Pembiayaan Musyarakah Join Venture Profit Sharing Hipotesis Penelitian Penelitian Terdahulu

34

a. Pembiayaan Musyarakah Join Venture Profit Sharing

Pembiayaan Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003:50. Dari pengertian di atas, dapat dilihat ciri-ciri dari perjanjianakad musyarakah, yaitu kontribusi dana berasal dari dua pihak BMT dan nasabah dan bagi hasil berdasarkan kontribusi modal. Dalam musyarakah, kepemilikan dua orang atau lebih terbagi dalam sebuah aset nyata. Dalam hal pengelolaan usaha, pihak BMT diikutsertakan atau dilibatkan dalam proses manajemen. Aplikasi BMT untuk akad musyarakah adalah : 1. Pembiayaan Proyek. Nasabah dan BMT sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati bersama. 2. Modal Ventura. Pada BMT yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan,musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktutertentu, dan setelah itu BMT melakukan divestasi, baik secara singkat maupun bertahap. Universitas Sumatera Utara 35

b. Pembiayaan Mudharabah Trustee Profit Sharing

Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama shahibulmaal menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola dan keuntungan usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003:40. Di dalam mudharabah hubungan kontrak bukan antara pemberi modal, melainkan antara penyedia dana shahibul maal dengan enterpreneur mudharib Arifin,1999. Dari kedua pengertian diatas dapat dilihat bahwa BMT menanggung seluruh modal sedangkan nasabahhanya memiliki modal keahlian tetapi tidak mempunyai dana. Keuntungan usaha dibagi menurutkesepakatan sedangkan kerugian seluruhnya ditanggung oleh pemilik modal BMT selam bukan akibatkelalaian si pengelola. Aplikasi dalam BMT untuk mudharabah dari sisi pembiayaan adalah: 1. Pembiayaan Modal Kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa. 2. Investasi khusus mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yangkhusus dengan syarat-syarat yang tetapkan oleh shahibul mal.

2. Debt Financing

Debt Financing dilakukan dengan teknik jual-beli. Pengertian bai’ meliputi berbagai kontrak pertukaran barang dan jasa dalam jumlah tetentu atas barang dan jasa bersangkutan Arifin,1999. Penyerahan jumlah barang atau jasa dapat dilakukan Universitas Sumatera Utara 36 dengan segera cash atau dengan tangguh deferred. Bentuk dari Debt Financing adalah sebagi berikut :

1. Murabahah

BMT membeli barang kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga jual senilai harga beli pluskeuntungannya. BMT harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati dalam jangka waktu tertentu Fatwa DSN-MUI No. 04DSN-MUIIV2000. Dalam hal ini BMT bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Dalam murabahah penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagaitambahannya. Sistem ini diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri, seperti melalui letter of credit LC. Skema ini paling banyak digunakan karenasederhana dan tidak terlalu asing bagi yang sudah biasa bertransaksi dengan dunia BMT pada umumnya.

2. Bai as-salam

Bai as-salam jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu. Pembayaran hrus dilakukan pada saat kontrak disepakati. Waktu penyerahan barangditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati pula HimpunanFatwa DSN-MUI, 2003 : 30. Universitas Sumatera Utara 37

3. Bai al-istishna

Bai al-istishna merupakan akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengankriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan pembeli, mustashni dan penjual pembuat, shani Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003:36. Transaksi Bai al-istishna biasanya dipakai untuk pembiayaan konstruksi dan barang-barang manufaktur jangka pendek.bKontrak Bai al-istishna walaupun kelihatan sama dengan bai’ as-salam tetapi berbeda.

4. Al Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran upah atau sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri Himpunan FatwaDSN-MUI, 2003 : 58 . Tujuan pemberian pembiayaan tersebut tidak akan terlepas dari misi BMT tersebut didirikan. Adapun tujuan utama pemberian suatu pembiayaan antara lain : a. Mencari Keuntungan Yaitu bertujuan untuk meperoleh hasil dari pemberian pembiayaan tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh BMT sebagai balas jasa dan biaya administrasi pembiayaan yang diberikan BMT kepada nasabah. b. Membantu usaha nasabah Yaitu untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluaskan usahanya. Universitas Sumatera Utara 38 c. Membantu pemerintah Bagi pemerintah semakin banyak pembiayaan yang disalurkan oleh pihak BMT, maka semakin baik, mengingat semakin banyak Pembiayaan berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. Disamping tujuan di atas, suatu fasilitas pembiayaan memiliki fungsi sebagai berikut : a. Untuk meningkatkan daya guna uang Dengan adanya Pembiayaan dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Dalam hal ini uang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya sehingga,suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh Pembiayaan maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya. d. Untuk meningkatkan daya guna barang Pembiayaan yang diberikan oleh BMT akan dapat digunakan oleh debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi barang berguna atau bermanfaat. e. Meningkatkan peredaran barang Pembiayaan dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lain bertambah atau pembiayaan dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar. Universitas Sumatera Utara 39 e. Sebagai alat stabilitas ekonomi Dengan memberikan pembiayaan dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya pembiayaan yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. f. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha Bagi penerima pembiayaan tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan. g. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan Semakin banyak Pembiayaan yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. h. Untuk meningkatkan hubungan internasional Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara si penerima pembiayaan dengan si pemberi pembiayaan.

2.2.8. Pelayanan BMT Baitul Maal Wat Tamwil

Keberadaan perbankan syariah yang semakin memberikan prospek yang cerah terhadap iklim investasi di dalam negeri, mendorong munculnya lembaga-lembaga keuangan syariah yang sejenis. Sehingga bermunculan Baitul Mal Wat Tamwil BMT diseluruh Indonesia. Meskipun BMT tidak setingkat bank, bahkan berdirinya di bawah naungan koperasi guna memperoleh izin usahanya, namun prinsip oparasinya mengacu pada prinsip yang digunakan syariah. Pelayanan yang baik akan menumbuhkan minat masyarakat untuk menabung di bank tersebut semakin pasar, Universitas Sumatera Utara 40 untuk menumbuhkan minat masyarakat kepada lembaga keuangan syariah, perlu dilakukan sosialisasi tentang perbankan syariah serta memberikan kesan yang baik, yaitu dengan memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas kepada masyarakat. Kualitas pelayanan memiliki hubungan erat dengan kepuasan anggota. Kualitas pelayanan memberikan suatu dorongan kepada nasabah untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan pihak bank, menginggat kualitas pelayanan kepada nasabah semakin menduduki peran utama dan memegang peranan kunci keberhasilan pada industri perbankan, hal ini memaksa pihak bank untuk lebih berorientasi eksternal dengan cara memberikan pelayanan dengan kuliatas terbaik dengan nasabah, dimana tingkat kualitas pelayanan yang baik akan berpengaruh pada kepuasan nasabah. Dalam memberikan pelayanannya BMT Baitul Maal Wat Tamwil memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan lembaga jasa keungan lainnya yaitu adanya kemudahan dalam prosedur, keringanan persyaratan, cepatnya pelayanan, dan sistem “jemput bola”. Berbeda dengan perbankan yang lebih mengutamakan nasabah ‘kakap’, prosedur relatif lama, dan keharusan adanya jaminan http:efrisbahri.wordpress.compage6 Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur dana kepada masyarakat, maka BMT sebagai Lembaga Pembiayaanan, harus melakukan analisis melalui prinsip 5C, guna meminimalkan risiko bermasalahnya atau tidak kembalinya pembiayaan Zulkifli, 2003 : 144 . Kelima prinsip tersebut meliputi : Universitas Sumatera Utara 41

1. Character

Keyakinan pihak BMT bahwa si peminjam mempunyai moral, watak, ataupun sifat-sifat pribadi yang positip dan koperatip dan juga mempunyai rasa tanggung jawab baik dari kehidupan pribadi sebagaimanusia, kehidupan sebagai anggota masyarakat ataupun dalam menjalankan kegiatan usahanya.

2. Capacity

Suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban- kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dilakukannya yang akan dibiayai dengan pembiayaan dari BMT. Jadi jelaslah maksud dari penilaian terhadap capacity ini untuk menilai sampai dimana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut, akan mampu untuk melunasinya tepat waktu sesuaidengan perjanjian yang telah disepakatinya.

3. Capital

Penilaian terhadap jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Hal ini kelihatannya kontradiktif dengan tujuan pembiayaan yang berfungsi sebagai penyedia dana. Namun memang demikianlah halnya dalam kaitan bisnis murni, semakin kaya seseorang ia akan dipercaya untuk memperoleh Pembiayaan.

4. Collateral

Suatu penilaian terhadap barang-barang jaminan yang diserahkan oleh peminjam atau debitur sebagai jaminan atas pembiayaan yang diterimanya. Manfaat collateral yaitu sebagai alat pengamanan apabila usaha yang dibiayai dengan Universitas Sumatera Utara 42 pembiayaan tersebut gagal atau sebab lain dimana debitur tidak mampu melunasi pembiayaannya dari hasil usahanya yang normal.

5. Condition of economy

Condition of economy yaitu adalah situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain yang mempengaruhi kondisi perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh pembiayaan. Banyak faktor yang menyebabkan pembiayaan tersebut menjadi bermasalah. Faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, yaitu : a. Faktor internal BMT. b. Faktor internal nasabah. c. Faktor eksternal. d. Faktor kegagalan bisnis. e. Faktor ketidakmampuan manajemen. Universitas Sumatera Utara 43 Time Potensial Passive Potential Active Bankable Eligible BAZNAS, Bina Lingkungan, Donor PKBL Dana program Dana Komersil Dana Komersil Type Feasible Sosial Fund Target Market : KSM Target Market : Micro finance Target Market : Micro Banking Target Market : Bank

2.2.9. Peran BMT Baitul Maal Wat Tamwil terhadap pengembangan UMK.

Sumber : bmt.berkah madani Siklus perkembangan UMK berkembang dari mulai dari usaha mikro yang bersifat potensial passive atau tahap paling dini yang ada di posisi paling kiri grafik siklus UMK menuju posisi grafik paling kanan yang disebut dengan UMKM yang bankable dimana UMK sudah dapat dapat diterima dan dibiayai oleh semua jenis lembaga keuangan yang punya produk UMK terutama lembaga keuangan formal seperti perbankan. UMK berharap usaha yang dibangun dapat tumbuh dan berkembang kearah kondisi yang bankable. Sedangkan untuk Usaha UMK diawal yang masih bersifat potensial aktive hingga eligible dapat dibiayai oleh lembaga keuangan mikro yang berbasis sistem konventional ataupun syariah. Gambar 2.1 : Grafik Siklus Perkembangan UMK Universitas Sumatera Utara 44 Untuk dapat melayani Usaha mikro dan kecil yang masih bersifat potential aktif hingga eligible maka Lembaga Keuangan tidaklah cukup hanya berfungsi sebagai lembaga simpan pinjam akan tetapi juga memiliki fungsi sosial dan juga dapat menyentuh kegiatan ril sektor. Oleh karena itu maka BMT yang dirasakan memiliki konsep yang lengkap dapat diandalkan sebagai penunjang ekonomi kerakyatan baik di sesa maupun wilaha pinggiran kota. Diharapkan dengan tiga peran tersebut BMT dapat menjadi pendukung ekonomi lokal serta membantu dalam pengentasan kemiskinan. Sumber : permodalan nasional madani Gambar 2.2 : Peran Penting BMT sebagai Agent of Local Development Universitas Sumatera Utara 45 2.3. Usaha Mikro dan Kecil UMK 2.3.1. Pengertian Usaha Mikro dan Kecil UMK Dalam Undang – Undang No. 20 tahun 2008 pasal 1 tentang Koperasi dijelaskan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi criteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadibagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

2.3.2 Kriteria Usaha Mikro dan Kecil

Usaha Mikro dan Kecil menurut UU No. 20 tahun 2008 pasal 6. Yaitu sebagai berikut : 1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. 2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 46 a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah. Ciri - ciri Usaha Mikro antara lain adalah : 1. Jenis barang atau komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu – waktu dapat berganti . 2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu – waktu dapat pindah tempat. 3. Belum melakuakan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha. 4. Sunber daya manusianya pengusahanya belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai. 5. Tingkat pendidikan rata – rata relatif sangat rendah. 6. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses kelembaga keuangan non bank. 7. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP nomor pokok wajib pajak. Ciri – ciri Usaha Kecil antara lain adalah : 1. Jenis barang atau komoditinya yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah. Universitas Sumatera Utara 47 2. Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah - pindah. 3. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana. 4. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. 5. Sumber daya manusianya memiliki pengalaman dalam berwira usaha. 6. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal. 7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.

2.3.3. Peran Usaha Mikro Kecil dalam Perekonomian

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UMK selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern. UMK memiliki peran yang cukup penting dalam perekonomian Kuncoro, 2010 : 187-188, yaitu : 1. UMK banyak menyerap tenaga kerja dan dominan dalam jumlah unit usaha. Dengan banyaknya penyerapan tenaga kerja, sehingga intensif dalam menggunakan sumber daya alam lokal. Akhirnya menimbulkan dampak positif seperti pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di pedesaan Simatupang, et al., 1994; Kuncoro, 1996. Universitas Sumatera Utara 48 2. UMK berkontribusi terhadap penerimaan eksport, walaupun jumlahnya masih jauh dari usaha besar. 3. Adanya urgensi untuk struktur ekonomi yang berbentuk piramida, yang menunjukkan adanya ketimpangan yang lebar anatara pemain kecil dan besar dalam ekonomika Indonesia. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen. Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Departemen Koperasi dan UKM. Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar didalam negeri, merupakan ancaman bagi UMK dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan UMK saat ini dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UMK dapat tercapai dimasa mendatang. Dengan berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara keseluruhan Partomo, 2004 : 2.

2.3.4. Kelemahan dan UMK di Indonesia

Dalam proses perkembangan UMK Usaha Mikro Kecil di Indonesia, terdapat beberapa kelemahan yang membuat daya saing UMK menjadi kurang progresif, yaitu disebabkan karena hal – hal Hubeis, 2009 : 2 : 1. SDM lemah dalam kewirausahaan dan manajerial. Universitas Sumatera Utara 49 2. Keterbatasan keuangan. 3. Ketidak mampuan aspek pasar. 4. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, prasarana dan sarana. 5. Ketidak mampuan menguasai informasi. 6. Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai, serta perlakuan pelaku usaha besar usaha besar. 7. Tidak terorganisasi dalam jaringan dan kerja sama. 8. Sering tidak memenuhi standar. 9. Belum memenuhi kelengkapan aspek legalitas.

2.3.5. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil.

Dalam era desentralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat di daerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan oleh daerah yang bersangkutan. Untuk itu perlu diperhatikan bahwa peran UMK strategis untuk menciptakan tenaga kerja, kesejahteraan dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Pertumbuhan UMK tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UMK, pemerintah dan masyarakat setempat. Strategi pemberdayaan UMK yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam Kuncoro, 2010 : 197 : Universitas Sumatera Utara 50 1. Aspek menejerial, yang meliputi: peningkatan produktivitasomzettingkat utilisasitingkat hunian, meningkatkan kemampuan pemasaran dan pengembangan sumber daya manusia. 2. Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal penyisihan 1-5 keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20 ari portofolio kredit bank dan kemudahan kredit. 3. Mengembangkan program kemitraan dengan usaha besar baik lewat sistem Bapak angkat, PIR, keterkaitan hulu – hilir forward linkage, keterkaitan hilir – hulu backward linkage, modal ventura ataupun subkontrak. 4. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB Kelompok Usaha Bersama, KOPINKRA Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan. Lembaga keuangan mempunyai fungsi sebagai lembaga perantara atau “Intermediasi” dalam aktivitas suatu perekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik maka lembaga keuangan tersebut dapat menghasilkan nilai tambah. Aktifitas ekonomi disini tidak membedakan antara uasaha yang dilaksanakan tersebut besar atau kecil, karena yang membedakan hanya besarnya nilai tambah berdasarkan skala usaha.Hal ini berarti bahwa usaha kecilpun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya peningkatan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi lembaga keuangan termasuk usaha produktif yang dilakukan oleh UMK www.bimakab.go.id. Universitas Sumatera Utara 51

2.4. Kondisi Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia

Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro LKM tidak terlepas dari perkembangan Usaha Mikro Kecil UMK. Peranan UMK terutama semenjak krisis moneter tahun 1998 dapat dipandang sebagai penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja. Lembaga Keuangan Mikro LKM yang ada saat ini sangat banyak dan bervariasi, baik ditinjau dari sisi kelembagaan, tujuan pendirian, budaya masyarakat, kebijakan pemerintah maupun sasaran lainnya. Secara umum LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 dua jenis yaitu yang bersifat formal dan Informal. LKM formal dalam bentuk Bank terdiri dari BKD, Bank Perkreditan Rakyat BPR dan BRI Unit, sementara LKM formal non Bank mencakup Lembaga Dana Kredit Pedesaan LDKP dan Koperasi KSP KUD. Adapun LKM informal terdiri dari berbagai kelompok dan lembaga swadaya masyarakat KSM LSM, Baitul Maal wat Tanwil BMT, Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri LEPM, Unit Ekonomi Desa - Simpan Pinjam UED-SP, dan bentuk kelompok lainnya Thohari, 2002 : 4. Dengan mendasarkan fakta bahwa sebagian besar ekonomi rakyat adalah usaha skala mikro dan kecil UMK maka sistem pembiayaan mikro yang digerakkan oleh LKM merupakan kebutuhan dan pilihan pembiayaan bagi pelaku ekonomi rakyat. Belajar dari pengalaman dan ketangguhan sistem pembiayaan mikro, maka dapat diidentifikasi beberapa nilai kunci. Pertama, sistem pembiayaan mikro tumbuh Universitas Sumatera Utara 52 di atas nilai kemandirian. Kedua, sistem pembiayaan mikro menempatkan aspek sosial-kultural sebagai pilarnya, disamping juga pertimbangan komersial. Ketiga, dilihat dari segi proses penumbuhan, sering sistem pembiayaan mikro pada mulanya sebagai instrumen pembangunan pedesaan atau wilayah http:bachtiar- bachtiarfadhil.blogspot.com. Maka dapat dikatakan dalam perkembangannya LKM informal lebih mengena di kalangan pelaku UMK karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan dalam pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UMK, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha UMK. Keberadaan lembaga - lembaga keuangan informal ini yang kemudian disebut lembaga keuangan mikro. Lembaga Keuangan Mikro baik formal, semi formal, maupun informal adalah lembaga keuangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan untuk pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah Krisnamurthi, 2002. Lembaga Keuangan Mikro mempunyai karakter khusus yang sesuai dengan konstitusinya Chotim dan Handayani : 2001, seperti: 1. Terdiri dari berbagai bentuk pelayanan keuangan, terutama simpanan dan pinjaman. 2. Diarahkan untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah. 3. Menggunakan sistem serta prosedur yang sederhana. Universitas Sumatera Utara 53 Secara garis besar, LKM dapat dikelompokkan ke dalam LKM bank dan nonbank, berikut ini :

1. Bank :

- BRI Unit, berupa kantor-kantor cabang pembantu BRI - BPR, berupa bank-bank mikro yang tunduk pada Undang-Undang Perbankan serta Peraturan Perbankan oleh BI.

2. Non bank :

- keluarga LKM nonbank yang besar LDP di Bali, BKK di Jawa Tengah, BKD di Jawa dan Madura, BMT dan BK3D - keluarga LKM nonbank yang kecil, dengan simpanan atau aktiva yang berjumlah kecil BMT, KSP - berbagai program keuangaan mikro, NGO, dan asosiasi tidak resmi, KSM, dan lain-lain. Sungguh sebuah harapan yang ideal. Namun harus realistis dengan kenyataan bahwa LKM memiliki beban berat dengan dirinya sendiri maupun ketika berhadapan dengan lingkungan eksternal. Secara internal, LKM masih berkutat juga dengan masalah manajemen, pengembalian kredit, dan lain - lain. Secara eksternal, harus berhadapan dengan berbagai kekuatan dan kepentingan agar dapat tetap survive di tengah situasi yang masih abu-abu. Universitas Sumatera Utara 54

2.4.1. Permasalahan LKM Lembaga Keungan Mikro Tabel 2.1 Permasalahan yang Dihadapi LKM dan UMK

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO USAHA MIKRO KECIL 1. Kekurangan tenaga pendamping. 1. Akses ke bank formal. 2. Minimnya dana pendampingan. 2. Kekurangan permodalan. 3. Pembayaran angsuran kurang lancar. 3. Kuantitas dan Kualitas produksi. 4. Kekurangan sumber daya murah. 4. Pembukuan. 5. Keberlanjutan tidak terjamin. 5. Pemasaran. Sumber : Hasil Penelitian Kementerian KUKM dengan BPS 2006. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat adanya benang merah antara permasalahan yang dialami oleh LKM dengan UMK. Bagi UMK, masalah akses ke bank formal yang terbatas dan permodalan dapat diatasi oleh LKM dengan cara mengakses ke lembaga keuangan internasional maupun bank formal. Sementara masalah produksi, pembukuan, dan pemasaran dapat diatasi dengan pelatihan, dimana peran LKM adalah sebagai fasilitator. Disamping itu beberapa LKM juga mencoba mencarikan pasar buat produknya. Sementara bagi LKM, masalah kekurangan tenaga pendamping dan minimnya dana pendampingan dapat diatasi dengan melakukan pelatihan terhadap LKM atau unsur lainnya. Atau dengan kata lain LKM mengatasinya dengan capacity building baik kelembagaan maupun para stafnya. Di sisi lain temuan di lapangan menyatakan bahwa meskipun berbagai upaya dalam meningkatkan kemampuan UMK untuk survive dan berkembang selalu menghadapi kendala. Apapun yang dilakukan oleh berbagai pihak secara umum kurang memberikan hasil yang maksimal bagi perkembangan UMK Wardoyo dan Hendro, 2001. Universitas Sumatera Utara 55

2.4.2. Pemberdayaan UMK Usaha Mikro Kecil oleh BMT

Industri Lembaga Keuangan Syariah LKS dalam beberapa tahun terakhir ini khususnya di Indonesia sedang berkembang cukup pesat. Bahkan LKS dinilai lebih tahan dari krisis global. Muhammad Syafi’i Antonio mengatakan, “di tengah kondisi krisis ekonomi saat ini, pasar modal sudah terpangkas cukup banyak. Investor yang menitipkan aset di saham pun sudah banyak tergerus, sementara di sisi likuiditas semakin ketat dengan investor yang menyelamatkan asetnya”. Menurutnya sistem keuangan syariah menawarkan sistem yang lebih amanah dan bertanggung jawab Republika, 27 Maret 2009. LKS Baitul Maal Wa Tamwil BMT sebagai salah satu lembaga keuangan mikro syariah LKMS mendapat penyaluran dana sebesar Rp. 10 Miliar dari Induk Koperasi Syariah Inkopsyah BMT yang diperoleh dari Lembaga Pembiayaan dan Dana Bergulir LPDB Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republika, 27 Maret 2009. Pengertian Baitul Maal Wa Tamwil adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dalam membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh – tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang berintikan keadilan. BMT bukan hanya sebuah lembaga yang berorientasi bisnis, tetapi juga sosial, lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Oleh karena itu BMT menjadi Universitas Sumatera Utara 56 harapan bagi masyarakat atau UKM untuk mendapatkan pembiayaan. Dalam beberapa operasional BMT, LKMS tersebut juga melakukan pemberdayaan umat. Berdasarkan keterangan diatas, BMT dapat melakukan pemberdayaan kepada UKM khususnya pedagang kecil atau masyarakat menengah ke bawah, yaitu dengan melakukan tiga kegiatan sebagai berikut : 1. Pembiayaan Pedagang kecil ataupun masyarakat menengah ke bawah dalam memperoleh dana pembiayaan untuk memperluas usahanya ataupun membangun usaha baru bagi masyarakat menengah ke bawah relatif sangat sulit, maka BMT mampu menjangkaunya untuk memperoleh pembiayaan yang diberikan oleh BMT tanpa menghilangkan unsur kehati-hatian dalam penyaluaran pembiayaannya. 2. Pembinaan Pedagang Kecil dan masyarakat menengah ke bawah dalam melakukan usahanya dan agar mampu mempertanggungjawabkan pembiayaannya, maka BMT sering kali memberikan pembinaan kewirausahaan maupun pengelolaan keuangan. Bentuk pembinaan dapat dilakukan dengan cara mengadakan seminar ataupun pelatihan. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan keterampilan yang dimiliki oleh penerima pembiayaan. Dalam program pembinaan ini, BMT dapat melakukan pembinaan pelatihan kewirausahaan untuk masyarakat umum, hal ini akan dapat meningkatkan nilai positif bagi masyarakat umum sekaligus membangkitkan semangat berwirausaha kepada masyarakat umum. Dengan demikian program Universitas Sumatera Utara 57 pembinaan dapat memberikan peningkatan jumlah penyaluran dana BMT dengan meningkatnya jumlah penerima pembiayaan yang telah mendapatkan pembinaan terlebih dahulu. Faktor keberhasilan dan kegagalan usaha kecil yang dikemukakan erat kaitannya dengan bentuk pembinaan, baik parsial maupun alternatif, yaitu sebagai berikut Hubeis, 2009 : 3 : a. Pembinaan Parsial 1. Pengembangan model inti – plasma. 2. Pengembangan model bapak angkat, yaitu antara usaha kecil dengan perusahaan besar dan atau BUMN. 3. Kemitraan usaha antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil. 4. Kepemilikan saham oleh usaha koperasi dan pembinaan rutin oleh lembaga terkait. b. Pembinaan alternatif 1. Bantuan inkubasi bisnis yang melibatkan LKS, pemerintah, perguruan tinggi dan dunia usaha. 2. Pengembangan perusahaan modal ventura. 3. Pembuatan klinik konsultasi bisnis KKB. 4. Pengembangan konsep LIK Lingkungan Industri Kecil atau PIK Perkampungan Industri Kecil. 3. Pemasaran Produk Jasa Untuk membantu kelancaran usaha dari penerima pembiayaan dan menjawab kerisauan para anggota penerima pembiayaan, maka BMT dapat melakukan bantuan Universitas Sumatera Utara 58 kepada penerima pembiayaan usaha tersebut dengan cara menghubungkan antara penjual dan pembeli bahan baku yang tergabung dalam penerima pembiayaan. Dan bahkan BMT dengan bekerja sama dengan lembaga bisnis dalam lingkup usaha besar mampu melakukan pemasaran kepada masyarakat luas terhadap hasil usaha penerima pembiayaan. Dengan demikian BMT secara aktif mampu menuntaskan kemiskinan dan berhasil menggerakan sektor reil, kegiatan BMT dengan program CSR secara nyata telah membangun suatu masyarakat apalagi masyarakat tersebut merupakan daerah operasional BMT tersebut berada. Dengan adanya BMT yang secara aktif melakukan program CSR dalam pembangunan berkelanjuatan sustainable development dengan pemberdayaan masyarakat atau UKM tentunya dapat menghidupkan sektor rill.

2.5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan atas fakta-fakta empiris yang diperoleh dari pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban empiris Sugiyono, 1992. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Adanya perbedaan omset nasabah BMT pada saat sebelum dan sesudah menerima pembiayaan dari BMT.” Universitas Sumatera Utara 59

2.6. Penelitian Terdahulu

BMT secara umum telah terbukti berhasil menjadi lembaga keuangan mikro yang andal. Kemampuannya untuk menghimpun dana masyarakat terbilang luar biasa, mengingat mayoritas anggota dan nasabahnya adalah pelaku usaha berskala mikro, yang selama ini tidak diperhitungkan oleh perbankan sebagai sumber dana. Dengan mengembangkan kemampuan menabung mereka, ketahanan masyarakat dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat mendesak seperti sakit, musibah maupun kebutuhan mendesak lainnya menjadi semakin kuat. Mereka pun mulai belajar mengakumulasikan modal bagi peningkatan kapasitas bisnis, atau pembuatan bisnis baru. Jati diri BMT adalah identitas dan ciri keislamannya. Secara historis, pendirian dan perkembangan gerakan BMT selalu berkaitan dengan nilai-nilai Islam dan respon atas kondisi umat Islam. Para pegiat pun berupaya mengedepankan berbagai identitas keislaman dalam operasionalisasi BMT, termasuk dalam proses dan kinerja sebagai badan usaha yang melaksanakan prinsip-prinsip syariah. Secara penamaan, lembaga beserta produk-produknya, mengesankan citra Islami. Sebagai Lembaga Keuangan Mikro LKM yang menjadi motor penggerak sektor usaha mikro dan usaha kecil UMK. Dengan fokus penyaluran kepada sektor UMK yang merupakan tumpuan hidup dari mayoritas rakyat Indonesia, maka diharapkan produktifitas masyarakat secara keseluruhan menjadi meningkat. Pada giliran berikutnya, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas karena ditopang oleh sektor riil akan terjadi secara memadai dan berkesinambungan, sehingga menguatkan Universitas Sumatera Utara 60 fundamental ekonomi Indonesia. Keuangan mikro microfinance pada saat ini dipercaya menjadi salah satu alat yang paling efektif untuk mengatasi kemiskinan, sekaligus menciptakan masyarakat yang memiliki tanggung jawab, mandiri dan bermartabat. Pandangan demikian tak hanya bersifat nasional, namun telah berlaku umum di dunia internasional. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan para akademisi maupun praktisi menemukan bahwa BMT memberikan peluang untuk terbentuknya economic society yaitu kondisi dimana seluruh masyarakat mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi dalam mendapatkan kesejahteraan hidup melalui pembiayaan BMT yang berlandaskan atas hukum Islam syariah yang menyentuh aspek keungan financial. Dan juga adanya fungi non keungan non-financial berupa pembinaan atau bimbingan pengembangan usaha. Dalam penelitian terdahulu yang dikemukakan oleh Fauziah Amini 2008 dengan judul “Analisis Peranan Koperasi Simpan Pinjam BMT Insani Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah Di Kota Padangsidimpuan” menyimpulkan bawa keberadaan BMT penting bagi pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah sehingga keberadaannya bisa tetap berlangsung hingga sampai saat ini. Disamping itu banyaknya usaha yang muncul lewat BMT dikarenakan BMT merupakan lembaga keungan mikro yang menawarkan kredit pinjaman yang sangat mudah dan cepat prosesnya dan adanya kemudahan fasilitas apabila terjadi penunggakan pembayaran. Universitas Sumatera Utara 61 Dan juga berdasarkan uji t-statistik yang dilakukan bahwa BMT berpengaruh nyata signifikan terhadap pengembangan UMKM yang ditinjau dari jumlah omset pada tingkat kepercayaan 95 α = 5. Lalu kehidupan usaha yang jika dilhat dari segi omset produksi, nilai penjualan, pendapatan, asset perusahaan dan lain – lainnya mengalami peningkatan setelah bergabung dan melalukan pinjaman kredit usaha di BMT. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurul Widyaningrum 2002 dengan judul “Model Pembiayaan BMT dan Dampaknya bagi Pengusaha Kecil : Studi Kasus BMT dampingan Yayasan Peramu Bogor” menunjukkan ada empat kelebihan BMT, yakni: adanya kemudahan dalam prosedur, keringanan persyaratan, cepatnya pelayanan, dan sistem “jemput bola”. Berbeda dengan perbankan yang lebih mengutamakan nasabah ‘kakap’, prosedur relatif lama, dan keharusan adanya jaminan. Dan alasan utama UKM menerima kehadiran BMT bukanlah karena sistem syariahnya. Studi ini menunjukkan bahwa mayoritas mitra ternyata belum terlalu memahami sistem syariah yang digunakan BMT. Sebanyak 61 responden 41 menyatakan hanya tahu sedikit tentang sistem syariah, 71 responden 47 menyatakan tidak tahu, dan hanya 18 12 yang menyatakan sudah tahu . Dari beberapa penelitian diatas dapat diketahui bahwa secara umum keberadaan BMT memang sangat diperlukan dan bermanfaat bagi pengembangan usaha, terutama untuk usaha mikro dan kecil. Dan lewat sistem syari’ah nya BMT hadir memberikan kemudahan dan kecepatan dalam pendanaan usaha, tanpa ada pihak yang dirugikan Universitas Sumatera Utara 62

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini menganalisis peran koperasi Baitul Maal Wat Tamwil BMT Berkah Madani dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil UMK di Kota Jakarta. Dalam penelitian ini UMK yang diteliti adalah yang menjadi anggota atau nasabah di Koperasi BMT Berkah Madani di kota Jakarta.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Primer. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik individu maupun kelompok, yaitu kuisioner yang diberikan kepada nasabah BMT Berkah Madani di Kota Jakarta pada waktu saat ini tahun 2011 dengan jumlah responden sebanyak 50. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk cross section yang merupakan data primer. 2. Data sekunder adalah data primer yang diolah lebih lanjut, yaitu dokumen perusahaan seperti sejarah BMT Berkah Madani, laporan tahunan, jumlah anggota dan dokumen lain – lain yang berhubungan dengan penelitian di BMT Berkah Madani Kota Jakarta.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Universitas Sumatera Utara