3. Mempromosikan dan melindungi hak anak perempuan dan meningkatkan kesadaran akan potensi dan kebutuhannya.
4. Menghapus diskriminasi terhadap anak perempuan dalam pendidikan, ketrampilan dan pelatihan.
5. Menghapus diskriminasi terhadap anak perempuan dalam kesehatan dan gizi. 6. Menghapus ekspoitasi ekonomi terhadap tenaga kerja anak dan melindungi anak
perempuan dalam pekerjaan. 7. Menghapus kekerasan terhadap anak perempuan.
8. Mempromosikan kesadaran anak perempuan tentang partisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.
9. Memperkuat peran keluarga dalam meningkatkan status anak perempuan. Hak asasi perempuan dan anak perempuan merupakan bagian yang melekat, menyatu
dan tidak terpisahkan dari hak asasi manusia yang universal. Partisipasi perempuan yang sepenuhnya dan sama dalam kehidupan politik, sipil, ekonomi, sosial dan budaya pada
tingkat nasional, regional dan internasional, serta pembasmian segala bentuk diskriminasi atas dasar jenis kelamin merupakan tujuan berprioritas pada masyarakat internasional.
Deklarasi dan Program Aksi Wina
51
4. PENTINGNYA PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HAK PEREMPUAN
Perjuangan untuk memasukkan perspektif perempuan dalam konsep HAM didasarkan padakenyataan bahwa pelanggaran Hak Asasi Perempuan Woman Human Rights oleh
struktur masyarakat yang patriaki di berbagai bidang kehidupan sangat tidak adil untuk kaum perempuan.
52
51
Ditetapkan oleh Konferensi Dunia Tentang hak asasi Manusa, Wina, 25 Juni 1993 ACONF.15734 Bagian I, bab III.
52
Alex Irwan, Perisai Perempuan Kesepakatan Internasional untuk Melindungi Perempuan, Yogyakarta: Yayasan Galang, 1999, hal 5.
Pembagian peran secara seksual yakni yang menempatkan perempuan dirumah
Universitas Sumatera Utara
sektor domestik atau sektor privat dan laki-laki diuar rumah sektor publik menyebabkan terbatasnya akses perempuan terhadap akses perempuan terhadap sumber daya, ekonomi,
sosial dan politik. Secara ekonomi ia menjadi sangat tergantung pada suaminya, kalaupun ia bekerja, ia tidak dipandang sebagai manusia yang utuh karena ia hannya dianggap sebagai
pencari tambahan penghasilan keluarga. Oleh karena itu, ia tidak berhak menerima tunjangan-tunjangan keluarga atau kesehatan karena dianggap telah mendapatkan dari
suaminya. Dalam kapitalisme global sekarang ini, misalnya kaum perempuankhususnya kaum
perempuan dari negara-negara selatan miskin dan berkembang tidak pelak lagi merupakan sumber tenaga kerja murah. Celakanya ia harus mengalami puladiskriminasi upahdengan
laki-laki yang berupah rendah. Ini berarti jika kaum laki-laki memperoleh perlakuan yang buruk didunia kerja, kaum perempan mendapatkan perlakuan yamng lebih buruk lagi bahkan
seringkali mengalami kekerasan dan pelecehan seksual. Contoh paling nyata adalah kasus Marsinah, seorang buruh yang terpakksa mati
karena menuntut kenaikan upah yang memang menjadi hak nya menurut ketentuan yang berlaku. Karena tuntutan itu, ia tidak hanya cukup dibunuh tapi juga disiksa dibagian
vaginanya sebelum kematian. Hal itu dilakukan karena ia seorang perempuan yang secra biologis memiliki ciri khusus tapi juga dilekatkan sifat-sifat tertentu berdasarkan gender yang
dilekatkan pada seorang perempuan artinya sebagai seorang perempuan ia dianggap tidak layak untuk tampil sebagai pemimpin buruh, apalagi menuntut hak-haknya. Dalam citra
umum yang berlaku, seorang perempuan haruslah tunduk terhadap apa saja yang telah
Universitas Sumatera Utara
ditentukan untuknya. Kasus Marsinah hanyalah sekedar contoh saja dari diskriminasi kaum perempuan.
53
B. HAK POLITIK PEREMPUAN
Secara politik, kaum perempuan dianggap sekunder dan tidak punya otonomi karena suamilah kepala keluarga yang menentukan urusasn-urusan yang bersifat publik. Seorang
perempuan yang telh kawin serta merta dianggap sebagai milik suaminya. Dilihat dari kenyataan-kenyataan diatas tampaklah bahwa seorang perempuan
dianggap sebagai kaum yang tidak bisa menentuan hidupnya sendiri. Jika kita lihat dalam sejarahtampakklah bahwa upaya untuk memperbaiki perluyakni semata-mata untuk membuka
penglihatan setiap masyarakat yang telah buta akibat bias gender yang telah lama tertanam dan keluar sebagai paradigma yang negatif. Karena antara hak perempuan dan hak laki-laki
adalah sama. Wajiblah setiap bangsa untuk mengkui hal itu. Setiap negara wajib melindungi hak-hak perempuan juga HAM . Sama seperti bagaimana negara membela hak anak, hak
buruh, hak para pekerja. Demikian juga dengan hak perempuan.
Politik selama ini selalu identik dengan dunia laki-laki, dengan dunia kotor, yang tidak pantas dimasuki oleh perempuan. Politik identik dengan sesuatu yang aneh dari
pandangan feminitas karena politik terkait dengan kekuasaan, kesewenangan, pengerahan massa dan kompetisi-kompetisi yang tidak melekat dalam diri perempuan yang
mengutamakan perdamaian dan harmoni. Kekuasaan pada dasarnya netral. Ia bisa digunakan untuk kebaikan atau sebaliknya. Di dunia politik, kekuasaan yang digunakan dengan baik
diwujudkan melalui kepatuhan, perubahan dan pembaharuan.
53
Krisna Harahap, SH, MH, HAM dan Upaya Penegakkannya Di Indonesia, Bandung: PT Grafin Budi Utomo, 203 hal 133
Universitas Sumatera Utara
Kondisi-kondisi negatif diatas, tidaklah menjadi suatu penilaian pesimis untuk berkiprah dalam dunia politik. Kenyataan membuktikan dimana pun seorang warga negara
baik laki-laki dan perempuan yang tidak mau berpolitik secara sadar atau tidak sadar menyerahkan nasibnya kepada orang lain. Karena mereka yang aktif dalam politiklah yang
nantinya akan membuat keputusan dan mengatur kehidupan dari warga negara yang tidak mau berpolitik secara detail. Padahal keputusan-keputusan yang menyangkut harkat hidup
orang banyak termasuk permasalahan-permasalahan perempuan dilakukan dalam lembaga eksekutif dan legislatif yang karier tersebut diraih melalui proses-proses politik.
54
Dalam menanggulangi berbagai tindakan diskriminasi terhadap perempuan, masyarakat internasional seperti yang terwakili dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa bertekad
untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan di semua negara. Tekad ini antara lain dapat diketahui melalui Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia 1948. Dalam
Mukadimah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia DUHAM Tahun 1948 dengan jelas dinyatakan bahwa hak dasar manusia antara laki-laki dan perempuan adalah sama.
55
“Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka dianugerahi akal dan budi nurani dan hendaknya satu sama lain bergaul dalam
semangat persaudaraan”. Pernyataan ini kemudian dipertegas dalam Pasal 1 Deklarasi tersebut, yang berbunyi:
56
54
Harmona Daulay, Perempuan dalam Kemelut Gender, Medan: USU Press, 2007, hal 40.
55
Suharizal and Delfina Gusman, Suatu Kajian Atas Keterwakilan Perempuan di DPRD Sumatera Barat
.
56
Anshari Thayib, Arief Affandie, Hermawan Malik, Bambang Parianom, Pusat Kajian Strategis Dan Kebijakan PKSK, Hak Asasi Manusia dan Pluralisme Agama, Surabaya, 1997, hal. 238.
Sementara di dalam Pasal 2 Deklarasi tersebut, menyebutkan:
Universitas Sumatera Utara
“Setiap orang mempunyai hak atas semua hak dan kebebasan yang termaktub di dalam pernyataan ini, tanpa kekecualian macam apapun, seperti asal usul keturunan, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendirian politik atau pendirian lainnya, kebangsaan atau asal usul sosial, hak milik, status kelahiran ataupun status lainnya”.
57
1. KONSEPSI POLITIK