PKPU, mengenai pembuktian unsur-unsur kesalahan atau kelalaian direksi serta pembuktian unsur-unsur
kepailitannya sendiri sering menemui kesulitan, belum lagi tidak ada pengaturan yang jelas tentang bagaimana prosedur
pertanggungjawaban tersebut dimintakan dengan adanya pertanggungjawaban direksi sampai harta pribadi.
B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis akan mengemukakan beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas yaitu
sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaturan Direksi menurut ketentuan UU No. 40 Tahun 2007? 2.
Bagaimana suatu PT dapat dipailitkan? 3.
Kapan Direksi dinyatakan lalai atau salah yang mengakibatkan PT dinyatakan pailit?
C.
Tujuan Dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai
berikut :
1 Untuk mengetahui dan memahami kedudukan, kewajiban, kewenangan dan
tanggung jawab direksi dalam UUPT 2
Untuk mengetahui dan memahami pertanggungjawaban direksi jika perseroan yang diurusnya mengalami pailit karena kelalaiannya.
3 Untuk mengetahui kapan direksi dinyatakan lalai atau salah yang mengakibatkan
perseroan pailit. 2.
Manfaat Penulisan Selain dari tujuan diatas, penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat
antara lain : 1
Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah yang telah dirumuskan akan memberikan pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab direksi terhadap
perseroan pailit akibat kelalaian atau kesalahannya serta mengetahui bagaimana tanggung jawab direksi tersebut karena kelalaiannya.
2 Secara praktis, pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
para pembaca terutama kepada setiap orang yang merupakan direksi perseroan agar lebih profesional dan berhati-hati dalam melakukan pengurusan perseroan.
D. Keaslian Penulisan
“Pertanggungjawaban Direksi Karena Kelalaian Atau Kesalahannya Yang Mengakibatkan Perseroan Pailit” yang diangkat sebagai judul skripsi ini
telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi ini disusun melalui referensi, buku-
buku, media cetak, dan elektronik serta bantuan dari berbagai pihak. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam tinjauan kepustakaan ini perlu diperhatikan beberapa ketentuan- ketentuan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Ketentuan
tersebut berguna untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi ini agar sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya serta membantu pembaca untuk
mengerti cakupan ini. Adapun ketentua-ketentuan yang akan ditemukan antara lain sebagai berikut :
Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 arti pailit sebagaimana diatur dalam Lampiran UUK dan PKPU Pasal 1 ayat 1 adalah :
“Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit
dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih
krediturnya”
Sedangkan pengertian Kepailitan menurut UUK dan PKPU dalam pasal 1 ayat 1 adalah :
“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini” Menurut Black’s Law Dictionary, pailit adalah seorang pedagang yang
bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung untuk mengelabuhi krediturnya.
17
17
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary St. Paul. Minnesota, USA. West Publishing Co. 1968, hal. 186, dikutip dari buku Fuady.
Kepailitan menurut Memori Van Toelichting penjelasan umum adalah suatu pensitaan berdasarkan hukum atas seluruh harta
kekayaan si berutang guna kepentingan bersama para yang mengutangkan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Kepailitan adalah keadaan atau kondisi atau badan hukum yang tidak mampu lagi membayar kewajibannya
dalam hal utang-utangnya kepada si piutang.
18
Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata “Sero”, yang mempunyai arti “Saham”. Sedangkan kata
“Terbatas” menunjukkan adanya tanggung jawab yang terbatas. Dengan demikian Perseroan Terbatas dapat dijelaskan sebagai bentuk usaha yang modalnya terdiri
dari saham-saham yang masing-masing pemegangnya atau anggotanya bertanggung jawab terbatas sampai pada nilai saham nilai modal yang
dimilikinya. Menurut UUPT dalam Pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa : “Peseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut dengan Perseroan, adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal yang seluruhnya terbagi dalam saham
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
Sedangkan defenisi yang disebutkan di dalam UUPT terdapat juga defenisi lain tentang PT yakni menurut Wasis, yang menyebutkan bahwa PT
adalah perusahaan yang modalnya dibagi-bagi atas saham-saham dengan harga nominal yang sama besarnya dan yang para pemiliknya bertanggung jawab secara
terbatas sampai sejumlah modal yang disetorkan atau sejumlah saham yang dimiliki.
19
18
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, Jakarta : Balai Pustaka, 2005, hal. 812.
Sebagai “artificial person”, perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri. Perseroan tidak memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri.
Untuk itulah maka diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak yang akan menjalankan perseroan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian
19
Wasis, Pengantar Ekonomi Perusahaan, Bandung : Alumni, 1997, hal. 22
perseroan. Orang-orang yang akan menjalankan, mengelola, dan mengurus perseroan ini, dalam UUPT disebut dengan istilah organ perseroan. Dalam UUPT
dapat kita ketahui bahwa organ perseroan yang bertugas melakukan pengurusan perseroan adalah direksi.
Pengertian Direksi menurut UUPT dalam Pasal 1 ayat 5 adalah : “Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar Pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”
Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Hal ini
membawa konsekuensi hukum bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya untuk kepentingan dan usaha perseroan.
F. Metode Penulisan