3.8.3 Penetapan kadar abu total
Penetapan kadar abu dilakukan sama seperti penetapan kadar abu total terhadap simplisia Depkes, 1980.
3.8.4 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam.
Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan sama seperti penetapan kadar abu tidak larut dalam asam terhadap simplisia Depkes, 1980.
3.8.5 Penetapan pH
Sebanyak 3 g natrium alginat dilarutkan dalam air suling kemudian dicukupkan hingga 200 ml. Larutan tersebut diukur pH-nya menggunakan pH
Meter Apriyantono, dkk., 1989. Perlakuan diulang 3 kali triplo.
3.8.6 Penetapan viskositas
Viskositas natrium alginat diukur dengan menggunakan viskosimeter Brookfield
Brookfield Engineering Laboratories, yaitu dengan cara: beaker glass berisi sampel diletakkan dibawah tempat spindel, dipasang spindel sesuai
nomor, lalu spindel diturunkan hingga permukaan cairan mencapai batas spindel. Diatur kecepatan, kemudian tekan tombol ON untuk menghidupkan.
Lihat dengan teliti jarum yang bergerak pada skala hingga jarum stabil pada skala tertentu, viskositas ditentukan dengan: viskositas = faktor koreksi x skala
terbaca. Pengukuran viskositas dilakukan pada konsentrasi natrium alginat 1 bv dalam air suling dan dinyatakan dalam sentipois cps Cottrell dan
Kovacs, 1980. Perlakuan diulang 3 kali triplo. Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 51.
Universitas Sumatera Utara
3.7.7 Karakteristik natrium alginat secara spektrofotometri inframerah FTIR
Identifikasi isolat secara spektrofotometri FTIR dilakukan dengan cara serbuk natrium alginat dicampur dengan KBr kemudian ditekan hingga
diperoleh pelet, kemudian dimasukkan ke dalam alat spektrofotometri FTIR, diukur serapannya pada frekuensi 4000-400 cm
-1
. Data spektrum inframerah natrium alginat hasil isolasi dan natrium alginat pembanding dapat dilihat pada
Tabel 48, halaman 31 dan hasil spektrum inframerah natrium alginat hasil isolasi dan natrium alginat pembanding dapat dilihat pada Lampiran 14,
halaman 67.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Bahan Tumbuhan
Identifikasi bahan tumbuhan yang telah dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Jakarta, Indonesia
menunjukkan rumput laut yang digunakan adalah Turbinaria decurrens, divisi Phaeophyta, kelas Phaeophyceae, bangsa Fucales, suku Sargassaceae, marga
Turbinaria.
4.2 Hasil Karakteristik Tumbuhan Segar dan Simplisia
Hasil pemeriksaaan makroskopik tumbuhan segar yang diperoleh dari Turbinaria decurrens
Bory adalah memiliki bau yang khas, warna coklat tua, keras dan kasar, “batang” silindris, tegak, terdapat bekas percabangan,
panjang sekitar 7 cm, lebar 2 cm, memiliki holdfast bercabang. Bentuk “daun” kerucut segitiga, panjang 11-17 mm dan pinggir “daun” bergerigi tajam.
Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia diperoleh berupa “batang” dan “daun” yang menciut, berwarna coklat kehitaman, tidak berbau dan tidak
berasa, sedangkan hasil mikroskopik serbuk simplisia Turbinaria decurrens Bory terlihat adanya sel parenkim yang berisi pigmen berwarna coklat
keemasan dan terdapat sel-sel propagule yang mempunyai dua sel yang berfungsi untuk menghasilkan cabang pada talus rumput laut Dawes, 1981;
Sari, 2005.
Universitas Sumatera Utara