Spektrofotometer infra merah transformasi fourier – FTIR

yang unik, sehingga juga disebut sebagai daerah sidik jari fingerprint region. Oleh karena itu, dua senyawa dikatakan sama apabila pada daerah 4000-2000 cm -1 dan 2000-400 cm -1 menunjukkan pola yang sama Haska, 2012.

2.6.1 Spektrofotometer infra merah transformasi fourier – FTIR

Pada dasarnya spektrofotometer FTIR Fourier Transform Infra Red sama dengan spektrofotometer IR dispersi. Perbedaaannya adalah pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel. Dasar pemikiran spektrofotometer FTIR adalah dari persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier 1768-1830, seorang ahli matematika dari Perancis. Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah frekuensi. Perubahan gambaran intensitas gelombang radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekuensi atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier Fourier Transform Haska, 2012. Pada sistem optik peralatan instrumen FTIR dipakai dasar daerah waktu yang non dispersif. Sistem optik spektrofotometer FTIR dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak dan jarak cermin yang diam. Perbedaan jarak tempuh radiasi disebut retardasi. Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram.Sedangkan sistem optik dari spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer Universitas Sumatera Utara disebut sebagai sistem optik Fourier Transform Infra Red Sastrohamidjojo, 1992. Pada sistem optik FTIR digunakan radiasi LASER Light Amplification by Stimulated Emmission of Radiation yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor utuh dan lebih baik.Detektor yang digunakan dalam spektrofotometer FTIR adalah TGS Tetra Glycerine Sulphate atau MCT Mercury Cadmium Telluride. Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, dan sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah Haska, 2012. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara deskriptif yang meliputi pengumpulan dan pengolahan bahan tumbuhan, pemeriksaan karakteristik simplisia, isolasi natrium alginat menggunakan pemutih hidrogen peroksida dengan berbagai konsentrasi yaitu 1; 2; 3; 4 dan 5. Identifikasi natrium alginat dilakukan secara kualitatif, penetapan rendemen, karakterisasi natrium alginat meliputi penetapan susut pengeringan, penetapan viskositas, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, skrining fitokimia dan identifikasi gugus fungsi dengan cara spektrofotometri inframerah.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, alumunium foil, blender National, cawan porselin berdasar rata, krus porselin bertutup, desikator, tanur Nabertherm, lemari pengering, oven Memmert, hot plate Fissons, mikroskop Olympus, termometer, penangas air Yenaco, indikator universal, spatula, botol timbang, neraca kasar Home Line, neraca analitis Vibra AJ, seperangkat alat penetapan kadar air, spektrofotometri FTIR Shimadzu, pH-meter, viskometer Brookfield Brookfield Engineering Laboratories, kaca objek, kaca penutup, krus porsolen, kain flanel, mortir dan stamfer. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid Dari Ekstrak N-Heksan Rumput Laut Turbinaria Ornata (Turner) J. Agardh

11 91 78

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 6 69

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 0 13

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 0 2

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 0 3

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 0 9

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 3 3

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

0 0 19

Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid Dari Ekstrak N-Heksan Rumput Laut Turbinaria Ornata (Turner) J. Agardh

0 1 22

Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid Dari Ekstrak N-Heksan Rumput Laut Turbinaria Ornata (Turner) J. Agardh

1 1 14