Penyebab Masyarakat Kampung Aur Bertahan

mudah naik ke lantai dua daripada harus naik ke jalan. Selain untuk menghindari barang-barang mereka hilang diambil oleh orang bukan warga Kampung Aur yang mencari kesempatan dalam keadaan terjepit.

3.3.4 Penyebab Masyarakat Kampung Aur Bertahan

Menteri Perumahan Rakyat sudah pernah mencanangkan akan mendirikan rumah susun sewa di Kampung Aur, tujuan adalah untuk peremajaan kota Medan dan mengatasi banjir yang kerap kali terjadi di daerah ini. Dengan cara rumah-rumah yang ada sekarang digusur dan masyarakat di paksa angkat kaki dari Kampung ini. Namun masyarakat Kampung Aur, menolak hal tersebut. Karena menurut mereka lahan yang ada sekarang ini adalah kaum mereka yang menggarap, mereka yang susah payah merubah semak belukar menjadi permukiman yang ada. Masyarakat yang tinggal di Kampung Aur ini juga merupakan keturunan dari orang-orang yang dulunya membuka pertama kali permukiman ini. Hanya lingkungan IV yang disebut sebagai Kampung Aur, karena dulunya memang disinilah hutan dan semak bambu itu berada. Di lingkungan ini juga masyarakat Minang lebih banyak tinggal daripada di kelurahan Aur lingkungan yang lainnya. Kampung Aur sudah menjadi tempat tumbuh dan berkembang masyarakat Minang yang merantau ke Kota Medan. Berikut penuturan warga yang tetap bertahan di Kampung Aur: “Nenek lahir di Kampung Aur,besar di Kampung Aur, dapat jodoh dan menikah di Kampung Aur, sekarang anak-anak nenek semua sudah menikah dan mereka semua tinggal di Kampung Aur, cucu-cucu nenek juga lahir dan besar di Universitas Sumatera Utara Kampung Aur. Seolah-olah Kampung Aur ini bagi nenek adalah darah nenek. Walaupun sering banjir di tempat ini, tapi nenek akan tetap bertahan disini, banjirkan nggak tiap hari.” Rumiyati, 69 Tahun Seperti yang dikatakan Ibu Rumiyati, baginya Kampung Aur ini adalah tanah kelahirannya. Di Kampung Aur Beliau lahir dan di besarkan,bahkan di Kampung Aur jugalah Beliau harus mati. “Kalo disini kami tidak perlu membayar sewa rumah, karena ini merupakan rumah peninggalan orangtua saya sejak tahun 1944. Hanya sedikit di renovasi dan dinaikkan menjadi dua tingkat karena belakangan ini sudah seringkali terjadi banjir. Rasanya sayang kalau kami harus pergi dari tempat ini, semua saudara saya tinggal disini.” Rahman Nanda, 37 tahun Pak Rahman, merupakan generasi ketiga yang tinggal di rumah yang beliau tempati sekarang. Itulah membuat beliau tidak mau meninggalkan Kampung Aur karena sanak saudaranya juga bermukim di Kampung Aur. “Saya memang pendatang di tempat ini, tapi entah kenapa saya betah tinggal di Kampung Aur, rasanya nyaman. Yang saya lihat Ikatan kekeluargaan disini sangat kuat, jarang ada anggota warga yang kelahi, slek atau bentrok. Saya akui memang, saya seorang hindu tetapi mereka menghargai saya, tidak ada yang tidak saya kenal disini. kadang kalo anak saya sakit tetangga datang mengunjungi. Ada hari itu anak tetangga jatuh dari loteng dan patah tangan, kami ibu-ibu disini saling bekerja sama mengumpulkan uang untuk membantu biaya pengobatan, yahh walaupun tidak seberapa, tapi kami semua ikhlas.” Pudjakesuma, 35 tahun Seorang Ibu pendatang yang sudah menetap di Kampung Aur selama 10 tahun Universitas Sumatera Utara mengakui bahwa beliau adalah seorang hindu, beliau merasakan bagaimana ikatan kekeluargaan yang ada di Kampung Aur, saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Itu yang membuat beliau merasa sudah nyaman tinggal di Kampung Aur. Letak Kampung Aur yang strategis, berada di pusat kota, dekat dengan keramaian, mudah mendapatkan transportasi, sehingga memudahkan masyarakat Kampung Aur yang tidak memiliki kendaraan pribadi untuk bepergian. Dekat dengan pusat perbelanjaan, pajak central, medan mall dan tempat wisata seperti istana maimun, Tjong A Fie, Merdeka Walk adalah salah satu faktor yang membuat masyarakat Kampung Aur enggan untuk meninggalkan tempat ini.

3.4 Perilaku Developer Sebagai Faktor Penyebab Banjir Normalisasi Sungai Deli