54
2.4.1. Permasalahan LKM Lembaga Keungan Mikro Tabel 2.1 Permasalahan yang Dihadapi LKM dan UMK
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO USAHA MIKRO KECIL
1. Kekurangan tenaga pendamping.
1. Akses ke bank formal.
2. Minimnya dana pendampingan.
2. Kekurangan permodalan.
3. Pembayaran angsuran kurang lancar.
3. Kuantitas dan Kualitas
produksi. 4.
Kekurangan sumber daya murah. 4.
Pembukuan. 5.
Keberlanjutan tidak terjamin. 5. Pemasaran.
Sumber : Hasil Penelitian Kementerian KUKM dengan BPS 2006. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat adanya benang merah antara
permasalahan yang dialami oleh LKM dengan UMK. Bagi UMK, masalah akses ke bank formal yang terbatas dan permodalan dapat diatasi oleh LKM dengan cara
mengakses ke lembaga keuangan internasional maupun bank formal. Sementara masalah produksi, pembukuan, dan pemasaran dapat diatasi dengan pelatihan, dimana
peran LKM adalah sebagai fasilitator. Disamping itu beberapa LKM juga mencoba mencarikan pasar buat produknya. Sementara bagi LKM, masalah kekurangan tenaga
pendamping dan minimnya dana pendampingan dapat diatasi dengan melakukan pelatihan terhadap LKM atau unsur lainnya. Atau dengan kata lain LKM
mengatasinya dengan capacity building baik kelembagaan maupun para stafnya. Di sisi lain temuan di lapangan menyatakan bahwa meskipun berbagai upaya dalam
meningkatkan kemampuan UMK untuk survive dan berkembang selalu menghadapi kendala. Apapun yang dilakukan oleh berbagai pihak secara umum kurang
memberikan hasil yang maksimal bagi perkembangan UMK Wardoyo dan Hendro, 2001.
Universitas Sumatera Utara
55
2.4.2. Pemberdayaan UMK Usaha Mikro Kecil oleh BMT
Industri Lembaga Keuangan Syariah LKS dalam beberapa tahun terakhir ini khususnya di Indonesia sedang berkembang cukup pesat. Bahkan LKS dinilai lebih
tahan dari krisis global. Muhammad Syafi’i Antonio mengatakan, “di tengah kondisi krisis ekonomi saat ini, pasar modal sudah terpangkas cukup banyak. Investor yang
menitipkan aset di saham pun sudah banyak tergerus, sementara di sisi likuiditas semakin ketat dengan investor yang menyelamatkan asetnya”. Menurutnya sistem
keuangan syariah menawarkan sistem yang lebih amanah dan bertanggung jawab Republika, 27 Maret 2009.
LKS Baitul Maal Wa Tamwil BMT sebagai salah satu lembaga keuangan mikro syariah LKMS mendapat penyaluran dana sebesar Rp. 10 Miliar dari Induk
Koperasi Syariah Inkopsyah BMT yang diperoleh dari Lembaga Pembiayaan dan Dana Bergulir LPDB Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republika, 27
Maret 2009. Pengertian Baitul Maal Wa Tamwil adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis
usaha mikro dalam membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh – tokoh masyarakat setempat dengan
berlandaskan pada sistem ekonomi yang berintikan keadilan. BMT bukan hanya sebuah lembaga yang berorientasi bisnis, tetapi juga sosial, lembaga yang
kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Oleh karena itu BMT menjadi
Universitas Sumatera Utara
56 harapan bagi masyarakat atau UKM untuk mendapatkan pembiayaan. Dalam
beberapa operasional BMT, LKMS tersebut juga melakukan pemberdayaan umat. Berdasarkan keterangan diatas, BMT dapat melakukan pemberdayaan kepada
UKM khususnya pedagang kecil atau masyarakat menengah ke bawah, yaitu dengan melakukan tiga kegiatan sebagai berikut :
1. Pembiayaan Pedagang kecil ataupun masyarakat menengah ke bawah dalam memperoleh
dana pembiayaan untuk memperluas usahanya ataupun membangun usaha baru bagi masyarakat menengah ke bawah relatif sangat sulit, maka BMT mampu
menjangkaunya untuk memperoleh pembiayaan yang diberikan oleh BMT tanpa menghilangkan unsur kehati-hatian dalam penyaluaran pembiayaannya.
2. Pembinaan Pedagang Kecil dan masyarakat menengah ke bawah dalam melakukan
usahanya dan agar mampu mempertanggungjawabkan pembiayaannya, maka BMT sering kali memberikan pembinaan kewirausahaan maupun pengelolaan keuangan.
Bentuk pembinaan dapat dilakukan dengan cara mengadakan seminar ataupun pelatihan. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan keterampilan yang dimiliki oleh
penerima pembiayaan. Dalam program pembinaan ini, BMT dapat melakukan pembinaan pelatihan kewirausahaan untuk masyarakat umum, hal ini akan dapat
meningkatkan nilai positif bagi masyarakat umum sekaligus membangkitkan semangat berwirausaha kepada masyarakat umum. Dengan demikian program
Universitas Sumatera Utara
57 pembinaan dapat memberikan peningkatan jumlah penyaluran dana BMT dengan
meningkatnya jumlah penerima pembiayaan yang telah mendapatkan pembinaan terlebih dahulu. Faktor keberhasilan dan kegagalan usaha kecil yang dikemukakan
erat kaitannya dengan bentuk pembinaan, baik parsial maupun alternatif, yaitu sebagai berikut Hubeis, 2009 : 3 :
a. Pembinaan Parsial
1. Pengembangan model inti – plasma.
2. Pengembangan model bapak angkat, yaitu antara usaha kecil dengan
perusahaan besar dan atau BUMN. 3.
Kemitraan usaha antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil. 4.
Kepemilikan saham oleh usaha koperasi dan pembinaan rutin oleh lembaga terkait.
b. Pembinaan alternatif
1. Bantuan inkubasi bisnis yang melibatkan LKS, pemerintah, perguruan tinggi
dan dunia usaha. 2.
Pengembangan perusahaan modal ventura. 3.
Pembuatan klinik konsultasi bisnis KKB. 4.
Pengembangan konsep LIK Lingkungan Industri Kecil atau PIK Perkampungan Industri Kecil.
3. Pemasaran Produk Jasa Untuk membantu kelancaran usaha dari penerima pembiayaan dan menjawab
kerisauan para anggota penerima pembiayaan, maka BMT dapat melakukan bantuan
Universitas Sumatera Utara
58 kepada penerima pembiayaan usaha tersebut dengan cara menghubungkan antara
penjual dan pembeli bahan baku yang tergabung dalam penerima pembiayaan. Dan bahkan BMT dengan bekerja sama dengan lembaga bisnis dalam lingkup usaha besar
mampu melakukan pemasaran kepada masyarakat luas terhadap hasil usaha penerima pembiayaan.
Dengan demikian BMT secara aktif mampu menuntaskan kemiskinan dan berhasil menggerakan sektor reil, kegiatan BMT dengan program CSR secara nyata
telah membangun suatu masyarakat apalagi masyarakat tersebut merupakan daerah operasional BMT tersebut berada. Dengan adanya BMT yang secara aktif melakukan
program CSR dalam pembangunan berkelanjuatan sustainable development dengan pemberdayaan masyarakat atau UKM tentunya dapat menghidupkan sektor rill.
2.5. Hipotesis Penelitian