Akibat Hukum Kepailitan dalam Perseroan Terbatas

Pelanjutan kegiatan usaha dapat didorong juga oleh berbagai alasan, misalnya karena kurator melihat kemungkinan-kemungkinan untuk meneruskan perusahaan pailit itu di dalam bentuk yang lebih ramping, baik oleh si pailit setelah penawaran suatu perdamaian atau yang lebih sering, oleh pihak lain. Alasan kedua, yang lebih umum adalah untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan tercapainya hasil yang lebih besar dalam rangka pencairan perusahaan tersebut. 63 Namun demikian, jika perseroan dalam pailit memutuskan untuk tidak melanjutkan usaha, maka akan memasuki tahap-tahap kepailitan selanjutnya yang pada gilirannya nanti sampai pada pemberesan perseroan. Pada tahap pemberesan ini pula masih terjadi kemungkinan yakni perseroan tersebut diikuidasi dan bubar atau perseroan tersebut mencukupi harta pailitnya untuk membayar seluruh tagihannya sehingga kepailitan perseroan tersebut berakhir dan dilakukan rehabilitasi serta eksistensi perseroan tersebut kembali kepada posisi semula seperti sebelum kepailitannya dan kembali sebagai subjek hukum mandiri dan penuh.

D. Akibat Hukum Kepailitan dalam Perseroan Terbatas

Pada dasarnya sebelum pernyataan pailit, hak-hak debitor untuk melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan kekayaannya harus dihormati. Tentunya dengan memperhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban 63 Ibid. debitor menurut peraturan perundang-undangan. 64 Semenjak pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitor berakibat bahwa ia kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya persona standy inludicio dan hak kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya. 65 Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum di bidang harta kekayaan, misalnya membuat perjanjian. Apabila dengan perbuatan hukum itu akan memberi keuntungan bagi harta boedel si pailit, sebaliknya apabila dengan perjanjian atau perbuatan hukum itu justru akan merugikan boedel, maka kerugian itu tidak mengikat boedel. 66 Hak-hak pribadi debitor yang tidak dapat menghasilkan kekayaan atau barang-barang milik pihak ketiga yang kebetulan berada di tangan pailit, tidak dapat dikenakan eksekusi, misalnya : hak pakai dan hak mendiami rumah. 67 Dalam hal kepailitan terhadap PT yang menjadi permasalahan yang esensial adalah apakah PT tersebut tetap dapat beroperasi ataukah demi hukum harus bubar. 68 1. Akibat Hukum bagi Perseroan Terbatas selama Kepailitan. Dalam kepailitan badan hukum PT, beroperasi atau tidaknya perseroan setelah putusan pailit dibacakan tergantung pada cara pandang kurator terhadap 64 R. Sumitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf Bandung : PT Eresco, 1993, hal. 89. 65 Mulhadi, Hukum Perseroan dan Bentuk-bentuk Usaha di Indonesia Bogor : Ghalia Indonesia, 2010, hal. 29. 66 httpperanan.riaacoding.com200907reformasi-rasionalisasi-rekstrukturisasi.html, diakses terakhir pada tanggal 28 Juli 2011. 67 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis Seri Filsafat Atmajaya : 2, Yogyakarta : Kanisius, 2000, hal. 94. 68 M. Munandar, Dinamika Masyarakat Transisi, Jakarta : Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hal. 59. prospek usaha perseroan pada waktu yang akan datang. Hal ini dimungkinkan karena berdasar ketentuan di dalam pasal 104 UUK dan PKPU yang berbunyi : 69 1 Berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, kurator dapat melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap pernyataan putusan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. 2 Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, kurator memerlukan ijin hakim pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Berdasarkan bunyi pasal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kepailitan Badan Hukum PT di Indonesia tidak secara otomatis membuat perseroan kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaan perseroan tersebut, karena kepailitan PT menurut hukum Indonesia tidak menyebabkan terhentinya operasional perseroan. Akan tetapi dalam hal perseroan yang dilanjutkan ternyata tidak berprospek dengan baik, maka hakim pengawas akan memutuskan untuk menghentikan beroperasinya PT dalam permohonan seorang kreditor. Setelah perseroan tersebut dihentikan, maka kurator mulai menjual aktiva boedel tanpa memerlukan bantuan atau persetujuan debitor pailit. 70 Dalam hal usaha dari PT diteruskan atau perseroan tetap beroperasi yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang akan melakukan tindakan pengurusan sehari-hari dari perseroan tersebut, apakah pengurusan tetap dilakukan oleh direksi ataukah pengurusan dilakukan oleh kurator yang menggantikan kedudukan 69 Sudargo Gautama, Komentar Atas Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998, hal. 81. 70 R. Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta : Penerbit Pradnya Paramita, 1997, hal. 93. direksi dalam menjalankan aktivitas usaha perseroan. 71 Mengenai hal ini akan menjadi pertentangan tersendiri karena dalam praktek sebenarnya direksi yang lebih mengetahui tentang seluk beluk dari usaha perseroan, pasar serta konsumen dari perseroan pailit. Demikian pula bilamana ada cukup alasan untuk itu, direksi perseroan pailit yang mewakili perseroan dalam menjalankan haknya mengajukan permohonan kepada Pengadilan agar kurator diganti atau diangkat kurator tambahan. 72 Dengan beralihnya kewenangan dari direksi kepada kurator untuk mengelola perseroan, maka konsekuensi dari hal itu adalah bahwa kurator adalah juga bertindak sebagai direksi sehingga tugas dan kewajiban serta tanggung jawab direksi perseroan menjadi tugas dan tanggung jawab kurator. 73 2. Akibat Hukum bagi Perseroan Terbatas setelah berakhirnya Kepailitan Dalam hal kepailitan badan hukum PT setelah berakhirnya kepailitan, bubar atau tidaknya perseroan tergantung kepada keputusan hakim atas adanya permohonan pembubaran perseroan karena di dalam UUK dan PKPU dan UUPT tidak adanya pengaturan mengenai pembubaran demi hukum PT secara terperinci sebagaimana di dalam KUHD yang mengatur alasan pembubaran PT. Alasan- alasan pembubaran perseroan karena jangka waktu berdirinya berakhir dan bubar demi hukum karena kerugian yang mencapai 75 dari modal perseroan. Akan tetapi UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengenal adanya 71 M. Saiful, Ruky, Menilai Penyertaan Dalam Perseroan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1999, hal. 82. 72 J.B. Huizink, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : Balai Pustaka, 1998, hal. 84. 73 Abdul, R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perseroan, Jakarta : Kencana, 2010, hal. 105. pembubaran karena penetapan Pengadilan tetapi tidak mengenal adanya pembubaran demi hukum. 74 Menurut ketentuan Pasal 142 UUPT, suatu perseroan bubar karena : 1. Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS. 2. Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar AD telah berakhir. 3. Penetapan Pengadilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 142 UUPT dalam hal kepailitan PT dan kelangsungan usaha tidak diteruskan, direksi dapat mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS dengan alasan bahwa perseroan tidak lagi berjalan selama jangka waktu tertentu karena telah dihentikannya usaha PT pailit oleh panitia kreditor. Cara pembubaran PT dalam hal kepailitan juga dapat ditemui di dalam ketentuan Pasal 146 UUPT yaitu adanya permohonan dari kreditor kepada Pengadilan Negeri untuk membubarkan perseroan dengan alasan : 1. Perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit. 2. Harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya setelah pernyataan pailit dicabut. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas menurut UUPT, pailit tidak mengakibatkan perseroan bubar selama harta kekayaan perseroan setelah kepailitan berakhir masih ada dan dapat digunakan untuk menjalankan perseroan. Kepailitan perseroan hanya menjadi alasan tidak mampu membayar utang kepada kreditor. Dalam hal ini kreditor tentunya tidak boleh dirugikan dengan adanya 74 Munir Fuady, Hukum Perseroan Terbatas Dan Analisis Kasus Di Indonesia, Jakarta : Putra Grafika, 2006, hal. 49. keadaan tidak mampu membayar ini. Oleh karena itu apabila perseroan pailit sehingga tidak mampu membayar utangnya, maka kreditor dapat mengajukan permohonan pembubaran perseroan kepada Pengadilan Negeri. Berdasarkan keputusan Pengadian Negeri, suatu Perseroan dapat dibubarkan. Pembubaran tersebut diikuti dengan pemberesan sehingga kreditor berhak mendapatkan pelunasan dari hasil pemberesan tersebut. 75 Karena perseroan adalah suatu badan hukum maka setiap perseroan yang bubar perlu dilakukan pemberesan atau likuidasi. Keberadaan status badan hukum perseroan yang bubar tetap ada untuk kebutuhan proses likuidasi tetapi perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk pemberesan kekayaanya dalam proses likuidasi. 76 75 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Perseroan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 105. Apabila perseroan bubar, maka likuidator dalam waktu paling lambat 30 tiga puluh hari wajib mendaftarkan dalam daftar perseroan sesuai dengan Pasal 147 UUPT tentang wajib daftar perseroan, mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia, mengumumkan dalam dua surat kabar harian, dan memberitahukan kepada Menteri Kehakiman. Selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum dilakukan maka bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Apabila likuidator lalai mendaftarkan dalam daftar perseroan sesuai dengan Pasal 148 ayat 2 UUPT, maka sebagai akibatnya likuidator secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Dalam pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud diatas nama dan alamat likuidator wajib disebutkan. 76 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit, hal. 136. BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI ATAS KESALAHAN YANG MENGAKIBATKAN PERSEROAN PAILIT

A. Kelalaian atau Kesalahan Direksi