2.3 Gejala Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam keluhan
dan gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti sering merasa
haus polidipsia, sering buang air kecil poliura, sering merasa lapar polifagia dan berat badan menurun.
Selain gejala khas di atas, gejala lain yang muncul adalah gatal-gatal, mata kabur, impotensi, kesemutan, nafsu makan meningkat, lemas, luka sulit sembuh dan
keputihan.
24
3,21
2.4 Epidemiologi Diabetes Mellitus 2.4.1 Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh penduduk usia 45-65 tahun, sedangkan pada negara maju penderita DM cenderung diderita oleh penduduk
usia di atas 64 tahun.
25
Penderita DM tipe I biasanya penduduk berusia 40 tahun dan penderita DM tipe II adalah penduduk berusia
≥40 tahun. Berdasarkan hasil penelitian Dwiana 2006-2007 di RSUD. Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi terdapat 159 orang 88,3 pasien DM yang berusia 40 tahun dan 21 orang 11,7 yang berusia
≤40 tahun.
22
18
Menurut penelitian Masursyah 2010 di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang terdapat 18
Universitas Sumatera Utara
orang 10,29 penduduk dengan DM yang berusia 40-59 tahun dan 10 orang 13,7 penduduk dengan DM yang berusia
≥60 tahun.
26
b. Menurut Tempat
Menurut WHO 2005 penyakit DM menempati urutan ketujuh dari kematian akibat penyakit tidak menular. Di Amerika Serikat, kurang lebih 650.000 kasus
diabetes baru didiagnosa setiap tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2025, Asia mempunyai populasi diabetes terbesar di dunia yaitu 82 juta orang.
Berdasarkan survei yang dilakukan di Singapura prevalensi DM menunjukkan peningkatan yang besar dimana pada tahun 1975 prevalensi DM sebesar 1,9 dan
meningkat pada tahun 1984 menjadi 4,7 dan kemudian menjadi 8,6 pada tahun 1992.
25
Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi DM lebih tinggi di perkotaan,
seperti: Jakarta 12,8, Surabaya 1,8, Makassar 12,5 dan Manado 6,7. Sedangkan di daerah pedesaan relatif rendah seperti di Tasikmalaya 1,8 dan
Tanah Toraja 0,9.
22
7
Sedangkan berdasarkan suvei lokal, prevalensi DM di Bali pada tahun 2004 sebesar 7,2. Pada tahun 2005 di DKI Jakarta diperoleh prevalensi
DM sebesar 12,8.
c. Menurut Waktu
7
Menurut WHO 2001 menyebutkan jumlah prevalensi DM di Indonesia mencapai 8,6. International Diabetic Federation IDF mengestimasikan bahwa
jumlah penduduk Indonesia usia 20 tahun menderita DM sebanyak 5,6 juta orang pada tahun 2001 dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020, sedangkan hasil
Universitas Sumatera Utara
Survei Depkes 2001, terdapat 7,5 penduduk Jawa dan Bali menderita DM. Terjadi peningkatan jumlah DM di Jakarta dari 1,7 pada tahun 1981 menjadi 5,7 persen
pada tahun 1993. Peningkatan prevalensi DM dari waktu ke waktu lebih banyak disebabkan
oleh faktor genetik, life style dan faktor lingkungan. WHO menyatakan penderita DM Tipe II pada tahun 2000 sebanyak 171 juta dan akan meningkat menjadi 366 juta
pada tahun 2030.
27
2.4.2 Determinan
a. Genetik DM cenderung diturunkan atau diwariskan. Faktor genetik memberi peluang
besar bagi timbulnya penyakit DM. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar menderita DM dibandingkan dengan anggota keluarga yang
tidak menderita DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang tersebut memiliki risiko 40 untuk menderita DM.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA Human Leucocyte Antigen tertentu. Pada DM Tipe I yang berkulit
putih memperlihatkan HLA yang spesifik DR3 atau DR4. Risiko terjadinya DM tipe I meningkat 3-5 kali pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA
tersebut.
28,29
b. Usia
21
DM tipe I terjadi akibat gangguan autoimun yang ditandai dengan kerusakan sel-sel beta Langerhans. Karenanya DM tipe I banyak ditemukan pada anak atau usia
Universitas Sumatera Utara
muda. Sebaliknya DM tipe II banyak ditemukan pada lansia karena berhubungan dengan degenerasi atau penurunan organ yang berakibat menurunnya fungi endokrin.
Sehingga semakin bertambahnya umur maka prevalensi DM juga akan semakin meningkat.
c. Gaya Hidup
3
Perkembangan gaya hidup seperti pola makan yang salah mempercepat peningkatan kasus DM di Indonesia. Makanan yang kaya kolesterol, lemak dan
natrium muncul sebagai tren menu makanan dan didukung dengan meningkatnya konsumsi minuman yang kaya akan gula.
d. Obesitas
29
Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh akan menyebabkan sebagian kalori disimpan dalam bentuk lemak. Pada keadaan gemuk, respon sel beta
pankreas terhadap peningkatan glukosa dalam darah menjadi berkurang. Selain itu reseptor insulin pada target sel di seluruh tubuh berkurang jumlah dan keaktifannya
sehingga insulin di dalam darah kurang atau tidak dapat dimanfaatkan.
30
Dalam sebuah penelitian dengan desain cross sectional ditemukan bahwa proporsi DM
tertinggi adalah orang dengan status gizi obesitas yaitu 21 sedangkan pada orang dengan status gizi normal adalah 8,5.
e. Kurang Aktifitas Fisik
26
Olahraga sangat berperan pada kontrol gula darah.
5
Pada saat tubuh melakukan aktifitas fisik maka sejumlah glukosa akan diubah menjadi energi
sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang dan kebutuhan insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam
Universitas Sumatera Utara
tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM.
f. Faktor Lingkungan
31
Hasil penelitian menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. Sampai saat ini masih
dilakukan penelitian terhadap kemungkinan faktor eksternal yang memicu terjadinya destruksi sel beta.
g. Faktor Kehamilan
21
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.
Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat mancapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin maka dapat
menyebabkan hiperglikema. Resistensi insulin juga dapat terjadi akibat adanya hormon esterogen, progesterone, prolaktin dimana hormon – hormon tersebut dapat
mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga menekan kerja insulin.
32
2.5 Komplikasi Diabetes Mellitus 2.5.1 Komplikasi Akut
Komplikasi akut pada diabetes merupakan keadaan darurat yang harus mendapat perawatan dan pengobatan yang cepat dan adekuat. Prognosisnya sangat
ditentukan oleh beberapa keadaan diantaranya jenis faktor penyebab, lamanya waktu yang dialami sebelum mendapat perawatan dan usia penderita.
33
Universitas Sumatera Utara
a. Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah terlalu rendah
sampai di bawah 60 mgdl. Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita DM yang diobati dengan suntikan insulin DM tipe I ataupun minum tablet anti-diabetes DM
tipe II, tetapi tidak makan dan olahraganya berlebihan. Gejala dan tanda hipoglikemia adalah gejala otonom yang diperantarai
neurotransmitter susunan saraf otonom seperti cemas, gemetaran, berkeringat, jantung berdebar-debar dan lapar. Sedangkan gejala lain adalah gejala neuroglikopeni berupa
gangguan berpikir, lemas, kesadaran menurun, mata kabur dan sulit berkonsentrasi.
34
b. Ketoasidosis Diabetik
35
Ketoasidosis Diabetik KAD adalah gawat darurat akibat hiperglikemia dimana banyak terbentuk asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak
mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah
yang disebut keton Ketoasidosis diabetik dan hiperglikemia akan menimbulkan poliura dan
polidipsia. Disamping itu, pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunan intravaskuler yang nyata
mungkin akan menderita hipotensi yang nyata dan disertai denyut nadi lemah dan cepat.
.36
21
c. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik
Universitas Sumatera Utara
Hiperosmolar nonketotik adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah sangat tinggi sehingga darah menjadi sangat kental. Kadar glukosa darah bisa sampai
600 mgdl. Glukosa ini akan menarik air keluar sel dan selanjutnya keluar dari tubuh melalui urin.
Gejala hiperosmolar nonketotik mirip dengan KDA. Perbedaannya adalah tidak terdapat ketosis dan asidosis pada hiperosmolar nonketotik. Gejala hiperosmolar
nonketotik terdiri atas hipotensi, dehidrasi berat, kejang dan koma.
36
2.5.2 Komplikasi Kronik
21
a. Kerusakan Mata Retinopati Diabetika Retinopati diabetika disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh darah kecil
pada retina mata.
21
Glukosa darah yang tinggi menyebabkan rusaknya pembuluh darah retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah
yang keluar dari pembuluh darah menutup sinar yang menuju retina sehingga penglihatan menjadi kabur.
37
Selain menyebabkan retinopati, DM juga dapat menyebabkan lensa mata menjadi keruh katarak serta dapat menyebabkan glaucoma
tekanan pada bola mata. b. Kerusakan Saraf Neuropathy
38
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Hal ini terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik dan
berlangsung lama. Oleh karena itu, saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan rangsangan impuls saraf dengan baik dan seharusnya.
Keluhan dan gejala neuropati tergantung berat dan ringannya kerusakan saraf. Kerusakan saraf otonom dapat mempercepat denyut jantung dan membuat banyak
22,36
Universitas Sumatera Utara
keringat. Kerusakan saraf sensori menyebabkan penderita tidak bisa merasakan panas, dingin atau tidak terasa pada saat meraba. Keluhan neuropati yang paling
berbahaya adalah rasa tebal pada kaki, karena tidak ada rasa nyeri maka sering penderita tidak tahu ada luka infeksi.
c. Kerusakan Ginjal Nephropathy
21,23
Nefropati diabetika merupakan penyebab utama kematian pada penderita DM. hampir 20-30 penderita DM akan mengalami kelainan ginjal dalam perjalanan
penyakitnya.
24
Pada saat terdiagnosis DM, khususnya bila kadar glukosa darah tinggi maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami peningkatan yang dapat
menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat.
21
Hal ini berakibat tidak langsung memperbesar ukuran ginjal, dan akhirnya menjadi gagal ginjal dengan ciri-ciri lemas,
mual, pucat, dan sesak nafas akibat penimbunan cairan. d. Penyakit Jantung
39
DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah
koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai darah yang kurang. Selain itu juga menyebabkan peningkatan tekanan darah yang
dapat mengakibatkan kematian mendadak.
38
2.6 Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus
Universitas Sumatera Utara
Prevalensi DM terus meningkat dari tahun ke tahun dan keadaan penyakit ini juga akan semakin parah dari hari ke hari. Jika telah terjadi komplikasi, usaha untuk
menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap, maka upaya pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi
ekonomi maupun terhadap kesehatan masyarakat. Adapun usaha pencegahan tersebut adalah pencegahan primordial, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan
pencegahan tersier.
7
2.6.1 Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial dilakukan untuk mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial adalah
orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki risiko tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting dalam pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan
seperti penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani secara teratur, makan gizi seimbang, membatasi diri pada makanan tertentu.
3
2.6.2 Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer DM adalah untuk menurunkan angka kejadian dari penyakit. Pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat tetapi
diutamakan kepada orang yang sudah mempunyai risiko terkena DM. Pada
pengelolaan DM, penyuluhan dan penambahan ilmu kepada masyarakat berupa informasi tentang DM, faktor risiko, pencegahan dan pengobatan DM . Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
aktifitas fisik yang cukup dan perencanaan pola makan yang baik juga menjadi pencegahan yang tepat bagi orang yang mempunyai risiko terkena DM.
a. Penyuluhan
3
Tujuan pendidikan kesehatan kesehatan bagi penyandang DM adalah meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup. Materi penyuluhan yang disampaikan kepada penderita DM adalah defenisi DM, faktor resiko DM, pengenalan komplikasi DM, upaya menekan DM,
pengelolaan DM dan pencegahan DM
7
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan kesehatan adalah:
a.1 Agar penyandang DM dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan a.2 Untuk membantu penyandang DM agar mereka dapat merawat dirinya sendiri,
sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi. a.3 Agar penyandang DM dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya di dalam
masyarakat. a.4 Agar penyandang DM dapat lebih produktif dan bermanfaat.
a.5 Menekan biaya perawatan baik yang dikeluarkan secara pribadi, keluarga ataupun secara nasional.
b. Latihan Jasmani