Syarat-syarat untuk dapat Dinyatakan Pailit

Selanjutnya dari rumusan di atas jelaslah bahwa kepailitan itu merupakan suatu penyitaan yang dilakukan atas seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh si debitor sebagai akibat dari pemenuhan utang-utangnya kepada para kreditor yang telah jatuh tempo waktu pembayaran. Maka secara sederhana, kepailitan dapat diartikan sebagai suatu penyitaan semua asset debitor yang dimasukkan ke dalam permohonan pailit. Debitor pailit tidak serta merta kehilangan kemampuannya untuk melakukan tindakan hukum, akan tetapi kehilangan untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan di dalam kepailitan terhitung sejak pernyataan kepailitan itu. 49

B. Syarat-syarat untuk dapat Dinyatakan Pailit

Untuk dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitor haruslah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundangan kepailitan yang berlaku. Dalam menyatakan debitor pailit tidak cukup hanya mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga oleh si kreditor. Ada hal-hal lain yang menjadi syarat utama yang ditetapkan oleh undang-undang supaya debitor dapat dimohonkan pailit. UU No. 37 Tahun 2004 dalam Pasal 2 ayat 1 berikut penjelasannya menyebutkan : “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya”. 49 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Jakarta : UMM Press, Edisi Revisi Cetakan II, 2007, hal. 15. Penjelasannya : “Bahwa yang dimaksudkan dengan hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar hutang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan Pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase”. Suatu perusahaan dikatakan pailit atau istilah populernya adalah “bangkrut” mana kala perusahaan atau orang pribadi tersebut tidak sanggup atau tidak mau membayar utang-utangnya. Oleh karena itu pada pihak kreditor ramai- ramai mengeroyok debitor dan saling berebutan harta debitor tersebut, hukum memandang perlu mengaturnya, sehingga utang-utang debitor dapat dibayar secara tertib dan adil. Menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Kepailitan, debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaaan pailit. Dan menurut Pasal 6 ayat 5 Peraturan Kepailitan, kepailitan itu diucapkan bilamana secara sumair terbukti adanya peristiwa- peristiwa dan keadaan-keadaan yang menunjukkan bahwa keadaan berhenti membayar itu ada. 50 Apa yang menjadi ukuran bagi “keadaan berhenti membayar” itu tidak dapat diketemukan dalam undang-undang dan para Sarjana serta jurisprudensi juga tidak bersesuaian pendapat mengenai hal itu. Hanya ada pedoman yang umumnya dipakai yaitu bahwa untuk pernyataan kepailitan tidak perlu ditunjukkan bahwa debitor tidak mampu untuk membayar utangnya dan tidak dipedulikan apakah berhenti membayarnya itu sebagai akibat dari tidak dapat atau 50 Siti Soemarti Hartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Jogjakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1983, hal. 8. tidak mau membayar. Agar seorang debitor dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, maka berbagai persyaratan juridis harus dipenuhi. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut : 51 a. Debitor tersebut haruslah mempunyai lebih dari 1 satu utang; b. Minimal 1 satu utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih; c. Permohonan pailit dimintakan oleh pihak yang diberikan kewenangan untuk itu. Ad. a : Debitor tersebut mempunyai lebih dari 1 satu utang atau lebih dari 1 kreditor. Keharusan adanya lebih dari satu utang atau lebih dari satu kreditor merupakan persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU No. 37 Tahun 2004, yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata yang berbunyi : “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan”. Rumusan tersebut memberitahukan bahwa pada dasarnya setiap kebendaan yang merupakan sisi positif harta kekayaan seseorang harus dibagi secara adil kepada setiap orang yang berhak atas pemenuhan perikatan individu ini, yang disebut dengan nama kreditor. Dengan dinyatakannya kepailitan atas debitor pailit, maka sesuai dengan ketentuan pasal 21 juncto Pasal 24 UUK dan 51 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 75. PKPU No. 37 Tahun 2004 dengan diputuskannya pernyataan pailit, debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan terhitung sejak tanggal kepailitan itu sendiri, yang meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat penyataan pailit itu dilakukan, beserta semua kekayaan yang diperoleh selama kepailitan. Ini berarti terhitung sejak tanggal pernyataan pailit dijatuhkan, terjadi penyitaan umum oleh Pengadilan atas seluruh harta kekayaan debitor pailit tersebut dan selanjutnya pengurusan harta kekayaan debitor akan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas. 52 Alasan mengapa seorang debitor tidak dapat dinyatakan pailit jika ia hanya mempunyai seorang kreditor adalah bahwa tidak ada keperluan untuk membagi aset debitor diantara para kreditor. Kreditor berhak dalam perkara ini atas semua aset debitor. Hal ini dapat dimaklumi karena dalam kepailitan, yang terjadi sebenarnya sita umum terhadap semua harta kekayaan debitor yang diikuti dengan likuidasi paksa, untuk nanti perolehan dari likuidasi paksa tersebut dibagi secara adil diantara kreditornya, kecuali apabila ada diantara para kreditornya yang harus didahulukan menurut ketentuan pasal 1132 KUH Perdata. 53 Ad. b : Minimal 1 satu utang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih. a Pengertian utang. Untuk mengetahui pasti tentang “utang” dapat dilihat dari kata Gotisch “skulan” atau “sollen”, yang berarti harus dikerjakan menurut hukum. Menurut 52 Ibid. 53 Imran Nating, Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 24. Kamus Besar Bahasa Indonesia, utang adalah kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima, misalnya uang yang dipinjam dari orang lain. 54 Utang pada hakekatnya merupakan kewajiban yang timbul dari perikatan dimana ada satu pihak yang berhak atas prestasi kreditor dan disisi lain ada pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi debitor atas suatu prestasi tertentu. Dengan rumusan demikian, maka utang yang menjadi dasar permohonan pailit termasuk utang yang timbul diluar kerangka perjanjian pinjam-meminjam uang, misalnya perjanjian jul-beli, sewa-menyewa, perjanjian pemborongan, dll. Dalam hukum, kewajiban ini timbul dari perikatan yang dilakukan antara para subjek hukum. Perikatan didefinisikan sebagai hubungan kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, berdasarkan mana orang yang satu terhadap yang lainnya berhak atas suatu penuaian atau prestasi dan orang lain terhadap orang itu berkewajiban atas penuaian prestasi itu. Sehingga pada dasarnya perikatan merupakan suatu hubungan hukum yang terjadi antara para pihak subjek perikatan terhadap suatu objek tertentu yang disebut prestasi, yng melahirkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Menurut Pasal 1 ayat 6 UUK dan PKPU No. 37 Tahun 2004 dinyatakan bahwa : “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur” 54 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1995, hal. 1139. Sedangkan utang yang tidak terbayar adalah utang pokok atau bunganya, maka kemudian yang perlu diantisipasi oleh pemerintah adalah harus segera menyiapkan sarana dan prasarananya yakni lembaga peradilannya, hakimnya, untuk meyelesaikan perkara kepailitan tersebut. 55 b Pengertian jatuh waktu dan dapat ditagih. Selain syarat harus adanya utang, syarat permohonan pernyataan pailit bahwa utang tersebut harus telah lewat waktu dan dapat ditagih. Pengertian telah lewat waktu dan dapat ditagih apakah pengertian yng sama atau utang yang ditagih harus lewat waktu terlebih dahulu. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H sependapat bahwa satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, namun suatu utang yang sudah dapat ditagih belum tentu sudah lewat waktu. Hal ini berkaitan dengan cicilan utang dalam perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit. 56 Umumnya, debitor dianggap lalai jika ia tidak tahu atau gagal memenuhi kewajibannya dengan melampaui batas waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Sehingga, untuk melihat apakah suatu utang telah jatuh waktu dan dapat ditagih harus merujuk pada perjanjian yang mendasari utang tersebut. 57 “si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya Namun demikian, jika merujuk pada ketentuan Buku Ketiga Pasal 1238 KUHPerdata, menyatakan : 55 Rahayu Hartini, Op. Cit, hal. 19. 56 Bismar Nasution, Sunarmi, Diktat Hukum Kepailitan, Medan : Magister Kenotariatan sekolah Pasca Sarjana USU, 2003, hal. 26. 57 Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, dan Herni Sri Nurbayanti, Kepailitan di Negeri Pailit, Jakarta : Penerbit Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, cetakan II, 2004, hal. 135. sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa si berhutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Menurut pasal itu, debitor dianggap lalai jika ada suatu perintah akta pernyataan lalainya si debitor yang dikirimkan oleh kreditor. Sehingga, wanprestasi tidak secara otomatis terjadi dan mengakibatkan dapat dituntutnya debitor terhadap ganti rugi atas tidak terpenuhinya prestasi. Sedangkan utang yang tidak terbayar adalah utang pokok atau bunganya, maka kemudian yang perlu diantisipasi oleh pemerintah adalah harus segera menyiapkan sarana dan prasarananya yakni lembaga peradilannya, hakimnya, untuk menyelesaikan perkara kepailitan tersebut. 58 a Panitia kreditor jika diperlukan ; Setelah permohonan pailit dikabulkan oleh hakim, maka segera diangkat pihak-pihak sebagai berikut : b Seorang atau lebih kurator ; c Seorang hakim pengawas. Yang menjadi persoalan adalah apakah yang menjadi ukuran bagi “keadaan tidak membayar tersebut”. Hal itu tidak dijumpai perumusannya, baik dalam undang-undang maupun jurisprudensi maupun pendapat para Sarjana. Hanya ada pedoman umum yang disetujui oleh beberapa orang Sarjana, yaitu untuk pernyataan kepailitan tidak perlu ditunjukkan bahwa debitor tidak mampu untuk membayar utangnya dan tidak diperdulikan apakah berhenti membayar itu sebagai akibat dari tidak dapat atau tidak mau membayar. Didalam beberapa 58 Rahayu Hartini, Op. Cit, hal. 7. jurisprudensi telah diinterpretasikan arti keadaan berhenti membayar secara lebih luas, yakni : 59 a. Keadaan berhenti membayar tidak sama sekali dengan keadaan bahwa kekayaan debitor tidak cukup untuk membayar utangnya yang sudah dapat ditagih, melainkan bahwa debitor tidak membayar utangnya itu. b. Debitur dapat dianggap dalam keadaan berhenti membayar walaupun utang- utangnya itu belum dapat ditagih pada saat itu. Oleh karena itu, penentuan jatuh waktu utang dan kondisi-kondisi yang menyebabkan akselerasi utang, harus didasarkan berdasarkan kesepakatan para pihak dalam perjanjian Pasal 1338 KUHPerdata. Sehingga yang menjadi pegangan dalam menentukan apakah utang tersebut sudah jatuh waktu dan dapat ditagih atau belum adalah perjanjian yang mendasari hubungan perikatan itu sendiri. Ad. c : Permohonan dimintakan oleh pihak yang berwenang Setiap debitor yang tidak mampu membayar utang-utangnya yang berada dalam keadaan berhenti membayar kembali utang-utang tersebut, baik atas permintaannya sendiri ataupun atas permintaan seorang kreditornya dapat diadakan putusan oleh hakim yang menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaaan pailit. Di dalam Pasal 2 UUK dan PKPU No. 37 Tahun 2004 59 Zainal Asikin, Op. Cit, hal. 32-33. telah dinyatakan siapa saja pihak yang berwenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, yaitu : 60 1. Debitor itu sendiri ; 2. Seseorang atau lebih kreditornya ; 3. Kejaksaan untuk kepentingan umum ; 4. Bank Indonesia BI ; 5. Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM ; 6. Menteri Keuangan. Selengkapnya mengenai pihak-pihak yang berwenang tersebut dalam Pasal 2 ayat 1-5 berikut ini : Ayat 1 menyatakan debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan tidak dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya. Ayat 2 menyatakan bahwa permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. Ayat 3 menyatakan dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Ayat 4 menyatakan bahwa dalam hal debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. 60 Rahayu Hartini, Op. Cit, hal. 37. Serta ayat 5 menyatakan dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Penentuan tentang siapa pihak yang berwenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah sangat penting sekali untuk adanya kepastian hukum sehingga hal ini akan mencegah adanya penyalahgunaan hak, maksudnya orang yang tidak berhak atau tanpa mendapat kuasa untuk kemudian memohon putusan pailit.

C. Perseroan Terbatas yang dapat Dipailitkan