c. Tidak mempergunakan posisi untuk memperoleh keuntungan perusahaan
untuk kepentingan pribadi, seperti menerima sogokan atau suap. d.
Tidak menahan atau mengambil sebagian dari keuntungan perusahaan untuk kepentingan pribadi.
e. Dilarang melakukan transaksi antara pribadinya dengan perseroan.
f. Larangan bersaing dengan perseroan.
Demikian luas jangkauan atau ruang lingkup makna dan aspek itikad baik pengurusan perseroan yang wajib dilksanakan anggota direksi.
C. Pertanggungjawaban Direksi sebagai Pengurus Perseroan Terbatas
Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik
di dalam maupun di luar Pengadilan. Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab harus menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 dua prinsip yang penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan
kepadanya oleh perseroan fiduciary duty dan prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi duty of skill and care, kedua
prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Tanggung
jawab berarti kewajiban seorang individu untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas
yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
32
Tanggung jawab direksi dibedakan dalam :
33
1 Tanggung jawab internal, yaitu meliputi tugas dan tanggung jawab direksi
perseroan dan pemegang saham perseroan; 2
Tanggung jawab eksternal, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung
maupun tidak langsung dengan perseroan. Direksi dapat digugat secara pribadi ke Pengadilan Negeri jika perseroan
mengalami kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannya. Begitu juga dalam hal kepailitan yang terjadi kesalahan atau kelalaian direksi dan
kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng
atas kerugian tersebut.
34
Kepailitan PT baik secara langsung ataupun tidak langsung akan menimbulkan akibat hukum bagi pengurusnya terutama bagi direksi perseroan.
Ada banyak persoalan tentang akibat hukum yang timbul dari putusan mengenai Dalam hal terjadinya kepailitan perseroan, maka tidak
secara apriori direksi bertanggung jawab secara pribadi atas perseroan tersebut, namun sebaliknya bahwa direksi mesti bebas dari tanggung jawab terhadap
kepailitan PT. Tanggung jawab direksi yang perusahaaannya mengalami pailit, pada prinsipnya adalah sama dengan tanggung jawab direksi yang perusahaan
tidak mengalami pailit.
32
Winardi, Asas-Asas Manajemen, Bandung : Alumni, 1983, hal. 144.
33
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas Risiko Hukum Pemilik, Direksi, Komisaris, Jakarta : PT Forum Sahabat, 2008, hal. 112.
34
Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas PT, Jakarta : Visimedia, 2009, hal. 119.
kepailitan PT salah satunya adalah mengenai sejauh mana pertanggungjawaban terhadap adanya kepailitan PT, apakah badan hukum itu sendiri yang akan
memikul tanggung jawab ataukah organ perseroan dalam hal ini direksi yang akan bertanggung jawab secara pribadi. Adapun kriteria tanggung jawab direksi adalah
sebagai berikut :
35
1 Tanggung jawab itu timbul jika perusahaan itu melalui prosedur kepailitan.
2 Harus ada kesalahan atau kelalaian.
3 Tanggung jawab itu bersifat residual, artinya tanggung jawab itu timbul jika
nanti ternyata asset perusahaan yang diambil ini tidak cukup. 4
Tanggung jawab itu secara renteng artinya walaupun hanya seorang kreditor yang bersalah, direktur lain dianggap turut bertanggung jawab.
5 Presumsi bersalah dengan pembuktian terbalik.
Pengaturan lebih lanjut dari tanggung jawab direksi, dapat dilihat dari kondisi tertentu. Pada prinsipnya direksi tidak bertanggung jawab secara pribadi
terhadap perbuatan yang dilakukan atas nama perseroan berdasarkan wewenang yang dimilikinya. Hal ini karena perbuatan direksi dipandang sebagai perbuatan
PT yang merupakan subjek hukum. Namun, ada beberapa hal direksi dapat dimintai pertanggungjawabannya secara pribadi dalam kepailitan PT.
Pasal 97 ayat 3 dan ayat 4 mengatur tentang tanggung jawab direksi atas kerugian perseroan yang timbul dari kelalaian menjalankan tugas pengurusan
perseroan, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
35
Endryl, Dr. Kurniawarman dan Tasman, Tanggung Jawab Direksi terhadap Perseroan Pailit, http:endryl_17yahoo.co.id.html
1 Anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi.
Anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian yang dialami perseroan apabila :
a Bersalah;
b Lalai menjalankan tugasnya melaksanakan pengurusan perseroan.
Seperti yang sudah dijelaskan, dalam melaksanakan pengurusan perseroan, anngota direksi wajib melakukannya dengan itikad baik good faith.
Jika anggota direksi lalai melaksanakan kewajiban dan melanggar apa yang dilarang atas pengurusan, dan kelalaian atau pelanggaran itu menimbulkan
kerugian terhadap perseroan, maka anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan tersebut.
2 Anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian
perseroan. Dalam hal anggota direksi terdiri dari 2 dua orang atau lebih, maka Pasal
97 ayat 4 menegakkan prinsip penerapan tanggung jawab secara tanggung renteng. Ketentuan Pasal 97 ayat 4 UUPT tersebut adalah :
“Dalam hal direksi terdiri atas 2 dua anggota direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud pada ayat 3 berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota direksi”. Berdasarkan bunyi dari Pasal 97 ayat 4 ini, dengan demikian apabila
anggota direksi lalai atau melanggar kewajibannya mengurus perseroan secara itikad baik dan penuh tanggung jawab, maka setiap anggota direksi sama-sama
ikut memikul tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang
dialami perseroan. Penerapan tanggung jawab terhadap direksi secara tanggung renteng di Indonesia baru dikenal setelah diberlakukannya UUPT 2007.
Sebelumnya baik dalam KUHD dan UUPT 1995, yang ditegakkan adalah prinsip tanggung jawab pribadi yang digantungkan kepada faktor siapa pelaku yang
melakukan kesalahan, kelalaian atau pelanggaran, maka tanggung jawab hukumnya hanya dipikulkan kepada anggota direksi yang melakukan kesalahan
itu. Tidak dilibatkan anggota direksi yang lain secara tanggung renteng. Pasal 104 ayat 2 menyatakan bahwa dalam hal kepailitan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam kepailitan
tersebut, setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Apabila direksi
dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian itu, Pasal 97 ayat
5 menyebutkan bahwa anggota direksi tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 apabila dapat membuktikan :
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan dan menjalankan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-
hatian, dan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian perseroan;
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya
kerugian tersebut. Hal ini sehubungan dangan bunyi Pasal 97 ayat 5 huruf d UUPT yaitu,
“telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut”. Yang dimaksud dengan “mengambil tindakan untuk mencegah timbul
atau berlanjutnya kerugian”, termasuk juga langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian
antara lain melalui forum rapat direksi. Secara umum tanggung jawab direksi meliputi beberapa hal sebagai
berikut : 1.
Tanggung Jawab Direksi dalam PT. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Jadi selain bertanggung jawab penuh atas pengurusan, direksi
juga bertindak mewakili perseroan persona standi in judicio. Dalam menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan, maka setiap anggota
direksi wajib dengan itikad baik in good faith dan penuh tanggung jawab full responbility. Namun apabila tidak dengan demikian, maka setiap anggota direksi
bertanggung jawab penuh secara pribadi, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang dibebankan dan diwajibkan
kepadanya.
2. Tanggung Jawab Direksi kepada Perseroan dan Pemegang Saham.
Tugas dan pertanggungjawaban direksi kepada perseroan dan pemegang saham perseroan dimulai sejak perseroan memperoleh status badan hukum
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 4 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan :
“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.”
Setiap kesalahan atau kelalaian anggota direksi dalam menjalankan kewajibannya terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan, memberikan
hak kepada pemegang saham untuk :
36
1 Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang mewakili jumlah
sepersepuluh pemegang saham perseroan melakukan gugatan untuk dan atas nama perseroan terhadap direksi perseroan, yang atas kesalahan dan
kelalaiannya telah menyebabkan kerugian pada perseroan derivative action; 2
Secara sendiri-sendiri melakukan gugatan langsung untuk dan atas nama pribadi pemegang saham terhadap direksi perseroan atas setiap keputusan
atau tindakan direksi perseroan yang merugikan pemegang saham.
3. Tanggung Jawab Renteng antar sesama Anggota Direksi Perseroan.
Menurut sistem hukum di Indonesia, demikian juga hukum di kebanyakan negara yang menganut sistem Civil Law, hubungan antara direktur
dengan perusahaan adalah bersifat kontraktual. Artinya, sungguhpun antara
36
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 70.
perusahaan dengan direkturnya tidak terdapat suatu kontrak tertentu, tetapi oleh hukum “dianggap” fiksi ada kontrak pemberi kuasa.
37
Karena itu, hubungan antara direktur dengan perusahaan tidak merupakan hubungan antara “trustee”
dengan “beneficiary” seperti dalam Anglo Saxon.
38
Apabila direktur bertindak melampaui wewenang yang diberikan kepadanya tersebut, direktur tersebut ikut bertanggung jawab secara pribadi. Jika
perusahaan yang bersangkutan kemudian jatuh pailit, beban tanggung jawab tidak cukup ditampung oleh harta perusahaan harta pailit, maka direksi pun ikut
bertanggung jawab secara renteng. Sebagai konsekuensi
yuridisnya, direktur sebagai pemegang kuasa tidak boleh bertindak melebihi dari kekuasaan yang diberikan kepadanya. Seberapa jauh kekuasaan diberikan
kepadanya, dapat dilihat dalam anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan.
39
“Perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua
pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.”
Dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa :
Terhitung sejak pengesahan, para pendiri PT tidak lagi bertanggung jawab secara terbatas atas tiap perikatan yang dibuat untuk dan atas nama
perseroan, dan hanya akan menanggung kerugian yang terbatas pada nilai seluruh saham yang dimilikinya. Selama pengesahan tersebut belum diperoleh, maka
pendiri dan sekalian pengurusnya bertanggung jawab sepenuhnya secara tanggung renteng atas nama perseroan. Ketiadaan pengesahan itu tidak
37
Munir Fuady Munir Fuady V, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 93.
38
Munir Fuady Munir Fuady VI, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 59.
39
Munir Fuady Munir Fuady V, Op. Cit, hal. 93.
meniadakan perseroan yang hendak dibentuk, hanya saja sifat pertanggungjawabannya yang belum tidak terbatas.
Berdasarkan pada sifat pertanggungjawaban renteng tersebut, oleh kalangan ahli hukum, status hukum dari PT dalam pendirian diperlakukan sama
dengan atau sebagaimana layaknya suatu persekutuan dengan firma, dimana para pengurus bertindak selaku kuasa dari para pendiri dalam menjalankan kegiatan
atau usaha perseroan. Dengan ini berarti bahwa selama harta kekayaan perseroan tidak mencukupi untuk menutupi seluruh kewajiban perseroan dalam pendirian
tersebut, maka para pendiri dan pengurus bertanggung jawab secara pribadi untuk memenuhi seluruh kewajiban yang belum terlunasi.
40
4. Tanggung Jawab Direksi kepada Pihak Ketiga.
Tugas dan kewajiban direksi perseroan terhadap pihak ketiga terwujud dalam kewajiban direksi untuk melakukan keerbukaan disclosure terhadap pihak
ketiga atas setiap kegiatan perseroan yang dianggap dapat mempengaruhi kekayaan perseroan. Pihak ketiga adalah pihak orang lain yang tidak ikut serta
dalam perjanjian. Direksi perseroan diwajibkan untuk menyerahkan hasil perhitungan tahunan perseroan untuk diperiksa oleh akuntan publik sebelum
perhitungan tahunan tersebut disahkan oleh RUPS Tahunan dan segera setelah disahkan oleh rapat, diumumkan untuk kepentingan pihak ketiga.
Khusus untuk PT terbuka, direksi perseroan juga diwajibkan untuk mengumumkan setiap maksud dan rencana penyelenggaraan RUPS. Ketentuan
40
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit, hal. 112.
tersebut diatas tidak menutup adanya kemungkinan permintaan pemberian data dan atau keterangan mengenai perseroan oleh pihak ketiga yang berkepentingan,
berdasarkan pada perjanjian antara para pihak. Dalam hal-hal yang demikian tersebut diatas, direksi berkewajiban untuk memberikan data dan atau keterangan
tersebut secara jelas, tegas, benar dan akurat.
BAB III PERSEROAN TERBATAS DAPAT DIPAILITKAN
A. Pengertian Kepailitan