BIDANG EKONOMI BIDANG SOSIAL

3.2.2 BIDANG EKONOMI

Dalam ekonomi pada Sub Etnis Batak Toba adalah untuk mencapai Hamoraon kekayaan. Dalam pencapaian hamoraon Sub Etnis Batak Toba berani untuk keluar dari daerah asal untuk meningkat taraf hidup, hal ini adalah satu sebab untuk merantau. Tujuan merantau untuk mencapai hamoraon menjadi suatu pedoman dalam ketidak kepuasan ketika sudah memperoleh keberhasilan dalam mencapai yang lebih dari yang di inginkan. Konsep hamoraon yang di bawah dari daerah asal menjadi motif perbedaan antara suku di daerah perantauan. Sub Etnis Batak Toba di daerah Bah Jambi yang merupakan perantau memegang konsep yang terbenam dalam watak mereka tersebut. Sehingga pada masa kolonial Belanda Sub Etnis Batak Toba tidak mau menjadi buruh kebun selain mempunyai posisi dalam hal jabatan untuk memperoleh penghasilan yang lebih banyak. Hal ini juga sama terhadap Etnis Mandailing dan Etnis Simalungun pada dasarnya tidak mau bekerja menjadi buruh kebun pada masa kolonial Belanda. Akan tetapi antusias Sub Etnis Batak Toba dengan Etnis Mandailing dan Simalungun berbeda karena adanya konsep hamoraon yang menjadi tradisi dalam untuk alasan bermigrasi. Perbedaan Sub Etnis Batak Toba dan Jawa di Sumatera Utara khususnya di daerah PT. Perkebunan VII Persero Desa Bah Jambi, karena Etnis Jawa masuk ataupun bermigrasi bukan untuk merantau. Melainkan karena adanya unsur paksaan akibat dari liciknya kolonial Belanda untuk merekrut menjadi buruh kebun. Universitas Sumatera Utara

3.2.3 BIDANG SOSIAL

Perbandingan dalam bidang sosial yang dimaksud dalam penulisan ini adalah cara Sub Etnis Batak Toba dalam bermasyarakat di daerah perantauan khususnya di Desa Bah Jambi. Cara sub Etnis Batak Toba dalam bermasyarakat ketika mereka tiba daerah Bah Jambi, mereka akan mencari teman ataupun yang menjadi keluarga di daerah perantauan. Cara besosialisasi yang dipakai sesuai dengan tradisi falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Dalam falsafah tersebut mencari teman bukan hanya mencari teman satu etnis, akan tetapi mencari teman dekat walaupun berbeda etnis untuk dijadikan menjadi keluarga sebagaimana hubungan keluarga sendiri. Tahun 1963 – 1976 Sub Etnis Batak Toba dengan Etnis Mandailing, Jawa, dan Simalungun hidup berdampingan dan berbaur tanpa adanya hubungan interaksi yang putus. Tahun 1976 terjadi pengelompokan dalam satu desa karena Sub Etnis Batak Toba yang suka memelihara anjing dan beternak babi sebagai mata pencaharian tambahan yang mengganggu bagi etnis lainnya. Oleh sebab itu Etnis lainnya melarang agar tidak memelihara binatang tersebut, akan tetapi Sub Etnis Batak Toba menolak larangan sehingga etnis lainnya memilih untuk pindah tanpa adanya konflik. 33 33 Adanya larangan oleh Etnis Jawa, Mandailing, dan Simalungun terhadap pemeliharaan anjing dan babi karena adanya larangan agama islam. Wawancara dengan Dahlia Pasaribu tgl 24 Oktober 2012 Perpindahaan terjadi tidak secara langsung terjadi, akan tetapi bertahap tanpa adanya aturan atau himbauan dari PT. Perkebunan VII Persero Bah Jambi, dimana perpindahanya terjadi atas dasar keinginan karyawan itu sendiri. Universitas Sumatera Utara Terjadinya pengelompokan ini ketika jumlah Sub Etnis Batak Toba sudah bertambah banyak. Dalam perkembangan jumlah Etnis Batak Toba dari tahun 1963 – 1990 cara bersosialisasi dalam fasafah yaitu Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul akan bergeser mecari teman menjadi keluarga dalam satu suku dan satu marga dengan tujuan memperoleh hubungan persaudaraan sehingga marga yang diperoleh secara turun temurun menjadi identitasnya dalam perantauan 34 Marga sebagai identitas menjadi faktor awal perkenalan, dalam perkenalan dengan orang yang dijumpai akan menyebut marganya. Dengan cara ini orang secara langsung akan mengenal bahwa dia adalah Sub Etnis Batak Toba. Ketika jumpa sesame Sub Etnis Batak Toba, mereka cenderung martarombo mencari asal usul. Dengan kebiasaan memperkenalkan diri dengan mengikutkan menyebut marga akan membuka komunikasi sesama Etnis Batak Toba dan merangkul satu dalam satu keluarga. . Bersosialisasi yang dibawakan Sub Etnis Batak khusus Batak Toba berbeda dengan sosialisasi yang dibawah oleh Etnis Jawa. Etnis Jawa dalam bersosialisasi dengan cara pendekatan agama, satu suku tanpa adanya marga untuk mempererat hubungan persaudaraan seperti Sub Etnis Batak Toba yang mempunya marga sebagai identitasnya dalam perantauan.

3.2.4 BIDANG BUDAYA