. Suatu keadaan yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya, adalah beberapa
pemuda yang memang menjadi bagian dari warga di Kampung Aur ini bisa berpikir dan punya inisiatif untuk memanfaatkan sampah-sampah yang berserakan setelah banjir
surut, berupa sisa-sisa kemasan minuman dalam bentuk gelas plastik cup, maupun botol-botol plastik yang dapat dikumpulkan sebanyak mungkin dan dijual sebagai
barang-barang botot. Mengumpulkan barang-barang botot tersebut tidak hanya membantu dalam kegiatan membersihkan lingkungan dari sampah dan sisa-sisa banjir
hingga menjadi lebih bersih, melainkan membuat pemuda belajar untuk menjaga lingkungan mereka. Bagi bang Budi misalnya, merupakan salah satu warga yang
menggerakkan para pemuda Kampung Aur untuk melakukan hal demikian mengatakan: “Bukannya kami senang dengan sering datangnya banjir di Kampung Aur ini
dek, cuman kami hanya memanfaatkan saja banjir yang terjadi, yang membawa
Universitas Sumatera Utara
sampah-sampah. Ternyata sampah-sampah yang berupa gelas-gelas plastik minuman, botol-botol plastic ada pula kadang botol-botol kaca, bisa kami kutip
dan kami jual ke tukang botot. Lingkungan bersih, dapat pulak lagikan uang masuk…?? Uangnya bisa kami kumpulkan dan kami pergunakan untuk membeli
sekop sampah atau membantu membeli alat penyedot lumpur.” Budi Bahar, 43 tahun
Semua pemuda bahkan ada juga anak-anak yang ikut membantu sambil bermain lumpur senang melakukan kegiatan ini. peluang yang dimanfaatkan oleh para pemuda
Kampung Aur merupakan salah satu bentuk reaksi positif. Selain mereka membersihkan lingkungan dan mencegah lingkungan dari ancaman banjir susulan, paling tidak akan
mengurangi resiko adanya banjir akibat adanya penumpukan sampah di lingkungan Kampung Aur.
3.3.3 Adaptasi Oleh Masyarakat Kampung Aur