BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG
PERSEROAN TERBATAS
A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT
Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan Pasal 107 UUPT. Tidak ada suatu rumusan yang jelas dan pasti mengenai
kedudukan direksi dalam suatu PT, yang jelas direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk
menjalankan perusahaan. Direksi menurut UUPT merupakan satu organ yang di dalamnya terdiri dari satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan
Direktur tunggal. Dalam hal perseroan memiliki lebih dari satu anggota direktur disebut direksi, maka salah satu anggota direksi tersebut diangkat sebagai
Direktur Utama Presiden Direktur.
20
Direksi atau pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang melakukan kegiatan perseroan dan mewakili perseroan baik di dalam maupun di
luar Pengadilan. Dengan kata lain, direksi mempunyai ruang lingkup tugas sebagai pengurus perseroan. Pengangkatan direksi dilakukan oleh RUPS, akan
tetapi untuk pertama kali pengangkatannya dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota direksi di dalam akta pendiriannya. Beberapa Pakar
20
Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Persekutuan Perdata Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer, Op. Cit, hal. 53.
dan Ilmuwan hukum merumuskan kedudukan direksi dalam perseroan sebagai gabungan dari dua macam persetujuanperjanjian, yaitu :
21
1. Perjanjian pemberian kuasa, di satu sisi.
2. Perjanjian kerjaperburuhan, di sisi lainnya.
Merumuskan kedudukan direksi dalam dua hubungan hukum bukan masalah, sepanjang kedua hubungan hukum tersebut dapat diterapkan secara
konsisten dan sejalan. Dalam hubungan hukum yang dirumuskan untuk direksi di atas di satu sisi, direksi sebagai penerima kuasa dari perseroan untuk menjalankan
perseroan sesuai dengan kepentingannya untuk mencapai tujuan perseroan sebagaimana telah digariskan dalam anggaran dasar perseroan, dan di sisi lain di
perlakukan sebagai karyawan perseroan, dalam hubungan atasan dan bawahan dalam perjanjian perburuhan yang mana berarti direksi tidak diperkenankan untuk
melakukan sesuatu yang bukan tugasnya. Disinilah sifat pertanggungjawaban renteng dan pertanggungjawaban pribadi direksi menjadi sangat relevan, dalam
hal direksi melakukan penyimpangan atas kuasa dan perintah perseroan untuk kepentingan perseroan.
22
Sedangkan syarat untuk menjadi anggota direksi menurut ketentuan Pasal 79 ayat 3 adalah :
“Yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau
menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 lima tahun sebelum pengangkatan”
21
Ahmad Yani Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999, hal. 97.
22
Ibid., hal. 97-98.
Seperti tersebut di atas bahwa tugas direksi adalah mengurus perseroan seperti tersebut di dalam penjelasan resmi dari Pasal 79 ayat 1 UUPT yang
meliputi pengurusan sehari-hari dari perseroan, akan tetapi undang-undang tidak memberikan secara rinci seperti apakah pngurusan yang dimaksud. Dalam hukum
di Negeri Belanda tindakan pengurusan yang bersifat sehari-hari yang merupakan perbuatan-perbuatan yang rutin yang dinamakan sebagai daden van beheren
23
akan tetapi tugas tersebut dapat dilihat di dalam anggaran dasar yang umumnya berkisar pada hal :
24
1 Mengurus segala urusan.
2 Menguasai harta kekayaan perseroan.
3 Melakukan perbuatan seperti dimaksud dalam Pasal 1796 KUHPerdata yaitu :
a. Memindahtangankan hipotik barang-barang tetap.
b. Membebankan hipotik pada barang-barang tetap.
c. Melakukan perbuatan lain mengenai hak milik.
d. Mewakili perseroan di dalam dan di luar Pengadilan.
4 Dalam hal berhubungan dengan pihak ke-3, baik secara bersama-sama atau
masing-masing mempunyai hak mewakili perseroan mengenai hal dalam bidang usaha yang menjadi tujuan perseroan.
23
Rudhy Prasetya, Maatschap, Firma dan Persekutuan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 19.
24
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 63.
B. Kewenangan dan Kewajiban Direksi